jpnn.com, JAKARTA - Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri memuji lukisan-likisan lama yang menjadi koleksi Istana Negara. Sebab, ada orisinalitas dan keindahan dalam lukisan-lukisan itu.
Megawati mengatakan hal itu ketika menyaksikan pameran bertitel Senandung Ibu Pertiwi yang memajang lukisan koleksi Istana Kepresidenan di Galeri Nasional, Kamis (10/8). Megawati yang didampingi Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Dwi Ria Latifah mengatakan, pelukis zaman dahulu melukiskan berbagai hal mendekati karakter asli obek yang dilukis.
BACA JUGA: Pameran Lukisan Koleksi Istana Mengantar Bu Mega Mengenang Masa Belia
Putri Proklamator RI Bung Karno itu lantas mencontohkan lukisan perempuan desa yang memang sangat sesuai dengan penampilan maupun karakter asli Indonesia. Hal itu juga menunjukkan kuatnya identitas perempuan Indonesia.
"Ini seperti identitas. Kalau dulu gambar wanita sesuai dengan sosoknya. Kalau sekarang terlalu dipoles. Aslinya biasa saja tapi gambarnya terlalu cantik," ujarnya.
BACA JUGA: Istana Pastikan Setnov Tak Bacakan Teks Proklamasi, Ini Penjelasan Bang Johan
Megawati yang dalam kesempatan itu dipandu Kepala Kurator Galeri Nasional Asikin Hasan menambahkan, lukisan-lukisan koleksi Istana Negara menjadi bahan renungan bagi generasi muda untuk bisa melihat kekayaan Indonesia melalui seni lukis. Dia juga menyayangkan pelukis yang hanya mementingkan tren sehingga asal melukis tanpa menyertakan rasa di dalam lukisannya.
“Padahal sebenarnya dalam seni lukis dalam bahasa Jawa ada namanya rasa. Itu sekarang tak ada lagi," jelasnya.
Ketua umum PDI Perjuangan itu mengatakan, rasa dalam bahsa Jawa memang sulit dipaparkan dengan kata-kata. Meski sulit diterjemahkan, sambungnya, rasa dalam budaya Jawa justru mewarnai kehidupan dan peradaban.
BACA JUGA: Ayam Goreng plus Gudeg Jadi Penyambung Silaturahmi Bu Mega dan Hamzah Haz
"Saya lihat mentally, jiwa, rasa bangsa (nasionalisme, red) kita berkurang. Saya tak bisa menerjemahkannya dalam bahasa Indonesia. Bagaimana menjawab pertanyaan piye rasamu (bagaimana rasa kebangsaanmu, red)?” tuturnya.
Megawati lantas mencontohkan lukisan Pantai Flores karya Basuki Abdullah. Karya ini dibuat berdasar lukisan cat air Presiden Sukarno saat dalam pengasingan di Ende.
Ada pula lukisan Harimau Minum karya Raden Saleh. “Sudah tua jadi memang harus dijaga baik-baik," ujar Megawati mengomentari lukisan tertua yang dipamerkan.
Kemudian, Megawati terlihat begitu cermat mendengarkan penjelasan dari kurator mengenai lukisan Keluarga Tani karya Koesnan. Lukisan yang menggambarkan keluarga sederhana khas Indonesia ini merupakan hadiah dari Gubernur Akademi Angkatan Laut R.S Subijakto pada tahun 1962.
Dalam pameran itu juga dipajang salinan lukisan Perkawinan Adat Rusia karya Konstantin Egorvick Makovsky. Lukisan dari abad 19 itu menjadi koleksi Istana Bogor.
Lukisan itu hadiah rakyat Rusia untuk Bung Karno. Lukisan itu diserahkan Nikita Khrushchev saat masih memimpin Uni Soviet.
Namun, lukisan aslinya tidak dipamerkan karena berbagai alasan teknis dan keamanan. Sebab, ukuran lukisannya mencapai 295 x 450 senti. Selain itu, lukisan aslinya juga sudah berusia lebih dari 125 tahun sehingga kondisinya sangat rentan.
Kepala Kurator Asikin Hasan mengatakan, dalam pameran ini ditampilkan hasil karya tahun 1930-an hingga tahun 1960-an yang merupakan potret dari kondisi masyarakat di kala itu. Pameran digelar selama sebulan mulai 1 hingga 30 Agustus 2017.
Sedangkan Asikin mengatakan, lukisan menunjukkan tradisi. Bahkan, dari lukisan pula identitas sebuah bangsa diketahui.
"Lukisan juga menunjukkan tradisi. Misalnya kebaya yang sejak zaman Bung Karno sudah jadi identitas perempuan Indonesia. Mengukuhkan sebuah identitas bangsa," imbuhnya.(ysa/rmol/jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wahai Mas Arief Poyuono, Ini Ada Pesan dari Mbak Puan
Redaktur & Reporter : Antoni