BP Migas Dituding Pemburu Rente

Rabu, 27 April 2011 – 22:12 WIB

JAKARTA - Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral dan Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas) diminta mengutamakan kepentingan bangsa dalam menggunakan kewenangannya terkait nasib Kontrak Production Sharing maupun pengalihan Participating Interest (PI) atas pengelolaan West Madura Offshore (WMO), yang kini masih dipegang Korea Kodeco Energy Co, Ltd.

"Wewenang yang dimiliki oleh Menteri ESDM dan BP Migas hendaknya untuk membela kepentingan nasional demi menyelamatkan sumber daya alam Indonesia hingga berpengaruh besar terhadap kesejahteraan rakyat," kata Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara kepada pers di Jakarta, Rabu (27/4).

Caranya, kata Marwan, pemerintah melalui Menteri ESDM dan BP Migas harus menyerahkan pengelolaan Blok WMO sepenuhnya kepada PertaminaJika itu dilakukan toh tidak ada satu pasal pun dari perjanjian kontrak yang dilanggar.

Pasal 28 PP No.35/2004, BP Migas memang berhak melakukan evaluasi dan rekomendasi perpanjangan PSC, dan Menteri ESDM berhak memutuskan diperpanjang atau tidaknya kontrak tersebut

BACA JUGA: Motor Matik Naikkan Permintaan Aksesoris

"Namun Pertamina adalah perusahaan milik negara yang juga mempunyai hak khusus untuk mengelola blok tersebut
Apalagi, jauh hari sebelumnya, Pertamina telah mengajukan permintaan untuk mengelola blok itu secara penuh, 100 persen," kata Marwan.

Keinginan Pertamina itu, lanjutnya, sesuai dengan tekad pemerintah yang telah mencanangkan untuk membesarkan Pertamina setara dengan Petronas

BACA JUGA: Profit Taking Kembalikan Indeks ke Level 3700

Sementara kecenderuangan Menteri ESDM dan BPMigas tidak memberikan peluang untuk Pertamina secara penuh.

"BP Migas dan Menteri ESDM bisa mengabaikan kepentingan strategis Kodeco
Lalu, mengapa pula BP Migas dan Menteri ESDM justru lebih mengutamakan kepentingan asing Kodeco dan CNOOC? Kewenangan yang dimiliki mestinya harus memihak pada National Oil Company kalau tidak ingin dicap sebagai antek asing!," tegas mantan anggota DPD itu.

Terkait pernyataan Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Investasi dan Produksi, Kardaya Warnika bahwa Pertamina meminta PI 60 persen, menurut Marwan itu adalah kebohongan publik sekaligus pemaksaan

BACA JUGA: Bebas Fiskal Angkat Load Factor Maskapai

Alasannya, katanya, secara resmi melalui surat No.475/C00000/2010/S0 tanggal 4 Mei 2010, Pertamina mengajukan permintaan untuk memiliki 100 persen saham dan menjadi operator di Blok WMO"Jadi, Pertamina tidak pernah meminta 60 persen IP," tegasnya.

Hingga April 2011, sikap resmi Pertamina masih konsisten dengan surat resmi Pertamina tanggal 4 Mei 2010"Kardaya dapat dituntut karena telah mendistorsi serta membangun opini publik yang keliru dan menyebar kebohongan dalam rangka mengamankan kepentingan asing," ujar Marwan.

Setelah kontrak WMO berakhir, kata Marwan, pemilik blok adalah negara RI, sehingga negara seharusnya memberikan hak pengelolaan kepada Pertamina selaku BUMN, yang akan lebih banyak berkontribusi terhadap pendapatan negara"Bukannya kepada pihak asing/KODECOOleh karena IRESS menilai Pertamina layak mendapatkan 100 persen IP Blok West Madura Offshore, dan seharusnya pemerintah mendukung keinginan Pertamina."

Terakhir, dia menuding kebijakan BP Migas yang menyetujui penjualan saham Kodeco dan CNOOC di Blok West Madura Offshore (WMO) masing-masing sebesar 12,5 persen kepada PT Sinergindo Citra Harapan (SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) adalah kebijakan memburu rente yang merugikan negara dan patut diduga berbau KKN.

"Persetujuan BP Migas terhadap penjualan saham Kodeco dan CNOOC di Blok WMO kepada PT SCH dan PLI merupakan kebijakan memburu rente yang merugikan negara dan patut diduga berbau KKN," tukasnya(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamina Siapkan USD 1 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler