BPK Tak Temukan Pelanggaran Dana

Rabu, 13 Oktober 2010 – 09:14 WIB
DUBES - Presiden SBY saat menerima surat kepercayaan empat dubes baru negara sahabat, masing-masing dari Finlandia, AS, Belanda dan Yaman, di Istana Merdeka, September lalu. Foto: Abror Rizki/Rumgapres.
JAKARTA - Hasil audit terhadap anggaran perjalanan dinas Presiden RI, sejauh ini disebut amanBadan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak menemukan penyelewengan uang negara dalam penggunaan biaya kunjungan dinas yang dikelola Sekretariat Negara (Setneg) itu.

"Kami melihat patuh-patuh saja," kata anggota BPK, Hasan Bisri, setelah ikut menyerahkan ikhtisar hasil pemeriksaan semester I/2010 BPK kepada DPR, di Senayan, kemarin (12/10).

Menurut dia, berdasar hasil pemeriksaan, pihaknya belum menemukan pelanggaran dalam pemanfaatan anggaran kunjungan presiden selama ini

BACA JUGA: Joyo Winoto Bantah Dana Kunker BPN Lampaui Presiden

Hanya, penilaian BPK tersebut tidak termasuk efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran
Misalnya, lembaga auditor keuangan negara itu tidak memasukkan penilaian jumlah delegasi yang wajar untuk dibawa setiap melakukan kunjungan, baik luar negeri maupun domestik

BACA JUGA: Napi Teroris Diawasi Khusus

"Saya kira itu adalah diskresi (kewenangan, Red) presiden
Siapa yang harus ikut itu urusan presiden," tegasnya.

Meski tidak menemukan unsur pelanggaran, BPK tetap menilai anggaran Rp 179 miliar - berdasar laporan APBN 2010 - tersebut adalah pembiayaan negara yang besar

BACA JUGA: Garuda Jamin Pemberangkatan Jamaah Haji Tepat Waktu

Menurut Hasan, biaya termahal dalam kegiatan kunjungan presiden adalah pos untuk carter pesawat.

Selama ini, sewa pesawat, terutama untuk kunjungan luar negeri, dilakukan dengan pihak maskapai PT Garuda Indonesia"Tapi, dalam hal ini, kami masih tidak menemukan ketidakpatuhan di dalamnya," tandasnya.

Dalam rencana kerja dan anggaran rumah tangga kepresidenan (RKA-RTK) 2011, anggaran kunjungan presiden sedikit meningkat daripada tahun sebelumnya, yaitu Rp 180 miliarPos anggaran tersebut meliputi carter pesawat, kunjungan presiden dan/atau ibu negara di dalam dan luar negeri, serta kunjungan tamu negara di dalam negeri.

Hasan melanjutkan, dalam pemeriksaan BPK, Setneg hanya mendapat opini perkecualian (wajar dengan pengecualian/WDP) karena dua halYakni, dalam status laporan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) Kemayoran dan Senayan"Kami melihat laporannya belum sesuai," ujarnya.

Sebab, jika mengacu ke peraturan, seharusnya pembuatan laporan keuangan dua aset milik negara yang dikelola BLU tersebut perlu dikonsolidasikan dengan kementerian/departemen yang membidangiNamun, dalam laporan yang ada, itu belum dilakukan"Seharusnya, tanpa dua satuan kerja itu, status laporan Sekretariat Negara dapat naik kelas menjadi wajar tanpa pengecualian (WTP, Red)," pungkas Hasan.

Sementara itu, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Ucok Sky Khadafi menilai, hasil temuan BPK tersebut masih belum memuaskanSebab, audit yang dilakukan BPK itu hanya sebatas audit administratifDengan demikian, lanjut dia, jika administrasi laporan penggunaannya beres, hasil penilaiannya juga baik"Audit BPK itu tanpa melihat kondisi riil di lapanganPadahal, penyalahgunaan yang paling banyak ya saat di lapangan itu," kata Ucok(dyn/c3/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Minta Purnawirawan Satu Suara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler