Buku Narasi Mematikan, Ungkap Transformasi Pendanaan Aksi-Aksi Terorisme

Jumat, 28 Juli 2023 – 15:38 WIB
Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail penulis buku "Narasi Mematikan: Pendanaan Teror di Indonesia" yang resmi diluncurkan di Universitas Paramadina Jakarta. Foto dok. NHI

jpnn.com, JAKARTA - Kajian tentang terorisme dan keterkaitannya dengan pendanaan masih belum banyak diekspos ke permukaan.

Padahal masalah pendanaan ini sangat penting diketahui untuk mencegah terjadinya tindak pidana terorisme di masa depan.

BACA JUGA: Ariawan Gunadi Masuk Buku MURI, Guru Besar Hukum Bisnis Termuda

Hal itulah yang menjadi pijakan pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, dalam menulis buku 'Narasi Mematikan: Pendanaan Teror di Indonesia' yang resmi diluncurkan di Universitas Paramadina Jakarta, Kamis (27/7). 

Dalam buku karyanya yang kedua ini, Noor Huda menceritakan bagaimana kelompok-kelompok teroris dalam mencari pendanaan untuk melakukan aksi-aksi mereka ternyata telah mengalami transformasi. 

BACA JUGA: Dewi Tenty Luncurkan Buku ke-5, Urai Benang Kusut Perkoperasian

Tidak hanya merampok, kini kelompok-kelompok tersebut juga memperoleh pendanaan melalui jalur-jalur formal seperti mendirikan LSM, yayasan, lembaga pendidikan, serta memakai teknologi baru seperti cryptocurrency.

"Dari sini ternyata terjadi pergeseran strategi, dan narasi telah menjadi unsur penting untuk mendapatkan pendanaan tersebut," kata Huda yang kini aktif sebagai visiting fellow di RSIS, Nanyang Technological University (NTU), Singapura. 

BACA JUGA: Keren, Dosen Nusantara Berkolaborasi Menyusun Buku Ajar

Huda menekankan bahwa tujuan diterbitkannya buku ini adalah untuk menciptakan kesadaran bagi para pemangku kepentingan agar memperhatikan isu ini secara serius.

Alumnus Monash University, Australia ini melihat sudah banyak pemangku kepentingan yang menangani isu terorisme, mulai dari Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Sosial hingga Kementerian Luar Negeri, tetapi koordinasi antarinstansi tersebut kurang terjalin dengan baik.

"Saya berharap buku ini bisa menciptakan institutional memory di masing-masing lembaga tersebut, sehingga ketika seorang pejabat digantikan orang lain transfer knowledge-nya bisa lebih lancar," tambahnya.

Di samping itu, melalui bukunya tersebut Huda juga mendorong adanya desentralisasi penanganan pencegahan terorisme.

Dia melihat selama ini penanganan isu-isu terorisme terlalu Jakarta-sentris. 

"Saya melihat pengetahuan antara pusat dengan daerah sangat jomplang. Padahal banyak dari kasus terorisme lahir di daerah-daerah," ujar Noor Huda.

Dia juga berharap adanya kesiapan masyarakat (community preparedness) di Indonesia menghadapi fenomena terorisme.

Dia mengutip data dari World Giving Index 2022, Indonesia menjadi negara dermawan nomor wahid di dunia. 

"Tak terhindarkan, kedermawanan ini menjadi celah yang dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan mereka," kata Huda.

Ditambahkannya penggunaan narasi berkembang dan tumbuh subur bersama meluasnya kepemilikan telepon pintar sejak awal 2000-an.

Sebagai salah satu surga pasar telepon pintar, maka masyarakat Indonesia pun, tanpa meminta maupun menghendakinya, menjadi sasaran narasi tentang apa saja, termasuk narasi radikalisme.

Sebagai seseorang yang telah lama mendalami isu-isu radikalisme, Noor Huda Ismail menyadari betul pentingnya faktor narasi sebagai pemicu lahirnya aksi-aksi terorisme.

Hal itulah yang kemudian menjadi inspirasinya dalam menulis buku keduanya "Narasi Mematikan: Pendanaan Teror di Indonesia" yang diterbitkan oleh Kreasi Prasasti Perdamaian.

Di negara-negara dengan kecenderungan otoritarian seperti di Indonesia, di mana informasi selalu memiliki versi resmi dan tidak resmi, narasi mendapatkan lahannya yang subur.

"Apalagi ketika masyarakat sedang terbelah seperti menjelang hajatan politik pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah," tegasnya. 

Pada kesempatan tersebut, Munir Kartono, salah credible voice, memverifikasi bahwa pendanaan merupakan urat nadi dalam tindakan terorisme selain ideologi.

"Di saat aksi terorisme yang menurun, maka pendanaan terorisme bak hantu yang terus bergerilya mencari celah dan car baru untuk tetap bergerak,"  kata Munir yang menjadi salah satu panelis buku "Narasi Mematikan: Pendanaan Teror di Indonesia".

Dia menilai buku tersebut menunjukkan bagaimana orang-orang yang terlibat dalam tindak pidana terorisme juga ada dari kalangan terpelajar, tidak gaptek, dan terus berusaha dengan teknologi untuk melakukan aksi pendanaan terorisme untuk masa depan. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gandeng Badan Bahasa, ASPIKOM Jabodetabek Gelar Lokakarya Soal Kelangkaan Buku Literasi Digital


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler