jpnn.com - DI samping Bung Tomo, ada perempuan bule yang rutin siaran di Radio Pemberontakan. Namanya K'Tut Tantri.
=======
BACA JUGA: Misteri Biola Kedua Di Sumpah Pemuda
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
=======
BACA JUGA: Bang Golok Si Penghasut Nomor Wahid Ternyata Nama Samaran Perempuan Ini
Umumnya, para pemimpin rakyat Surabaya di zaman perang kemerdekaan, mengenal dan terkesan dengan K'Tut Tantri.
"Saya mengenal K'Tut Tantri," kata Roeslan Abdulgani, "di waktu menghebat-hebatnya pertempuran di Surabaya pada bulan Oktober dan November 1945."
BACA JUGA: BELUM BANYAK DIKETAHUI...WR Supratman Kencani Janda Soeharto
"Dialah yang membantu Radio Pemberontakannya Bung Tomo dengan siaran-siaran Inggrisnya… Ia ikut dalam gerak maju-mundurnya garis pertahanan kita," sambung Roeslan Abdulgani, saksi pertempuran Surabaya, di Jakarta, 26 Mei 1964, ketika menjabat Menko/Menteri Penerangan RI.
Perempuan Amerika
Nama aslinya Muriel Stuart Walker. Perempuan Amerika keturunan Inggris itu merantau ke Bali, gara-gara nonton film di bioskop Hollywood.
Dalam buku Revolt In Paradise (terbit pertama 1960), dia mengisahkan...
Suatu sore ketika hujan rintik-rintik di tahun 1932, dirinya berjalan-jalan di Hollywood Boulevard.
Perhatiannya tercuri sebuah film asing yang tengah diputar di bioskop. Judulnya Bali, The Last Paradise. "Tanpa pikir panjang lagi, aku masuk," tulisnya.
Setelah nonton film tersebut, dia langsung memutuskan pergi ke Bali.
Hanya saja, setelah memeriksa literatur sejarah, pada 1932 itu, film sesuai judul yang disebut perempuan bule tersebut, tak pernah ada.
Satu-satunya film tentang Bali yang diputar di Hollywood pada 1932 adalah Goona Goona.
Menurut Michelle Chin dalam Bali In Film, film ini benar-benar memulai kegilaan di Amerika. Sampai-sampai Goona Goona dijadikan diksi populer untuk menyebut sesuatu hal terkait seks.
Di saat bersamaan di Amerika, buku karya Hickman Powell tentang Bali dengan judul The Last Paradise, terbit pada 1930, juga sedang jadi topik hangat.
Nah, bisa jadi film yang ditontonnya adalah Goona Goona, dan dia juga membaca buku Powell.
Entahlah. Lepas dari semua itu yang pasti, dia menetap di Bali dan untung mujur diangkat anak oleh Raja Bangli. Bule itu pun mendapat nama; K'Tut Tantri. Nama untuk anak ke empat, karena sang raja sebelumnya sudah punya tiga orang anak.
Radio Pemberontakan
Sempat menjadi tahanan di zaman Jepang, K'Tut Tantri diselamatkan kelompok pemuda Surabaya di zaman perang revolusi kemerdekaan Indonesia (1945-1949).
"Dalam masa revolusi itu aku mengenal kolonel yang masih berumur dua puluh lima tahun. Dan jenderal-jenderal pada usia tiga puluhan. Para pemuda ini bersikap sangat sungguh-sungguh dan bertindak seperti orang tua kecil. Dan sesungguhnya mempunyai wibawa," kenangnya.
Di tengah riuh-rendah pertempuran, Tantri mengambil peran sebagai penyiar di Radio Pemberontakan bersama Bung Tomo.
Radio itu mengudara dari sebuah tempat yang, "tersembunyi di sebuah gedung yang tak terpelihara tidak jauh dari pemancar radio resmi, yaitu Radio Surabaya," tulis K'Tut Tantri dalam Revolt In Paradise.
Di Radio Pemberontakan yang legendaris itu, Bung Tomo dan KTut Tantri punya jadwal siaran berbarengan; dua kali tiap malam. Hanya saja, gadis bule itu siaran dalam bahasa Inggris.
Tantri mengisahkan, sebelum mengelola Radio Pemberontakan di zaman revolusi kemerdekaan Indonesia, Bung Tomo adalah seorang wartawan.
"Sungguh siarannya padat dan jantan. Kepada Belanda terus terang dikatakannya, bahwa mereka tidak akan kembali lagi ke Indonesia sebagai tuan. Ia memperingatkan, kalau Belanda memaksakan diri rakyat akan melawan sampai tetesan darah penghabisan."
Nah, apa saja yang disiarkan K'Tut Tantri? Tugasnya, memberikan penjelasan kepada orang yang berbahasa Inggris di dunia mengenai kisah perjuang bangsa Indonesia.
Bagi dia, dunia harus mendengarkan kebenaran dari perjuangan tujuh puluh juta rakyat untuk membebaskan diri dari semua dominasi asing.
"Saya tidak akan melupakan detik-detik di kala K'Tut Tantri dengan tenang mengucapkan pidatonya di muka mikrofon, sedangkan bom-bom dan peluru-peluru mortir berjatuhan dengan dahsyatnya di sekeliling pemancar Radio Pemberontakan," kenang Bung Tomo, di Jakarta, 2 Mei 1964. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hikayat Cengkeh
Redaktur : Tim Redaksi