jpnn.com - JAKARTA - Surat edaran KPU RI yang memerintahkan pembukaan kotak suara di sejumlah kabupaten/kota disayangkan.
Menurut pakar hukum tata negara Margarito Kamis, seharusnya KPU membiarkan kotak suara tetap tersegel hingga sampai ke tangan Mahkamah Konstitusi (MK).
BACA JUGA: Tiga Surat Edaran KPU Diduga Salahi Aturan
Surat edaran yang dimaksud memerintahkan agar kotak suara dibuka untuk mengambil formulir model A4 PPWP, A5 PPWP, A PPWP, fotokopi pendukung DPKTB, dan model C7 PPWP.
Margarito mengatakan, surat edaran itu justru menguatkan dugaan adanya konspirasi KPU untuk mendukung salah satu kubu calon presiden (capres).
BACA JUGA: Kotak Suara Dibuka, Formulir C1 Diserahkan ke KPU
"Ini justru menguatkan ke masyarakat dan hakim ada ketidakberesan dalam pemilu yang dilakukan oleh KPU. Ada keberpihakan terhadap salah satu pasang kubu capres," kata Margarito kepada wartawan di Jakarta, Jumat (1/8).
Margarito menjelaskan, tindakan KPU yang membuka kotak suara untuk barang bukti di MK, merupakan tindakan tidak layak dan tidak profesional karena melanggar undang-undang. Pasalnya, setelah rekapitulasi, surat suara harus tetap berada di dalam kotak suara yang tersegel.
BACA JUGA: Ingatkan KPU Hentikan Pembukaan Kotak Suara
"Kotak suara bakal dijadikan sebagai alat bukti di MK. Dan kotak suara itu harus dihadirkan di sidang MK. Itu tidak etis bila dibuka oleh KPU. Apa yang dicari KPU?" ujarnya.
Margarito pun mengimbau agar KPU mematuhi aturan hukum. Ia juga mengingatkan agar tindakan KPU tidak terkesan mendukung salah satu pasangan capres.
"Mestinya tunduk saja pada hukum dan dibuktikan di pengadilan," tandasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah 7 Situs Portal Berita Palsu
Redaktur : Tim Redaksi