Borobudur itu Mutiara...Ayolaaah

Selasa, 26 April 2016 – 14:23 WIB
Eddy Susilo. Kepala Bidang Festival Pemasaran Asia Tenggara, Kementrian Pariwisata. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

jpnn.com - WONDERFUL INDONESIA Festival dihelat tiga hari berturut-turut sejak 22 hingga 24 April 2016 di Bangkok, Thailand. 

Tujuannya untuk mengenalkan kekayaan budaya dan potensi wisata Indonesia di negeri Gajah Putih. Sejauh mana capainnya? 

BACA JUGA: Gandeng KPK Ungkap 57.724 PNS Misterius

Di penghujung festival, jurnalis JPNN.com Wenri Wanhar mewawancarai Eddy Susilo, Kepala Bidang Festival Pemasaran Asia Tenggara Kementerian Pariwisata--sekaligus pimpinan delegasi kebudayaan Indonesia ke Thailand. Berikut petikannya... 

Setelah berlangsung beberapa hari ini, apa capaian yang diperoleh?

BACA JUGA: Bertemu Fahri Tertawa-tertawa

Eddy Susilo (selanjutnya disingkat ES): Capaiannya tidak bisa diukur sekarang. Apa yang kita lakukan ini kan tahapan untuk membranding ide dan gagasan supaya diterima. Minimal ide Borobudur itu kena dulu di orang Thailand. 

Pak Menteri Pariwisata Arif Yahya tempo hari memang mengatakan bahwa ikon Wonderful Indonesia di Bangkok kali ini adalah Borobudur, candi Budha terbesar di dunia. Mengingat 90 persen penduduk Thailand beragama Budha…

BACA JUGA: Landak...Land of Dayak

ES: Makanya kami menggaet bante-bante untuk membantu. Harapannya, melalui bante itu Borobudur masyarakat Thailand semakin kenal Borobudur. Dalam strategi pemasaran, ini sudah satu kemajuan.

Hari pertama ada talkshow tentang Borobudur. Bante-bante jadi pembicara. Berbahasa Thailand. Sayangnya pengunjung tidak maksimal. Apa evaluasinya?

ES: Ada beberapa faktor. Tempat dan masyarakat. Karakter masyarakat Thailand kan cuek.

Soal tempat saya setuju. Paviliun Wonderful Indonesia menempati lantai 2 Siam Paragon, mall terbesar dan paling elit di Bangkok. Setelah keliling, ternyata lantai ini terbilang sepi bila dibanding lantai bawah…

ES: Tahun lalu pernah kita lakukan di Platinum (mall kelas menengah yang tak jauh dari Siam Paragon--red). 

Waktu itu, paviliun Indonesia dibuat di outdoor. Kita sangat eksperesif. Pintu depan dan belakangnya didisain sangat artistik. Itu ramai sekali pengunjungnya.

Dalam segi pertunjukan, penampilan para seniman Indonesia sudah baik. Mereka berhasil mencuri perhatian pengunjung yang melintas. Ini akan lebih maksimal bila ditunjang dengan disain paviliun yang juga menarik. Nah, karena ikon kali ini adalah Borobudur, kenapa disain interior secara keseluruhan seolah tidak fokus pada Borobudur? 

ES: Menghadirkan Borobudur secara persis di lokasi ini (plafonnya tidak terlalu tinggi--red) susah. Tapi kan representasi Borobudur nyata terlihat. Di sekitar panggung, ada ornamen Borobudur. Di area depan masuk paviliun juga ada replika Borobudur. 

Benar sekali. Tapi kenapa hanya songkok-songkok  candinya saja? Bukankah selain arsitekturnya yang megah, satu di antara nilai lebih Borobudur ada pada reliefnya? Relief yang mengisahkan perjalanan Sidharta Gautama pembawa ajaran Budha. Bahkan ada yang menyimpulkan Borobudur semacam "kitab suci" umat Budha dalam bentuk lain… 

ES: Pemahaman itu sudah lama. Tapi kan perlu pendalaman. Perlu kajian ilmiah yang lebih mendalam lagi. Strateginya perlu didiskusikan lagi untuk mensinergiskan semua. 

Jika capaiannya untuk menarik perhatian penduduk Thailand yang 90-an persen beragama Budha, saya kira relief-relief di dinding Borobudur yang klasik itu bisa menjadi senjata utama. Daya pikatnya akan lain. Semacam Ka'bah bagi umat Islam dan Yerusalem bagi umat Nasrani…     

ES: Menjadikan Borobudur tujuan wisata reliji seperti yang Anda katakan…Yerusalem... Ka'bah…tentu perlu kajian mendalam. Banyak pihak-pihak perlu duduk bersama. Meneliti, membahas dan merumuskannya. Masyarakat setempat juga perlu duduk bareng. Diajak ngomong.

Apakah sudah pernah dilakukan?

ES: Itu bukan kewenangan Kementerian Pariwisata.

Selentingan kabar yang pernah saya dengar, katanya ada unsur masyarakat sekitar Borobudur yang resisten bila candi itu menjadi pusat wisata spiritual umat Budha. Padahal kan Budha bukan agama yang agresif... 

ES: Borobudur itu potensi besar jika digarap dengan baik. Sepenuh hati. Akan menjadi intan.

Tapi, kalau mau melangkah digondelin, kan nggak maju-maju. Semua agama berhak untuk hidup tenang. Saling memahami. 

Borobudur itu mutiara. Ayolaaah…untuk apa kita mempertetangkan agama. Agama itu ranah hati. Kita sejahterakan rakyat dengan potensi yg ada.

Pariwisata harus melibatkan masyarakat. Dan investor yang berpihak pada masyarakat. Saling menguntungkan.

Untuk pemasaran wisata reliji Borobudur ke Asia Tenggara, dengan strategi jemput bola macam Wonderful Indonesia di Thailand kali ini, jurus apa saja yang telah dilakukan? 

ES: Sekarang masih menggandeng para bante. Di awal tadi kan saya bilang, yang kita lakukan sekarang ini adalah tahapan-tahapan untuk membranding Borobudur. Ke depannya masih ada program lagi. Bulan depan misalnya, kita kembali menggelar Wonderful Indonesia di Bangkok. Lokasinya outdoor. Di area terbuka. Itu akan lebih atraktif.  

Oh, baik. Sebetulnya apa kendala mendatangkan wisatawan dari Thailand ke Borobudur?  

ES: Belum ada penerbangan langsung dari Thailand ke Jawa Tengah. Kalau sudah ada, ide promosinya akan lebih gila.

Sekarang orang tidak mau sulit-sulit. Liburan kan umumnya tiga hari. Jumat, Sabtu, Minggu. Kalau mereka harus ke Jakarta dulu, nginap dulu, waktunya keburu habis di jalan. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kelebihan Ahok Itu...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler