jpnn.com, BRASILIA - Rakyat Brasil mulai memasukkan surat suara di tempat pemungutan terdekat kemarin, Minggu (7/10). Bersamaan dengan itu, angin politik Negeri Samba berembus ke arah baru. Makin dekat dengan kebangkitan era junta militer periode 1964-1985.
Sebanyak 147 juta jiwa bakal diberi kesempatan untuk memilih pemimpin masa depan mereka mulai pukul 08.00 sampai 19.00 waktu setempat. Yang paling unggul adalah tokoh sayap kanan Jair Bolsonaro.
BACA JUGA: Tolak Capres Misoginis, Perempuan Brasil Turun ke Jalan
Dalam berbagai polling menjelang pemilu, popularitas Bolsonaro memang meroket. Kandidat partai PSL itu sangat mungkin lolos ke ronde kedua dengan 30 persen suara. Namun, yang menolaknya dalam survei yang sama mencapai 44 persen.
Bolsonaro memang sangat kontroversial. Agenda politik yang dibawa sangat bertentangan dengan rezim incumbent. Dia memuja periode junta militer yang mengatur negara dengan tangan besi. Tak jarang, dia mengusulkan agar hukuman mati diberlakukan kembali.
BACA JUGA: Ngeri, Capres Ambruk Bersimbah Darah saat Kampanye
''Brasil punya segalanya. Yang dibutuhkan adalah sosok yang bekerja untuk negara. Bukan untuk partainya,'' ujar pria 63 tahun tersebut dalam siaran langsung Facebook Sabtu (6/10) waktu tempat.
Dulu, pandangan totalitarian itu dihujat. Namun, makin banyak warga yang melirik Bolsonaro yang juga mengusung visi pemerintahan yang fokus pada pembenahan ekonomi. Bolsonaro yang sempat menjadi korban penusukan saat berkampanye pun kian populer.
BACA JUGA: Kamboja Tetap di Tangan Hun Sen
Warga yang membenci rezim Luiz Inacio Lula da Silva dan Dilma Rousseff membutuhkan antitesis. Dialah Bolsonaro.
''Brasil akan menjadi Venezuela kalau PT terpilih lagi. Saya mendukung kudeta militer kalau ternyata mereka terpilih lagi,'' ujar Geneis Correa, pendukung Bolsonaro.
Di sisi lain, Fernando Haddad kalah jauh secara popularitas. Penerus misi politik partai PT milik Lula tersebut baru memperoleh 23 persen suara saat polling. Selanjutnya, yang menolak hampir sama dengan Bolsonaro, yakni 41 persen.
Dalam kampanyenya, Haddad terus menyerang Bolsonaro. Dia menganggap bahwa keamanan negara Brasil bakal terancam jika mantan anggota kongres Brasil itu menang. Mantan wali kota Sao Paulo tersebut bahkan menyindir Bolsonaro karena tak datang ke debat capres terakhir. (bil/c22/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Erdogan Calon Diktator Baru?
Redaktur & Reporter : Adil