Bonaran Situmeang Kena Empat Tahun

Senin, 11 Mei 2015 – 18:52 WIB
Bonaran Situmeang. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Bupati Tapanuli Tengah nonaktif Raja Bonaran Situmeang divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta dalam kasus suap sengketa pilkada Tapanuli Tengah di Mahkamah Konstitusi.

Bonaran yang dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi itu juga didenda Rp 200 juta.

BACA JUGA: Pak Jokowi, Publik Anggap Menteri-Menteri Ini Seharusnya Diganti

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta. Apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama dua bulan," kata Hakim Ketua Much. Muhlis saat membacakan vonis Bonaran di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (11/5).

Menurut Muhlis, Bonaran terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair. Dalam memberikan keputusan majelis hakim memberikan pertimbangan meringankan dan memberatkan.

BACA JUGA: Lengkapi Petunjuk Jaksa, Bareskrim Limpahkan Berkas BW ke Kejaksaan

Adapun hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kemudian, perbuatan terdakwa selaku bupati yang berlatar belakang pengacara atau advokat tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dalam hal penegakan hukum yang bebas berkeadilan dan tidak pernah memihak.

Sementara, hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, terdakwa bersikap kooperatif dan menghormati jalannya persidangan, terdakwa pencari nafkah dalam keluarga, dan terdakwa sudah berjasa memajukan Kabupaten Tapanuli Tengah.

BACA JUGA: Sudah Saatnya Tenaga Perawat Indonesia Kantongi Sertifikat Internasional

Sementara hakim anggota Alexander Marwata menyatakan, uang suap disetor Bonaran ke Akil Mochtar yang kala itu menjabat sebagai Ketua MK untuk mengamankan kemenangannya berdasarkan keputusan KPU atas hasil Pilkada Tapteng pada Maret 2011.

Saat perkara permohonan keberatan sedang diproses MK, Akil selaku hakim konstitusi yang ikut memutus perkara sengketa Pilkada Tapteng menghubungi Bakhtiar Ahmad Sibarani. Dia meminta Bonaran menghubungi Akil.

Percakapan Bonaran dengan Akil soal proses persidangan sengketa Pilkada dilakukan melalui handphone Bakhtiar. Saat itu, Bakhtiar bersama Bonaran berada di Hotel Grand Menteng. Setelah itu, Akil kembali menelepon Bakhtiar menyampaikan permintaan duit Rp 3 miliar kepada Bonaran.

Jika tidak dipenuhi, Akil mengancam akan memutuskan melakukan pilkada ulang. Permintaan ini lantas disampaikan Bakhtiar kepada Bonaran dalam pertemuan di perumahan Era Mas 2000 di Pulogebang Jakarta Timur.

Pertemuan itu juga dihadiri Syariful Pasaribu, Aswar Pasaribu, Hetbin Pasaribu, dan Daniel Situmeang.

Menurut Hakim Aexander, Bonaran meminjam uang ke Arief Budiman dan Azwar Pasaribu masing-masing Rp 1 miliar untuk memenuhi permintaan Akil.

"Terdakwa telah menyetujui pemberian uang Rp 2 miliar meski diketahui jumlah uang yang ditransfer Rp 1,8 miliar," ucapnya.

Untuk tahap pertama, uang Rp 900 juta disetorkan oleh Bakhtiar dan Subur Effendi ke rekening CV Ratu Samagat pada 17 Juni 2011. Pengiriman ke rekening CV Ratu Samagat merupakan permintaan Akil.

"Meskipun Akil Mochtar tidak menerima langsung uang yang diberikan oleh terdakwa namun CV Ratu Samagat dimiliki Akil Mochtar," ujar Hakim Alexander.

Sedangkan pemberian tahap kedua Rp 900 juta dilakukan pada 20 Juni 2011. Uang ini juga dikirim ke rekening CV Ratu Samagat. "Dengan telah ditransfernya uang Rp 1,8 miliar ke CV Ratu Samagat, menurut Majelis Hakim unsur memberi atau menjanjikan sesuatu telah terpenuhi," sambung Hakim Alexander.

Pemberian uang Rp 1,8 miliar melalui Subur Effendi dan Hetbin Pasaribu ditujukan ke Akil yang ikut mengadili dan memutus permohonan keberatan Pilkada Tapteng. "Agar putusannya menolak permohonan dan pemohon dan tidak melakukan Pilkada ulang," ujar Hakim Alexander.

Setelah itu, MK melakukan rapat permusyawaratan hakim pada 22 Juni 2011 memutuskan menolak permohonan keberatan dari para pemohon.

Menanggapi putusan majelis hakim, baik Bonaran dan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pikir-pikir. Sebelumya, Bonaran dituntut jaksa dengan tuntutan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair empat bulan kurungan. (gil/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nilai Tertinggi TKD se-Sultra tak Lulus CPNS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler