Bocah Korban Perkosaan Divonis 6 Bulan Penjara, Adilkah?

Kamis, 23 Agustus 2018 – 09:31 WIB
Perempuan sedih. Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com, BATANGHARI - Majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian, Batanghari, Jambi, menjatuhkan vonis enam bulan penjara kepada WA, korban pemerkosaan yang dilakukan kakak kandungnya.

Vonis majelis hakim yang diketuai Rais Torodji itu menuai pro-kontra. Putusan tersebut dinilai tidak memenuhi asas keadilan dan kemanfaatan.

BACA JUGA: Kisah Bocah Korban Perkosaan yang Dihukum Penjara, Pedih

WA diperkosa beberapa kali oleh kakak kandungnya, AS. Kakaknya terpengaruh video panas yang kerap ditontonnya. Karena ulah kakaknya, WA hamil. Kehamilan tersebut membuat sang ibu, Asmara Dewi, bak tersambar petir di siang bolong. Dia lantas membuat jalan pintas: aborsi.

Dalam persidangan disebutkan, aborsi dilakukan saat usia kandungan WA enam bulan. Aborsi tersebut ditempuh dengan meminum ramuan yang diracik Asmara Dewi. WA sebenarnya tak terlalu memahami apa itu aborsi. Meski begitu, dia dianggap sebagai pelaku dalam aborsi tersebut oleh hakim.

BACA JUGA: Detik – detik Nestor Seret Siswi SMA ke Kamar, Parah!

”Dia itu korban. Usianya yang muda tentunya tidak mengerti soal aborsi, tapi dia malah dihukum,” kata pendamping WA, Mirna Amir, dengan nada geram.

Mirna menyebut, seharusnya hakim melihat hukum sebab-akibat dalam perkara tersebut. Tidak malah menghukum korban dan menjadikan posisinya semakin sulit.

BACA JUGA: Sering Dikunjungi OTK Ternyata Bu Tuti Seorang Pengedar Sabu

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menjelaskan, putusan hakim itu seharusnya memiliki setidaknya tiga asas. Ketiganya adalah kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

Vonis kepada WA disebutnya tidak merefleksikan unsur keadilan dan kemanfaatan. ”Yang paling penting adalah kemanfaatan,” terangnya.

Unsur kemanfaatan absen dalam vonis tersebut. Hukuman penjara selama enam bulan untuk seorang anak korban pemerkosaan dan korban aborsi tidak memiliki manfaat. ”Sama sekali tidak membuat korban jera, malah membuat anak stres dan masa depannya terancam,” paparnya.

Hakim hanya mengedepankan unsur kepastian hukum dalam perkara tersebut. Namun, kepastian hukum itu justru merusak asas lain. WA merupakan anak korban pemerkosaan yang juga seharusnya dipandang sebagai korban dalam kasus aborsi tersebut. ”Hakim yang menghukum hanya mempertimbangkan asas kepastian hukum secara kaku justru menjadi ketidakadilan,” tegasnya.

Itulah yang menimpa WA. Sebagai anak yang masih bersekolah, dia tidak bisa melanjutkan haknya mendapatkan pendidikan. Menurut dia, hukum seharusnya melihat peristiwa secara utuh.

Dengan begitu, akan terlihat bagian mana yang membuat hukum itu tidak perlu untuk diterapkan. ”Kita bisa belajar dari kasus anak di Bekasi yang membela diri hingga begalnya meninggal,” terangnya.

Anak tersebut awalnya ditetapkan sebagai tersangka. Peristiwa pidana menghilangkan nyawa itu ada. Namun, karena unsur membela diri, hukum tidak perlu diterapkan. ”Setelah masyarakat mengecam penetapan status tersangka itu, kepolisian akhirnya tidak melanjutkan kasus. Bahkan, anak itu mendapat penghargaan. Itu setelah melihat peristiwa secara utuh,” ujarnya.

BACA JUGA: Kisah Bocah Korban Perkosaan yang Dihukum Penjara, Pedih

Sementara itu, Ketua DPRD Batanghari Muhammad Mahdan menyebut, selain persoalan hukum, masalah WA memberikan peringatan kepada semuanya. Bukan saja keluarga WA. Bukan pula hanya masyarakat Batanghari. Melainkan semua warga negeri ini.

Menurut dia, anak tidak salah. ”Yang salah adalah setiap orang dewasa yang ada di sekitarnya dan tidak peduli terhadap kebutuhan anak.” (idr/c6/fim)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Berhasil Meringkus Dua Pencuri Mobil di Batanghari


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler