Bukti Kasus Dua Guru JIS Dinilai Sangat Lemah

Kamis, 30 Oktober 2014 – 18:15 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Penasehat Ahli Kapolri Choirul Huda berharap pihak kepolisian cermat dalam menggali bukti-bukti untuk menjerat dua guru di sekolah Jakarta International School (JIS) dalam kasus dugaan kekerasaan seksual di sekolah itu.

"Kepolisian dalam upaya untuk mendapatkan keterangan korban tidak dapat dengan mengarahkan atau mengkonfirmasi. Jadi harus murni apa yang dikatakan korban. Oleh karena itu harusnya didampingi psikolog anak serta melibatkan perwakilan dari pihak tersangka dalam proses tersebut," kata Choirul Huda kepada wartawan menanggapi keputusan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta yang menerima berkas dua guru JIS untuk dilanjutkan ke penuntutan (P21), Kamis (30/10).

BACA JUGA: Tanpa Ical, 7 Calon Ketum Golkar Bahas Jadwal Munas

Jika penggalian bukti dipaksakan, maka kejaksaan akan semakin kesulitan untuk melakukan pembuktian dalam kasus JIS ini.

Ada beberapa hal yang membuat kasus ini tidak layak untuk dilanjutkan ke fase penuntutan. Pertama, kesaksian korban yang masih anak-anak tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti keterangan saksi. Pasalnya sesuai dengan KUHAP keterangan anak yang belum cukup 15 tahun atau belum pernah kawin diperbolehkan tanpa dilakukan sumpah. Sementara sebuah alat bukti berasal dari keterangan saksi yang disampaikan dibawah sumpah.

BACA JUGA: Artha Meris Bantah Tuduhan Menyuap Rudi

Kedua, keterangan anak-anak seringkali berubah-ubah. Selain itu keterangan anak tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti jika dalam memperolehnya dilakukan dengan metode konfirmasi.  Oleh karena itu untuk mendapatkan keterangan yang benar  dan bisa dijadikan sebagai alat bukti, maka polisi harus melibatkan psikolog untuk mendampinginya.

Choirul pun meminta pihak Kepolisian tidak menggunakan bukti-bukti yang digunakan untuk menjerat para pekerja kebersihan. Sebab keterangan korban mengenai waktu dan tempat kejadian sering berubah-ubah. Dengan demikian tidak bisa menjadi acuan dalam menyusun tuntutan.

BACA JUGA: Agung Minta Ical Berhenti Intimidasi Pengurus Golkar di Daerah

Keterangan orangtua korban MAK, lanjut Choirul, juga tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti. Pasalnya sebagai saksi maka ia harus mendengar, melihat dan mengalami sendiri kejadian itu. Oleh karena itu keterangan ibu korban tidak memiliki kekuatan hukum. Hal yang sama juga berlaku terhadap keterangan yang diberikan orang lain. Informasi tersebut tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti.

"Kepolisian harus memiliki keahlian yang tinggi dalam menangani kasus JIS. Tuntutan harus dengan bukti yang kuat bukan dengan mengarahkan supaya para tersangka mengakui perbuataannya dalam menyusun BAP," tandas Choirul.

Dihubungi terpisah anggota Komisi Kejaksaan, Kamilov Sagala menegaskan bahwa proses penanganan kasus JIS sudah salah sejak awal. Para pekerja kebersihan JIS yang dijadikan tersangka dengan tuntutan diatas 5 tahun tidak didampingi kuasa hukum. Akhirnya yang terjadi salah satu pekerja kebersihan meninggal saat masih penyidikan dan 5 terdakwa mengalami penyiksaan.

"Jika ada pengacara yang mendampingi pekerja kebersihan itu, tidak mungkin akan muncul tindak kekerasan selama penyidikan. Jaksa harus ekstra hati-hati menangani kasus ini karena fakta persidangan dan bukti-buktinya lemah," tegas Kamilov, Kamis (30/10).

Patra M. Zen, Kuasa hukum Virgiawan Amin, satu dari lima petugas kebersihan JIS yang telah dijadikan terdakwa, menilai kasus ini sangat lekat dengan unsur rekayasa.

"Karena itu publik dan media bersama pengadilan harus benar-benar terlibat untuk bisa mengungkap fakta yang sesungguhnya terjadi. Jangan sampai orang kecil seperti petugas kebersihan ini dikorbankan untuk kepentingan uang," tegasnya. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hendra Mengaku Didandani Jaksa Supaya Terlihat Seperti Direktur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler