'Bom Waktu' Rakitan SBY Mulai Aktif

Rabu, 10 Februari 2010 – 17:58 WIB
JAKARTA - Mengalirnya desakan reshuffle dan isu perpecahan koalisi, merupakan sebuah konsekuensi dari keputusan politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dipilih saat membentuk Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II"Skandal Bank Century hanya pemicu kegaduhan

BACA JUGA: Partai Golkar Minta ACFTA Ditunda

Substansi konflik politik sesungguhnya bermula dari keputusan SBY yang membangun koalisi, sementara dirinya menang mutlak dalam pilpres," kata pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, di Jakarta, Rabu (10/2).

Akibatnya, kata Yunarto, Presiden SBY harus berhadapan dengan situasi untuk memformat ulang koalisi yang sudah dibangunnya itu
"Ibaratnya, ini 'bom waktu' yang sudah mulai aktif, yang dirakit saat pilihan berkoalisi dilakukan Presiden SBY

BACA JUGA: Kerja Pansus Dinilai Mirip Sinetron

Padahal, dalam sistem presidensial, tidak dikenal koalisi permanen dalam hal menjalankan pemerintahan," ungkapnya pula.

Menurut Yunarto, keputusan SBY memilih Boediono sebagai Wapres, itu sudah mendekati prinsip sistem presidensial
Namun ternyata, keputusan itu tidak diikuti dengan membentuk kabinet profesional

BACA JUGA: Anggaran Pilkada 2010 Masih Bermasalah

"Yang terjadi adalah pembentukan kabinet 'proporsional', dengan cara membagi-bagi kursi untuk partai dengan hitung-hitungan kekuatan di parlemen," katanya.

"Ini jelas mempersulit SBY untuk mengambil sikap tegas dalam proses reshuffle kabinetPartai tidak akan rela kalau jumlah jatah kursi menterinya berkurang, apapun alasannyaMereka telah terlanjur menggunakan logika 'proporsionalitas' dalam hal bernegosiasi dengan pihak pemerintah," tambah Yunarto.

Keputusan tersebut, menurut Yunarto pula, memperlihatkan bahwa SBY tidak melihat aspek ideologi dan skala prioritas dalam hal menyusun konsep koalisi pendukungnyaKonsep yang dipakai katanya, adalah 'tampung semua' dengan tujuan mengejar kekuatan besar di parlemen'Campur-aduk' ideologi seperti ini, katanya pula, akan berpengaruh dalam penyikapan yang berbeda dalam setiap permasalahan yang muncul.

"Termasuk kasus cicak versus buaya dan skandal Bank CenturyKondisi ini berpotensi memunculkan bottlenecking (tercekik) dalam setiap upaya perancangan RUU atau kebijakan di berbagai bidang, karena pola pikir dan sikap yang berbeda," ujar Yunarto.

Selain itu, Yunarto juga berpersepsi bahwa SBY tidak memperhatikan aspek integritas dalam upaya membangun koalisinyaSecara tidak langsung katanya, banyak tertampung orang-orang partai 'bermasalah' yang akhirnya membebani koalisi itu sendiri"Hal ini berujung pada konflik internal di antara orang-orang yang bekerja dalam pemerintahannya," ujar Yunarto, sembari mencontohkan bagaimana isu mengenai 'perang dingin' antara Sri Mulyani dengan Golkar akhirnya membebani SBY sendiri(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri: Pilkada Serentak Belum Bisa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler