jpnn.com - BATAM - Badan Pengusahaan (BP) Batam menaikkan tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) pada 18 Oktober mendatang. Dengan adanya kenaikan tarif tersebut, BP Batam akan memberlakukan lagi perizinan alokasi lahan dan perpanjangan UWTO.
Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto mengatakan kenaikan UWTO berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 148 Tahun 2016 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) BP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas tersebut, maka BP Batam sudah memiliki patokan untuk menentukan tarif baru sehingga masyarakat bisa meminta alokasi lahan lagi.
BACA JUGA: Warga Berebut Bibir Pantai Saksikan Sedekah Laut
"Betul. Untuk alokasi baru, BP Batam akan lakukan melalui mekanisme lelang elektronik. Ini juga menjamin azas keterbukaan dan tata kelola yang baik," ujar Budianto seperti diberitakan batampos (Jawa Pos Group) hari ini (9/10).
Tarif UWTO baru tidak lagi dihitung berdasarkan tarif per wilayah, namun berdasarkan tarif batas atas dan bawah. Contohnya tarif UWTO lama untuk permukiman tertinggi adalah di Nagoya dengan nilai Rp 51 ribu per meter, maka sekarang tarif UWTO untuk permukiman paling rendah adalah Rp 17.600 per meter dan termahal adalah Rp 3.416.000 per meter.
BACA JUGA: Nih, Ritual Sedekah Bumi yang Sudah Turun-Temurun
Eko mengatakan pengenaan tarif batas atas yang fantastis itu disebabkan karena ada laporan berdasarkan data Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di sejumlah tempat mencapai nilai Rp 10 juta.
"Dan bahkan berdasarkan laporan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), nilai transaksi per wilayah ada yang mencapai Rp 13 juta," ungkapnya.
BACA JUGA: Sstt...Hanya Satu Kepala Daerah Ikut Tax Amnesty
Namun, Eko belum bisa menjelaskan berapa tarif masing-masing perwilayah karena BP Batam masih menyusun kebijakan baru terkait tarif baru ini.
"Tunggu saja. Kami tidak bisa menyusun kebijakan secara sembrono. Makanya nanti akan keluar dalam bentuk Peraturan Kepala BP Batam," katanya.
Menurut Eko, kenaikan tarif UWTO berdasarkan tarif atas dan bawah ini diharapkan dapat menutup banyak ruang atau celah yang dapat dimanfaatkan calo lahan. Dukungan sistem online juga mempermudah hal tersebut. "Yang pasti era percaloan akan usai," ungkapnya.
Terkait kontra yang mengatakan seharusnya objek yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti UWTO harus dibahas lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, Eko mengatakan hal itu tidak perlu.
"Memang tidak perlu lewat jalur itu. Ibarat anda punya tanah mau disewakan, apakah anda harus lewat DPRD dulu untuk menentukan tarif sewanya?" ujarnya.(leo/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DIJUAL! Ginjal Janda Seharga Rp 200 Juta demi Sekolah Anak
Redaktur : Tim Redaksi