jpnn.com - Tak seperti praktisi politik lainnya, Budiman Sudjatmiko lebih nyaman menyebut dirinya sebagai manusia politik, bukan politikus. Kenapa demikian? Karena bagi Budiman, politikus hanya berbicara soal kekuasaan dan bagaimana merebutnya. Sementara manusia politik akan memulai aktifitasnya dari ide dan gagasan.
Seorang manusia politik mampu menyanggah gagasan orang lain dan tentu saja melahirkan ide dan gagasan baru. Selanjutnya bisa mencium air mata dan keringat rakyat dalam artian bergaul Bersama masyarakat.
BACA JUGA: Pendapat Budiman Sudjatmiko soal Ahok Calon Kepala Badan Otorita IKN
Manusia politik menempatkan kekuasaan dan kehendak untuk berkuasa pada urutan terakhir. Kekuasaan hanya alat dalam mewujudkan ide dan gagasan besar yang dimilikinya.
Konsep ini dilakui oleh Budiman sendiri. Gagasannya tentang bagaimana menegakkan demokratisasi sejak zaman orde baru hingga sekarang tak pernah menyusut diperjuangkan. Bermula dia harus melakukan bunuh diri kelas dengan mengadvokasi petani dan buruh yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mulai Ngawi hingga Kedung ombo tak luput diperjuangkannya.
BACA JUGA: Dandhy Laksono Ditangkap Polisi, Ini Kabar Terbaru dari Budiman Sudjatmiko
Kurang lebih 4 tahun lamanya, Alumni Harvard School ini hidup merasakan detak jantung masyarakat terpinggirkan dalam memperjuangkan hak-hak sosial, ekonomi dan politiknya.
Keresahan tentang kebebasan dan penegakan hak-hak warga negara diwujudkannya dalam bentuk organisasi Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada tahun 1994. Orde baru saat itu menuduh, bahwa PRD merupakan keberlanjutkan PKI yang harus ditumpas. Makanya, hidup Budiman dipenuhi berbagai terror dalam berbagai level. Mulai penyiksaan di penjara hingga terror terhadap keluarganya. Rumah orang tuanya di Cilacap pun pernah diledakkan dengan sebuah bom berskala rendah. Beruntung, tidak ada korban nyawa saat itu.
BACA JUGA: Budiman Sudjatmiko: Anak Muda Harus jadi Bagian Pemerintahan Desa
Setelah Orde Baru tumbang, Budiman melabuhkan pilihan perjuangannya menjadi manusia politik di PDIP. Lalu pada tahun 2009 terpilih menjadi anggota legislatif. Di saat kekuasaan telah ada di tangan, dia lantas tidak mengubah haluan perjuangannya. Budiman setia di garis rakyat. Melalui rangkaian pengalaman bersentuhan dengan masyarakat desa, dia menginisiasi adanya Undang-undang Desa.
Budiman menyadari bahwa untuk membangun Indonesia harus di mulai dari desa. Sebab 70 persen masyarakat Indonesia berdiam di desa. Jika penduduk desa sejahtera dan Makmur, maka itu menjadi indikasi kemajuan bangsa.
Gagasannya membuat UU Desa tidak semulus yang dibayangkan. Banyak yang mencibirnya bahkan beberapa fraksi di DPR sempat menolak. Namun dengan tekad dan argumentasi yang logis, akhirnya menuai hasil juga. UU Desa disahkan pada tahun 2014, di akhir periode pertamanya di parlemen.
Hingga saat ini, masyarakat desa sudah bisa menikmati hasil perjuangan Budiman Sudjatmiko. Selama pemerintahan Jokowi, desa menjadi anak emas pembangunan. Bukan hanya dana yang digelontorkan tapi berbagai fasilitas juga diberikan. Setidaknya, cita-cita Budiman agar desa bisa menentukan sendiri arah pembangunannya telah terwujud. Tinggal, bagaimana memberdayakan mereka.
Salah satu langkah pemberdayaan yang kembali digagas Budiman Sudjatmiko adalah menggagas innovator 4.0. Wadah yang menghimpun para pandit-cerdik cendekia dalam melakukan inovasi berbasis kemajuan teknologi. Hal ini terkesan sangat modern dan jauh dari realitas.
Akan tetapi Budiman berhasil memangkas jarak tersebut. Melalui Innovator 4.0, ia mengupayakan bagaimana desa bisa berdaya dengan bantuan teknologi. Produk pertanian, perkebunan dan perikanan Badan Usaha Milik Desa (BUmdes) bisa dipasarkan melalui mechine learning dan artificial intelegent.
Menjadi seorang politisi hari ini sangatlah gampang, cukup bermodal koneksi, maka kartu anggota partai sudah bisa dijejer di dompet. Tapi menjadi manusia politik, harus besar di perpustakaan lalu hidup di jalanan. Dan itu sudah dilakukan oleh seorang Budiman. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil