Budi Waseso: Tidak Boleh Impor Pangan, Tetapi Ekspor

Senin, 29 April 2019 – 11:21 WIB
Budi Waseso. Foto: Miftahulhayat/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan, stok beras saat ini lebih dari cukup. Ketersediaannya lebih dari dua juta ton.

Pria yang karib disapa Buwas itu memproyeksikan cadangan beras hingga akhir tahun tidak akan kurang dari tiga juta ton.

BACA JUGA: Stok Bulog Aman untuk 7 Bulan, Semoga Harga Beras Tidak Naik

’’Kami akan memaksimalkan penyerapan gabah dan beras di dalam negeri. Sampai akhir 2019 kita tidak akan perlu lagi impor beras,’’ paparnya, Minggu (28/4).

BACA JUGA: Kadin Apresiasi Capaian Investasi dan Ekspor Pangan

BACA JUGA: Stok Bawang Putih Aman, Bulog Tak Perlu Turun Tangan

Buwas mengungkapkan, Bulog sedang berupaya membuktikan bahwa Indonesia akan surplus beras. Beras pun akan bisa menjadi komoditas ekspor unggulan.

”Kita punya kedaulatan pangan. Soal pangan, kita tidak boleh impor, tetapi ekspor,” tegasnya.

BACA JUGA: Stabilkan Harga, Tambah Suplai Bawang

Tahun ini, Bulog menargetkan penyerapan 1,8 juta ton gabah dan beras dari petani. Tahun lalu, Bulog mengantongi izin impor beras dari Kementerian Perdagangan untuk mendatangkan sekitar 2,25 juta ton.

Alasan saat itu adalah stok cadangan beras Bulog hanya sekitar 900 ribu ton.

Selain harga beli gabah yang mahal, panen tahun lalu sedikit. Akibatnya, stok cadangan beras Bulog sangat minim.

Kali ini, Buwas menargetkan ekspor. Untuk itu, Bulog mendorong segenap jajarannya melakukan inovasi produk.

Dengan demikian, Indonesia bisa menghasilkan beras berkualitas yang mampu bersaing dengan produk negara-negara lain.

’’Saya berkoordinasi dengan menteri pertanian untuk menyerap dan memproduksi beras berkualitas. Kami membangun teknologi untuk meningkatkan kualitas beras,’’ paparnya.

Tanpa peningkatan kualitas, menurut Buwas, beras dalam negeri tidak akan bisa bersaing dengan produk mancanegara.

Selain kualitas, tantangan lain adalah regulasi.  Assyifa Szami Ilman, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), mengatakan bahwa wacana ekspor beras medium bisa bertabrakan dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2018.

’’Saat ini, ekspor beras medium belum boleh. Hanya beras premium atau khusus yang boleh diekspor,’’ terangnya.

Untuk mengekspor beras, lanjut Ilman, Indonesia perlu menyesuaikan kualitas produknya dengan kebutuhan pasar internasional.

Bank Dunia mengatur jenis-jenis beras dengan derajat pecahan tertentu sebagai standar dunia.

Karena itu, selain menyesuaikan dengan standar internasional, Indonesia harus bisa mencari pasar.

’’Dua opsi tersebut butuh waktu yang tidak singkat,” jelasnya.

Menurut Ilman, saat ini potensi surplus beras Indonesia baru bisa dimanfaatkan sebagai alat diplomasi.

Khususnya ke negara-negara yang sedang mengalami bencana atau ke negara-negara yang berpotensi menjadi pasar beras Indonesia di masa depan.

Menjadikan beras sebagai instrumen diplomasi adalah hal yang baik dan dapat membuka celah peningkatan hubungan dengan negara-negara tersebut.

’’Selain itu, perlahan dapat menjadi salah satu strategi untuk memperkenalkan beras Indonesia ke negara lain. Tentunya diiringi revisi aturan dan penyesuaian standar kualitas beras,” papar Ilman.

Menurut dia, untuk rencana ekspor, Indonesia perlu mencermatinya dengan lebih serius. (agf/c17/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bulog Kaltimra Baru Serap 4 Ribu Ton Gabah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler