Bukan Pindad! Inilah Kisah Pabrik Senjata Pertama...

Minggu, 20 September 2015 – 13:13 WIB
PT PAL di Ujung, Surabaya. Dari bekas galangan kapal terbesar di Asia ini, perkakas dan ahli-ahli didatangkan untuk mendirikan pabrik senjata pertama milik angkatan perang Indonesia. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

jpnn.com - BANYAK orang mengira Pindad adalah pabrik senjata pertama milik Indonesia. Padahal tidak! 

-------
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
-------

BACA JUGA: Dari Belanda ke Jepang, Galangan Kapal Terbesar Itu Dikuasai Republiken

Affandi bergerak cepat. Dia memerintahkan anggota PAL mengeluarkan barang-barang di Ujung. Mulai dari pakaian, makanan, onderdil, dan terutama senjata.

“9000 anggota PAL digerakkan Pak Affandi,” kata Ing Wibisono, sebagaimana dilansir dari dokumen arsip sejarah PAL, Dinas Penerangan Angkatan Laut Republik Indonesia.

BACA JUGA: Galangan Kapal Terbesar di Asia Itu Direbut Jepang

PAL singkatan dari Penataran Angkatan Laut. Organisasi ini didirikan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh bekas pekerja galangan kapal terbesar di Asia, yang berlokasi di Ujung, Surabaya. 

Sekadar mengingatkan, galangan kapal ini dirintis oleh Gubernur Jendral Van Der Capellen (1778-1848) sejak 1822 dan diresmikan pada 1939 dengan nama Marine Establishment (ME). Semasa pendudukan Jepang namanya berganti Nagamatsu Butai dan lalu Kaigunse 21-24 Butai.

BACA JUGA: Digertak Jepang, Galangan Kapal Terbesar di Asia itu Ditutup Belanda

Pak RT PAL

Ing Wibisono yang ketika itu menjabat kepala perlengkapan dan pergudangan PAL menceritakan, “Pak Affandi memang memerintahkan mengeluarkan barang. Semua barang-barang ini harus diselamatkan. Mulai dari mesin tulis sampai alat-alat berat kita keluarkan. Begitu perintahnya.”

Siapa Affandi? “Jabatan yang dipegang Pak Affandi sangat banyak sekali. BBI AL (Barisan Buruh Indonesia Angkatan Laut), TKR, semua Pak Affandi yang pimpin...istilahnya dia itu Pak RT PAL. ”

Seminggu sebelum Affandi memberi perintah agar barang-barang di Ujung, Surabaya dipreteli dan dikeluarkan, dia terlebih dahulu memberi perintah supaya membentuk Angkatan Laut.

“Ternyata apa yang jadi perintah Pak Affandi itu benar. Seandainya kita tidak bergerak menyelamatkan barang-barang itu, bisa jadi anak-anak PAL berantakan. Dengan adanya aktivitas yang dikerjakan, kita jadi punya wadah. Dan hasilnya ternyata bermanfaat sekali bagi perjuangan,” kata Ing Wibisono. 

Mengeluarkan barang-barang dari Ujung bukan perkara mudah. Berat betul. "Dalam masa perjuangan itu, ada larangan bagi laki-laki keluar dari Surabaya. Aturan itu sudah menjadi kesepakatan bersama rakyat Surabaya untuk berjuang mempertahankan wilayah," tulis buku Jejak Intel Jepang.

Menyiasati itu, buruh-buruh PAL membentuk panitia persiapan mengeluarkan barang-barang.

Setelah dipersiapkan dengan matang, akhirnya berhasil. Selain barang-barang, panitia juga bertugas mengeluarkan para pekerja PAL, terutama tenaga ahli.

“Susah payah mengeluarkan (barang-barang dari Ujung) tapi toh berhasil,” Ing Wibisono mengenang suka duka saat itu.

Pada Oktober 1945, Belanda datang ke Surabaya membonceng Sekutu. Mereka ke Ujung. Bukan main kagetnya mereka mendapati perkakas milik ME di Ujung telah raib.

Produksi Senjata

Barang-barang itu ditempatkan di sejumlah bangunan bekas pabrik gula yang dinilai aman dan jauh dari radar tentara Sekutu. Dari beberapa pabrik itulah, orang-orang PAL yang latarbelakangnya teknisi memproduksi senjata.

Berbekal perkakas dan teknisi dari Ujung, anak-anak PAL mendirikan tiga pabrik:

Pertama, Tulungagung, Mojopanggung (sekarang pabrik gula Mojopanggung). Di pabrik ini, mulai 1946 para teknisi PAL memproduksi senjata karaben, mitraliur kecil, luplup mitraliur, kakidanto beserta pelurunya dan mortir.

Orang yang bertanggungjawab di pabrik ini bernama Ruslani. Di sini juga mereparasi, membuat laras dan handel kayu. Bengkel khusus reparasi kendaraan di Tulungagung dipimpin Mustadjab.

Kedua, Karang Sari, Blitar. Alat-alat di sini cukup lengkap untuk memproduksi dan mereparasi segala jenis senjata. Bisa juga bisa membuat detonator. Selain senjata, mereka juga memproduksi pakaian untuk Angkatan Laut.

Ketiga, Pare, Kediri. Peralatan di daerah ini mampu membuat penyemprot/penyembur api, granat api. Pabrik ini dipimpin seorang ahli torpedo bernama Suwardi.

Bung Karno Datang

"Untuk mengatur tiga pabrik dan bengkel senjata tersebut, Affandi berkedudukan di Blimbing," tulis buku Jejak Intel Jepang

Anak-anak PAL tidak hanya mengurus alat-alat berat untuk produksi senjata, mereka juga mengurus kapal laut dan peralatannya. 

Sewaktu keluar dari Ujung, kapal-kapal didistribusikan ke Probolinggo, Sumenep, dan Banyuwangi. Kalau ada kapal yang rusak di wilayah-wilayah itu, ahli dari PAL dikirim untuk memperbaiki.

Pada 1947, Sukarno datang ke Mojopanggung atas undangan Affandi. Sukarno heran, dalam sekejap telah siap pabrik senjata, tidak hanya bengkel.

Membaca arsip dokumen sejarah PAL, koleksi Dinas Penerangan Angkatan Laut Republik Indonesia, tergambar bahwa Affandi bukan tipikal orang yang tinggi hati, yang ingin mengedepankan perannya di zaman berjuang. 

Pada satu bagian, dengan rendah hati Affandi menceritakan, ide mendirikan pabrik senjata itu sebenarnya atas masukan dari Tomegoro Yoshizumi, kepala intel di kantor Laksamana Maeda yang dibaiat menjadi Indonesia dan diberi nama Arif, oleh Tan Malaka. 

(baca: Sejarah Monumen Soekarno di Pusat Kota Jepang)

“Saya punya orang pintar. Seorang opsir tinggi Jepang yang ikut sama saya. Dia yang memberi masukan kepada saya dalam perjuangan. Termasuk letak pabrik-pabrik yang tidak dapat dikuasai musuh. Pendapat Jepang itu betul. Lama kita dapat bertahan,” kata Affandi.

Pindad?

Ya, itulah senarai kisah singkat berdirinya pabrik senjata pertama yang dimiliki angkatan perang Indonesia. 

Lantas bagaimana dengan Pindad? Begini ceritanya...

Pada 1908, Belanda membangun Artillerie Constructie Winkel di Surabaya. Dalam perjalanannya, bengkel peralatan militer ini berkembang menjadi sebuah pabrik dan namanya diubah menjadi Artillerie Inrichtingen. Pabrik tersebut dipindahkan ke Bandung pada 1923. 

Ketika Jepang berkuasa (1942-1945) pabrik senjata Belanda itu diambil-alih dan diganti namanya menjadi Dai Ichi Kozo. 

Pada 1947, saat Belanda yang datang membonceng Sekutu berhasil merebut Jawa Barat, pabrik itu direbut kembali dan namanya diganti menjadi Leger Productie Bedrijven. Sampai sejauh ini, pabrik ini masih punya penjajah.

Barulah pasca pengakuan kedaulatan kemerdekaan Indonesia, 27 Desember 1949, pabrik itu diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Persisnya 29 April 1950. 

(Baca: Sejarah Galangan Kapal Terbesar Di Asia (1)Ketika Gubernur Jendral Van Der Capellen Memilih Surabaya…)

(Baca: Sejarah Galangan Kapal Terbesar Di Asia (2)Digertak Jepang, Galangan Kapal Terbesar di Asia itu Ditutup Belanda)

(Baca: Sejarah Galangan Kapal Terbesar Di Asia (3)Galangan Kapal Terbesar di Asia Itu Direbut Jepang)

(Baca: Sejarah Galangan Kapal Terbesar Di Asia (4)Dari Belanda ke Jepang, Galangan Kapal Terbesar Itu Dikuasai Republiken)

Mula-mula pemerintah Indonesia memberinya nama Pabrik Senjata dan Mesiu (PSM). Pada 1962, PSM dikelola oleh Angkatan Darat dan diubah namanya menjadi Perindustrian Angkatan Darat, disingkat Pindad. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketika Gubernur Jendral Van Der Capellen Memilih Surabaya...


Redaktur : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler