jpnn.com, JAKARTA - Mantan Kasubnit I Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto mengaku tidak mengantongi surat perintah atau sprin saat mengambil digital video recorder (DVR) kamera pemantau atau CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan (Jaksel) pada 9 Juli 2022.
Perwira pertama Polri itu menyampaikan pengakuannya saat bersaksi untuk Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel, Kamis (15/12).
BACA JUGA: Hakim Bandingkan Cara Ipda Arsyad Ambil DVR CCTV Kasus Ferdy Sambo dengan Beli Gorengan
Hendra dan Agus Nurpatria merupakan terdakwa perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan atas kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022.
AKP Irfan dalam kesaksiannya mengaku baru mengetahui kematian Brigadir J pada pada 9 Juli 2022 atau sehari setelah anggota Brimob itu dibunuh.
BACA JUGA: Rangkul AKP Irfan, Anak Buah Sambo Tunjuk 2 CCTV di Duren Tiga
Saat itu, alumnus Akpol 2010 tersebut sebatas mengetahui soal insiden baku tembak antarpolisi di rumah dinas Ferdy Sambo.
Selanjutnya, AKP Irfan mendapat perintah untuk mengamankan rekaman CCTV di lokasi. Dia menduga pengambilan DVR CCTV itu untuk kepentingan hukum.
BACA JUGA: Jurus Kaki Tangan Ferdy Sambo Sisir CCTV di Kompleks Polri
Jaksa penuntut umum (JPU) pun bertanya kepada AKP Irfan soal surat perintah tentang pengambilan rekaman CCTV tersebut.
“Saudara mengambil itu, kan, ada prosedur,” ujar JPU. “Sudah ada perintah kepada Saudara dari Bareskrim?” tanya jaksa kepada AKP Irfan.
Menurut Irfan, dirinya datang ke tempat kejadian perkara (TKP) kematian Brigadir J karena diperintahkan oleh AKBP Ari Cahya selaku Kepala Unit I Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim.
“Saya saat itu datang ke Duren Tiga atas perintah Kanit (AKBP Ari Cahya) saya langsung,” ujar Irfan di kursi saksi.
JPU pun menyodorkan pertanyaan lain. “Saya tanya ada surat perintah tertulis dari Bareskrim?” ucap jaksa.
“Saya tidak tahu,” jawab Irfan.
“Saudara ada memegang surat perintah dari Bareskrim untuk melaksanakan tugas itu?” tanya jaksa lagi.
“Tidak ada,” kata Irfan.
Peraih Adhi Makayasa saat lulus dari Akpol itu tampak gugup saat menjawab soal tidak danya surat perintah tertulis tentang pengambilan rekaman CCTV.
Jaksa pun menegaskan soal urgensi surat perintah untuk melaksanakan penyitaan.
“Itu (surat perintah, red) yang penting, penting sekali,” kata jaksa.
Namun, AKP Irfan mengaku tidak memiliki kewenangan soal surat perintah itu.
“Itu (surat perintah) kewenangan Kanit saya,” dalih AKP Irfan.
JPU kembali bertanya apakah ada surat perintah yang diterbitkan belakangan setelah AKP Irfan mengambil DVR CCTV.
“Adakah surat perintah? Ada (atau) tidak?” tanya jaksa.
“Tidak ada,” jawab Irfan.
“Sampai hari ini ada surat perintah?” tanya jaksa.
“Tidak ada. Biasanya surat administrasi,” kata Irfan.
Saat Irfan belum tuntas menjelaskan, majelis hakim menukasinya dengan pertanyaan.
“Yang ditanya ada surat perintah (atau) tidak?” tanya hakim.
“Tidak ada,” jawab polisi yang juga menyandang status terdakwa obstruction of justcice kematian Brigadir J itu.(cr3/jpnn.com)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi