jpnn.com, PEKANBARU - Perwakilan Pemko Pekanbaru dan guru besertifikasi telah mendatangi tiga kementerian untuk mencari kejelasan boleh atau tidaknya Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi guru besertifikasi dibayarkan.
Dari keterangan yang didapat, tak satupun kementerian yang dengan tegas melarang. Hanya saja dimasa depan format tunjangan disebut akan dilebur.
BACA JUGA: Ketua APSI Pekanbaru: TPP Guru Sertifikasi adalah Wewenang Pemda
Tiga kementerian yang didatangi ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kunjungan dilakukan rombongan dari Pekanbaru ini pada Kamis (28/3) dan Jumat (29/3).
Polemik ini bermula dari pasal 9 ayat 8 Perwako Pekanbaru Nomor 7/2019 yang membuat para guru yang sudah menerima sertifikasi tak bisa mendapatkan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP), mereka diwajibkan memilih salah satu saja.
BACA JUGA: Kondisi Luka Berangsur Pulih, Kaki Inung Rio Batal Diamputasi
Bukan hanya itu saja, para guru juga mempertanyakan TPP tiga bulan terakhir tahun 2018 yang tak kunjung cair. Guru kemudian menggelar aksi hingga enam kali dalam sebulan kemarin dengan berdemonstrasi di depan kantor Walikota Pekanbaru.
BACA JUGA: Teriak Guru Besertifikasi: Ayo Sweeping, Kita Cari Wali Kota
BACA JUGA: Rocky Gerung dan Erwin Aksa Disambut Meriah, Salam Dua Jari
Pada demonstrasi terakhir, Senin (25/3) meski sempat terjadi aksi dorong-dorongan antara guru dan petugas Satpol PP, guru dan Wako Pekanbaru akhirnya bertemu.
Antara guru dan Wako berbeda pendapat tentang Permendikbud 10/2018 yang menjadi dasar disusunnya Perwako 7/2019. Guru berpendapat aturan itu sudah diganti dengan Permendikbud 33/2018 yang tak melarang diberikannya TPP pada guru sertifikasi.
Akhirnya disepakatilah pengiriman utusan masing-masing dari Pemko Pekanbaru dan guru untuk meminta petunjuk dan arahan dari kementerian terkait.
Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pekanbaru Mujailis yang ikut dalam rombongan kepada Riau Pos (Jawa Pos Group) mengantakan, masing-masing kementerian yang didatangi memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang TPP.''Masing-masing kementerian beda pandangan,'' ucapnya.
Meski begitu, yang membuat kunjungan ini menjadi menarik karena Kemendikbud malah mengembalikan kebijakan TPP pada kepala daerah. Padahal, penyusunan Perwako 7/2019 salah satunya didasarkan oleh Permendikbud 10/2018 yang diklaim melarang guru sertifikasi juga menerima tunjangan daerah dan harus memilih salah satu saja.
Ini terlihat dari apa yang disampaikan Sekretaris Disdik Pekanbaru.''Di Kemendikbud menurut mereka sah-sah saja diberikan TPP,'' kata Mujailis.
Sementara itu, di Kemenpan RB, rombongan kata dia mendapatkan masuknya bahwa tunjangan daerah serupa TPP adalah tunjangan yang tidak jelas. Ini karena sekarang tunjangan haruslah diberikan berdasarkan kinerja, sama dengan single salary.
''Kalau di Kemendagri hampir sama dengan Kemenpan RB, hanya saja mereka minta waktu. Untuk berembuk tiga kementerian untuk memutuskan diperbolehkan atau tidak. Mereka minta waktu supaya tidak salah,'' jelas Sekretaris Disdik Pekanbaru ini.
Berapa lama waktu yang diminta oleh Kemendagri, dia tak menjelaskan. Hanya saja disebutkannya Kemendagri akan memberikan jawaban tertulis setelah berembuk dengan dua kementerian yang lain. ''Intinya sesegera mungkin,'' sambungnya.
Selain Kemendikbud yang tampak tak keberatan dengan pemberian TPP, kepada Mujailis Riau Pos kemudian menanyakan apakah Kemenpan RB dan Kemendagri tegas melarang pemberian TPP pada guru sertifikasi.''Dilarang itu, mereka tidak melarang juga sebenarnya,'' katanya.
BACA JUGA: Guru Sertifikasi di Pekanbaru Ancam Mogok Mengajar
Dia menerangkan, Kemenpan RB mewanti-wanti bahwa mereka sudah diperingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tunjangan yang tidak jelas di daerah agar ditertibkan.
''Tunjangan yang tidak jelas itu nanti bermasalah. Menurut mereka seperti itu. Menurut Kemenpan RB kan tahun ini akan memberlakukan singel salary untuk seluruh ASN. Jadi tunjangan daerah juga nanti akan hilang jadi disatukan nanti, bisa saja berdasarkan kinerja guru. Itu dihitung lagi tunjangan tambahan, yang sertifikasi tetap mereka,'' jelasnya.
Sementara itu Kemendagri kata Mujailis menekankan pada pemberian TPP termasuk untuk guru besertifikasi merupakan kewenangan daerah.
''Walaupun kewenangan daerah, tergantung keuangan daerah, itu harus ada payung hukum untuk membayar. Kalau memang daerah merasa punya uang dan dasar hukum yang kuat sah-sah saja kata mereka,'' ungkapnya.
Dia melanjutkan, Kemendagri memberikan penjelasan bahwa di seluruh Indonesia pada dasarnya terjadi polemik serupa Pekanbaru.
''Seluruh Indonesia permasalahannya seperti ini, ini tunjangan yang tidak jelas ini. Karena itu perlu disepakati tiga kementerian itu. Membolehkan atau tidak membolehkan membayarnya. Dasar-dasar hukumnya,'' tutupnya.
Pemko Pekanbaru dalam penerbitan Perwako 7/2019 mendasarkan pada Undang-undang no 14/2005 tentang guru dan dosen pasal 14 bahwa guru berhak memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Lalu berdasarkan, Permendagri nomor 13/2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah pasal 39 ayat 1 , pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan pada pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan yang objektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan atas persetujuan DPRD.
Di sini dia menggarisbawahi bahwa Tambahkan Penghasilan PNS (TPP) bukan hak, namun dapat diberikan sesuai kemampuan daerah.
Selanjutnya Permendikbud nomor 10/2018tentang petunjuk teknis penyaluran tunjangan profesi , tunjangan khusus, dan tambahan penghasilan guru PNS. Pada pasal 12 ayat 1 disebutkan tambahan penghasilan diberikan pada guru PNS daerah (PNSD).
Pada ayat 2 dinyatakan guru PNSD merupakan guru yang belum bersertifikat pendidik yang memenuhi kriteria sebagai penerima tambahan penghasilan. Di pasal 20 ayat 1, guru PNSD yang terbukti menerima tunjangan yang tidak sesuai dengan peraturan menteri (permen) ini wajib mengembalikan tunjangan yang telah diterima.
Sedangkan di ayat 3 pejabat pengelola keuangan Pemda yang menyalurkan tunjangan guru PNS daerah tidak sesuai dengan permen ini diberi sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak pernah melarang pemerintah daerah, termasuk Kota Pekanbaru memberikan TPP bagi guru yang sudah menerima sertifikasi. KPK tidak pernah memberikan rekomendasi secara tertulis kepada Pemko Pekanbaru agar tidak lagi memberikan TPP bagi guru yang sudah mendapat tunjangan sertifikasi.
Sebaliknya, yang ada sesuai dengan Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi yang sudah disampaikan ke KPK, agar setiap Pemda mengimplementasikan TPP sebagai salah satu bidang/program yang didorong KPK.
Implementasi TPP ini merupakan salah satu program dalam bidang manajemen ASN yang direkomendasikan/didorong KPK yang dalam proses perencanaan dan pelaksanaannya agar mengacu kepada ketentuan yang berlaku.
Dalam perjalanannya, diskursus tentang implementasi TPP tersebut selalu muncul. Khususnya ketika dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi rutin Korsupgah di lapangan, dan sudah dijelaskan sesuai dengan Pasal 63 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 39 ayat 1 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Di mana, mengacu aturan itu Pemda ‘dapat’ memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil (PNS) daerah berdasarkan pertimbangan yang objektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. (Ali)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Teriak Guru Besertifikasi: Ayo Sweeping, Kita Cari Wali Kota
Redaktur & Reporter : Soetomo