jpnn.com, BATAM - Kritik terhadap tarif baru Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) terus mengalir. Selain dari pihak luar, evaluasi juga muncul dari internal Badan Pengusahaan (BP) Batam sendiri.
BP Batam menyebut ada beberapa tarif yang berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BACA JUGA: Sempat Jadi Tulang Punggung, Galangan Kapal Nasibmu Kini
Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto, mengatakan ada sejumlah tarif UWTO yang nilainya sama persis antara tarif perpanjangan 20 tahun dengan tarif alokasi lahan baru 30 tahun.
"BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, red) dan BPK bisa bertanya-tanya nanti," jelas Eko di Gedung Bida Marketing Batamcenter, Batam, Rabu (5/7).
BACA JUGA: Kakanpel Tunda Keberangkatan Kapal, Ratusan Penumpang Kecewa Berat
Salah satu contoh tarif yang memiliki nilai sama adalah tarif UWTO untuk sektor pariwisata. Tarif UWTO alokasi lahan baru di Batamcentre bernilai Rp 102.800 per meter persegi. Tarif yang sama persis diberlakukan untuk perpanjangan selama 20 tahun di lokasi yang sama.
Menurut Eko, tarif yang sama persis ini tidak memiliki azas keadilan. Karena nilainya sama, padahal untuk jangka waktu yang berbeda. Akibatnya masyarakat akan merugi. "Tapi karena ini perintah DK ya kami laksanakan," tegasnya seperti dikutip dari Batam Pos (Jawa Pos Group) hari ini.
BACA JUGA: Catat, Sekolah Dilarang Menjual Seragam dan Buku
Meskipun begitu, perubahan tarif UWTO ini diyakini akan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat karena nilai dan jangka waktunya juga jelas.
"Kalau kenaikan 4 persen itu berdasarkan inflasi tahunan nasional sebesar 5 persen dan itu merupakan petunjuk teknis DK," terangnya lagi.
Dia juga mengatakan bagi masyarakat yang ingin melakukan perpanjangan UWTO yang tahun jatuh temponya tidak masuk dalam kebijakan baru ini, maka akan membayar UWTO berdasarkan tarif UWTO lama. Pada dasarnya pembayaran perpanjangan UWTO dilakukan dua tahun sebelum tahun jatuh tempo habis.
Sehingga bagi masyarakat yang jatuh temponya sebelum Mei 2019, maka akan membayar tarif lebih murah. "Bagi masyarakat yang akan jatuh temponya dalam waktu dekat akan sangat menguntungkan," tambahnya lagi.
Menanggapi hal ini, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Jadi Rajagukguk mengatakan tarif yang sama persis ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum lagi. Karena masyarakat rugi 10 tahun dalam membayar UWTO.
"Kacau kebijakannya, jadi tak ada kepastian hukum," terangnya.
Menurutnya, kalangan pengusaha belum merasakan dampak positif dari berbagai kebijakan yang diterapkan BP Batam. "Semua kebijakan itu harus berdampak seluas-luasnya bagi masyarakat Batam. Itu perintah Presiden Jokowi," ujarnya.
DK dan BP Batam dianggap belum mampu membangun ekosistem perekonomian di Batam dengan baik.
"Hatanto dan Darmin (Menko Perekonomian, Darmin Nasution, red) harus bertanggungjawab soal ini. Karena tidak produktif lagi dalam mengeluarkan kebijakan yang bersahabat dengan dunia usaha," katanya. (leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oalah, Anggota Dewan Ini Malah Tertidur saat Pantau PPDB
Redaktur & Reporter : Budi