BPLS Makin Kewalahan Atasi Semburan Lumpur

Rabu, 10 September 2008 – 12:51 WIB

SIDOARJO - Kabar dari pusat semburan lumpur Lapindo lama tak terdengarNamun, tidak berarti lumpur sudah tidak menyembur lagi dari bekas lubang tambang yang dipicu eksplorasi migas perusahaan Grup Bakrie, Lapindo Brantas, itu

BACA JUGA: Jalur Pantura Masih Rawan Lakalantas



Bahkan, kabar terakhir sangat mengkhawatirkan
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mengaku kewalahan membuang lumpur yang meluap karena semua kolam penampung sudah penuh

BACA JUGA: Aulia Bantah Kesaksian Auditor BPK



Staf Humas BPLS Akhmad Kusairi mengatakan, sembilan kolam yang disiapkan untuk menampung lumpur semuanya sudah terisi
Bahkan, di kolam penampung terluar, yakni di bekas Perum Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS), lumpur sudah sejajar dengan permukaan tanggul

BACA JUGA: Palu Hakim Berpihak Ke Asian Agri

”Kondisi seperti ini sangat membahayakan,” kata Kusairi.

Kolam tersebut bukanlah pembuangan lumpur yang terakhir, tetapi penampunganSebab, dalam Perpres No 14 Tahun 2007 disebutkan lumpur Lapindo harus dibuang ke laut melalui Kali PorongDengan demikian, laut adalah pembuangan terakhir

Pembuangan ke laut sudah dilakukanNamun, debit air Kali Porong yang kecil menjadikan lumpur mengendap”Permasalahan muncul kembali,” ucap Kusairi yang menceritakan, akibat semua itu, warga di sepanjang Kali Porong berencana mengadakan aksi unjuk rasa hari ini

Saat ini pihaknya mengaku berada pada posisi dilematisJika lumpur ditampung, kolam tidak mampu karena kondisinya sudah penuhBila dialirkan ke kali, warga berontak”Karena lumpur hanya akan mengendap, ” jelas dia yang menyebut debit lumpur yang keluar sampai saat ini masih 100 ribu meter kubik per detikKarena tidak kunjung tersalur keluar, lumpur hitam pekat dan bersuhu panas itu hanya berputar-putar sehingga yang terdampak langsung bencana semakin luas

Sebenarnya ada langkah alternatif yang bisa dilakukan BPLS, yakni membuang lumpur ke kolam penampungan RenokenongoHanya, kolam tersebut belum sepenuhnya jadiPenyebabnya, pembangunan kolam terhalang oleh masih banyaknya warga yang bertahan meski wilayahnya sudah masuk peta”Mereka beralasan belum mendapat ganti rugi, ” katanya

Menurut Kusairi, luas kolam yang belum dibangun itu mencapai 70 hektareJika sudah terbangun tanggul melingkar kawasan itu, lumpur bisa dialirkan ke kolam tersebut”Tapi, sampai sekarang kami terkendala adanya warga yang belum menerima ganti rugi, ” ucapnya.

Plt Kepala Desa Renokenongo Subakri membenarkan pernyataan KusairiDia menyebut ada sekitar 300 warga yang bertahan di sanaMereka di antaranya belum menerima uang muka ganti rugi sepeser pun”Jadi, memilih bertahan sampai ada kejelasan soal ganti rugi, ” katanya.

Sementara itu, Dewan Pengarah Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo Jalaluddin Alham menyayangkan sikap PT Minarak, anak perusahaan Lapindo yang mengurusi ganti rugi, karena tidak segera menyelesaikan proses ganti rugi kepada warga”Biar cepat selesai, ” katanya

Jalaluddin juga menyayangkan sikap BPLS yang lambanPolitikus asal Partai Demokrat itu menyoroti tiga desa yang baru saja masuk petaYaitu, Desa Besuki sebelah barat tol, Kedungcangkring, dan PejarakanTiga kawasan di Kecamatan Jabon ini sudah sah masuk peta”Jadi, seharusnya bisa difungsikan BPLS,” katanya.

Hanya, lanjut dia, proses ganti rugi tak segera diselesaikanDiakuinya, BPLS telah bertindakNamun, dia menilainya terlalu lambanApalagi, dana untuk tiga desa tersebut diambil dari APBN P yang digedok 10 April lalu”Kalau tidak dicairkan akhir tahun ini, bisa-bisa kembali ke kas negara, jadi sia-sia,” ucap Jalaluddin

Sementara itu, Direktur Utama PT Minarak Bambang Mahargyanto mengatakan, pihaknya berkomitmen menyelesaikan persoalan ganti rugiTerkait resettlement, Bambang menyatakan tidak bisa berubahHal itu sudah dipertimbangkan dari aspek normatif hukum”Keterikatan aspek normatif itulah yang memunculkan tawaran resettlement, ” jelasnya

Normatif yang dimaksud adalah keabsahan akta jual beli hanya untuk berkas yang besertifikatYang tidak punya sertifikat diberi tawaran cash and resettlement”Yaitu, pembayaran tunai untuk bangunan, dan resettlement untuk sawah, ” katanya. (riq/nuq/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditjen Pajak Sita Ulang Dokumen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler