BPIP Dorong Mahasiswa jadi Garda Terdepan Implementasikan Nilai Pancasila

Sabtu, 09 September 2023 – 18:18 WIB
Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Dr Karjono mengatakan agar mahasiswa jadi garda terdepan dalam mengimplementasikan Nilai Pancasila. Foto: dok BPIP

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Dr Karjono mengatakan agar mahasiswa jadi garda terdepan dalam mengimplementasikan Nilai Pancasila di era kebijakan pemerintah "Merdeka Belajar, Kampus Merdeka" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Karjono memperkenalkan Salam Pancasila, yang digagas oleh Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri.

BACA JUGA: BPIP Optimalkan PIP dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi Lewat Kampus Merdeka

Salam itu merupakan salam kebangsaan yang diadopsi dari pekik "Merdeka" yang ditetapkan oleh Bung Karno melalui Maklumat pada 31 Agustus 1945.

“Salam Pancasila bukan pengganti salam keagamaan, melainkan sebuah salam kebangsaan yang menyatukan,” katanya saat memberikan pencerahan kepada perwakilan mahasiswa yang terpilih di Indonesia untuk mewakili wilayahnya, Kamis (7/9).

BACA JUGA: Jadi Pembicara Kunci di Sosialisasi Ideologi Pancasila di UGM, Kepala BPIP Sampaikan Hal Ini

Karjono mengingatkan tidak hanya terbatas pada kecerdasan akademis, melainkan juga mencakup bagaimana menjalani kehidupan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai panduan, termasuk nilai-nilai religius yang memberikan kekuatan dan makna dalam kehidupan.

Dia menjelaskan, kecerdasan tidak hanya terbatas pada aspek IPTEK, melainkan juga mencakup IPTAK, yang merujuk pada budi pekerti dan kecerdasan dalam dimensi religius.

BACA JUGA: BPIP Gelar PIP di Universitas Trunojoyo Madura, Ribuan Mahasiswa Antusias Mengikuti

Menurutnya, demokrasi didefinisikan sebagai bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan penting, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, didasarkan pada suara mayoritas yang diberikan oleh masyarakat dewasa secara bebas.

Hal ini mencerminkan prinsip-prinsip dasar demokrasi, kebebasan berbicara dan hak suara masyarakat menjadi inti dari sistem ini.

Dalam konteks demokrasi, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, serta hak untuk menyatakan pendapatnya. Ujarnya.

Tidak lupa, alumni S3 Universitas Padjajaran itu mencontohkan mengenai proses demokrasi dalam sejarah Indonesia.

“Saat pembentukan dasar negara dan perumusan Sila pertama Pancasila menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa," adalah contoh nyata bagaimana demokrasi digunakan sebagai alat untuk menyatukan bangsa Indonesia yang memiliki keragaman agama,” jelasnya.

Proses tersebut menunjukkan demokrasi adalah alat yang kuat untuk mencapai konsensus dan kesepakatan dalam mengelola perubahan yang signifikan dalam negara seperti Indonesia.

Dengan demikian makna Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, mempersatukan Indonesia serta bertujuan mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ujar Waka BPIP.

Karjono juga mengungkapkan keprihatinannya bahwa setelah 25 tahun pasca reformasi, masih ada yang muncul pernyataan di media sosial yang ingin berkiblat Ideologi lain dengan mengadopsi ideologi yang mirip dengan yang diterapkan di Afghanistan dan Suriah.

Dia menekankan, negara tersebut hanya memiliki satu agama, enam suku atau kurang dari sepuluh, tetapi terpecah belah, bahkan negaranya hilang atau bubar.

"Sementara Indonesia, dengan keragaman suku, ras, dan agama, tetap teguh berdiri karena memiliki Ideologi Pancasila sebagai perekat yang kuat," ujarnya.

Karjono menjelaskan setelah reformasi, ada beberapa aspek yang mengalami pelemahan. Salah satu yang sangat mencolok adalah di dunia pendidikan.

Di sisi lain lembaga yang menangani ideologi Pancasila turut dinonaktifkan. Misalnya, TAP MPR Nomor II Tahun 1978 tentang Eka Pancakarsa atau P4 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kemudian satu tahun setelahnya Lembaga BP7 dibubarkan, dan yang sangat memprihatinkan adalah penggantian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menghilangkan mata ajar atau mata kuliah Pancasila. Ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan.

"Perubahan-perubahan ini memiliki dampak yang signifikan bagi generasi muda seperti adek adek mahasiswa saat ini," tegasnya.

Terakhir, dia menyampaikan melalui program Merdeka Belajar, Kampus Merdeka yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek, mahasiswa diberikan kebebasan untuk berekspresi dan berinovasi. Ini merupakan langkah positif untuk memajukan pendidikan yang berlandaskan Pancasila.

Dia menekankan bahwa semangat ini adalah langkah konkret menuju visi "kampus benteng Pancasila."

Mahasiswa, sebagai agen perubahan masa depan, memiliki peran penting dalam mempertahankan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila di lingkungan kampus.

Dengan kebebasan berekspresi dan inovasi, mereka dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas dan kedaulatan Pancasila sebagai ideologi negara.

"Saya mengingatkan pentingnya penerapan prinsip ‘Tut Wuri Handayani’ yang artinya ‘mengatur, mengarahkan, dan membimbing’, kepemimpinan adalah tanggung jawab yang telah diatur dengan baik. Melalui kebijaksanaan, keteladanan, dan pengabdian kepada nilai-nilai Pancasila, adek-adek memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab dalam memajukan bangsa dan negara,” ajaknya. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BPIP Klarifikasi Pemberitaan Terkait Seleksi Calon Paskibraka di Sultra, Malut & Jateng


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler