Bocooorrr, Digragoti Para Preman

Rabu, 09 November 2016 – 00:56 WIB
DITERTIBKAN: Sejumlah jukir diomeli petugas dari Disbubkominfo Kota Mataram karena tidak menyerahkan karcis kepada pengendara dan tidak mengenakan rompi juru parkir, dalam sidak beberapa waktu lalu. Foto: Ivan/Lombok Post/JPNN.com

jpnn.com - DI banyak daerah, lahan parkir ibarat kue yang sangat manis. Bocor, di sana–sini hingga target pendapatan asli daerah (PAD) dari retribusi tak pernah tercapai.

Ternyata tak melulu karena pengelolaan tidak profesional. Tetapi, karena digragoti para preman.

BACA JUGA: Merasa Utang Budi, Sabu-sabu Ditaruh di Sumsum Tulang Gulai Kambing

LALU MOHAMMAD ZAENUDIN, Mataram

SIANG bolong. Beberapa pria berpeluh. Kulit mereka, mengkilap, legam. Berdiri tegap di lorong-lorong jalan setapak.

BACA JUGA: Kisah Mengharukan Pengabdian Dua Bidan PTT

Satu diantaranya, pipinya kembung-kempis. Asap mengepul tebal. Ia tertawa terbahak-bahak.

“Woooii, sini parkir-parkir!,” teriaknya.

BACA JUGA: Penuh Drama Namun Berakhir Indah, Dua Tahun Lalu di Jakabaring..

Tak ada senyum. Wajah mereka, tegang. Tak hanya di satu lorong. Tetapi di lorong lain juga sama. Ada wajah garang dan suara nyaring.

Jauh terbalik, dibanding tempat-tempat pelayanan publik. Ada senyum, sapa nan ramah. Di sini, wajah garang lebih laku.

“Pak sini pak,” teriak mereka. Kali ini bahkan, suaranya terkesan membentak.

Beberapa, pengendara di depan, terperanjat kaget. Ada yang berpandangan heran.

Ada yang dengan lugunya, menurut saja. Dan sekali lagi, pria yang tampak ‘sangar’ tadi menyeringai. Melempar senyum pongah pada saingannya di lorong lain.

Begitu seterusnya. Tak ada senyum ramah. Hanya suara-suara memaksa, agar para pemilik sepeda motor mau parkir di wilayah kekuasaanya.

Anehnya memang, tak ada yang berani melawan. Menurut saja, meski sudah dibentak-bentak.

Dari pada acara wisata ke pantai Gading, batal. Hanya gara-gara berseteru lawan juru parkir, songong itu.

“Kalau nggak gitu, kalah dia sama rekan-rekannya yang lain, jadi memang harus dengan suara keras,” kata seorang pengunjung. Imam namanya. Ia berusaha memahami. Meski, dada ia elus-elus juga.

“Tapi, tidak harus bentak-bentak, jadi males ke sini lagi,” keluh Citra, setengah bercerita kesannya pada Koran ini.

Dua anak ini memang sengaja diajak Lombok Post (Jawa Pos Group) menikmati sensasi wisata di Kota Mataram.

Objeknya pantai Gading dan Ampenan. Sayang, di pantai Gading, Citra sudah dibuat kecewa oleh para juru parkir liar itu.

“Eh, mahal ya parkirnya,” ketus Citra.

Gadis asal Malang ini memang paling banyak protes. Maklum, di kotanya, parkir sepeda motor cuma seribu rupiah.

Di pantai itu, ia ditarik Rp 2 ribu. Dia bahkan berseloroh, orang-orang di sana, bisa cepat kaya.

Sementara, Imam, hanya bisa tersenyum kecut, geleng-geleng.

Wisata berlanjut. Ke pantai Ampenan. Di sini, Imam, mengaku tak betah. Tak ada orang. Tak ada juga gadis cantik buat mencuci mata.

Maklum saja, kami memang sampai saat matahari baru saja mulai tergelincir ke arah barat. Sementara, pantai ramai biasanya menjelang sore.

Tak sempat parkir, kami berputar lalu hendak keluar. Tapi tiba-tba, seorang pria bertelanjang dada entah datang dari mana, menghadang citra.

Darah berdesir ke ubun-ubun. Citra nampak ketakutan. Lalu dengan setengah membentak, pria berkulit gelap itu, bilang.

“Bayar parkir,” katanya pendek. Tapi terdengar tajam.

Imam, rupanya ingin jadi pahlawan. Dengan sigap, ia menjelaskan pada pria itu, jika mereka tak pernah parkir. Hanya berkeliling, sebentar.

Tapi, wajah macho-nya jadi kusut. Saat, pria kekar itu, dengan nada semakin tinggi kembali membentak. “Tetap saja harus bayar,” bentaknya.

Uang lima ribu yang disodorkan Citra disambar begitu saja. Tak ada kembalian. Pria itu, lalu ngeloyor pergi, seenak jidatnya.

Kami memandangi dengan kesal. Tetapi, saat pria itu membalik badan dengan ekspresi beringas, kami pun buru-buru meninggalkan tempat.

Hampir sejauh satu kilometer kami meninggalkan lokasi. Tiba-tiba Imam terbahak lebar. Citra mendengus berulang kali. Ia masih menyimpan kesal.

“Bagus  ya. Tak hanya ada wisata pantai. Tapi orang-orang juga dapat bonus, wisata dipalaki juru parkir. Itu bisa jadi branding baru,” kelakarnya. Kami tahu, Imam sedang berseloroh dengan bahasa sarkasme.

Citra pun menimpali. Jika ada keinginan warga agar ada wahana wisata rumah hantu, pemerintah cukup melestarikan ‘wisata dipalak juru parkir’.

“Adrenalin lebih terpacu di sini daripada di rumah hantu,” ketusnya. Lalu menggeber, gas motor matic-nya. (*/r3/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rombongan TNI AL Datang ke Pulau Enggano...Yauwaika


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler