Hikayat Cengkeh

Jumat, 30 Oktober 2015 – 15:30 WIB
Haji Agus Salim bersama orang Eropa. Foto: Repro Wenri Wanhar/JPNN.com.

jpnn.com - PESONA cengkeh yang harganya pernah lebih mahal dari emas, karam setelah orang Barat menemukan mesin pendingin; kulkas. Lalu…dimulailah sejarah rokok kretek. 

=======

BACA JUGA: Kroeng Raba…Dari Sumpah Pemuda hingga Aceh Sumbang Pesawat untuk Indonesia

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

=======

BACA JUGA: Lamira...Kembang Desa Surabaya yang Terbuang ke Belanda Gara-gara Indonesia Merdeka

Haji Agus Salim mewakili Indonesia menghadiri upacara penobatan Ratu Elizabeth II dari Inggris di Gereja Westminster Abbey pada 1953. 

Hanya saja, saat resepsi berlangsung si empunya hajat hanya bertegur sapa, beramah-ramah dengan tamu-tamu dari belahan negara "pertama". 

BACA JUGA: Bung Karno: Zonder Mengerti Urusan Wanita, Tak Akan Bisa Menyusun Negara

Karena merasa dicuekin, sambil menjentik rokoknya, Haji Agus Salim mendekati Pangeran Philips yang sedang bercengkerama dengan tamu-tamunya. Dia ayun asap rokok kreteknya di sekitar hidup sang pangeran.  

"Aroma apa ini?" mereka bertanya-tanya. 

"Karena aroma inilah bangsa tuan menjajah bangsa kami," jawab Agus Salim. Sejurus kemudian, kemudi obrolan di acara itu diambil alih Haji Agus Salim. Cengkeh memang mempesona. Orang-orang pun malah jadi menyimak cerita-ceritanya.

Pesona Cengkeh

Beberapa abad sebelum masehi, melalui jalur sutra--jalur yang menghubungkan Asia dengan Eropa--saudagar Arab serta pedagang Cina membawa dan memperkenalkan cengkeh dan pala ke Eropa. 

(baca juga: Bahan Pengawet Jasad Firaun Ternyata Dari Sumatera)

(baca juga: Segala Penyakit Rempah Obatnya…Tak Percaya? Ini Sejarahnya)

Roem Topatimasang dalam Cengkeh: Dulu, Kini dan Nanti, menyebut bandar-bandar besar Tyre di Yunani dan Venesia  di Italia menjadi pelabuhan utama rempah-rempah. 

Di samping sebagai bumbu masak, obat dan wewangian, dua tumbuhan endemik yang berasal dari negeri yang hari ini bernama Indonesia itu punya khasiat mengawetkan dan menimbun bahan makanan selama bermusim-musim.

Menurut Roem, pandangan bangsa Eropa terhadap rempah, bisa dilihat prosa Blair Brother berikut ini:

Kemampuan menyimpan makanan lebih dari yang kami makan sekaligus berarti kemampuan menjual dan membelinya dalam jumlah besar--dan kota-kota dagang pun mekar. Perekoniomian yang dihasilkannya mengarahkan kami ke zaman pencerahan dan kemudian revolusi industri. Tak lama setelah kami menghirup aroma yang sangat kuat dari Timur itu dan mengubah kimiawi makanan kami, maka kami pun mampu melakukan lompatan besar dalam bidang budaya dan seni…

Pada waktu itu, karena faktor kelangkaan dan tingkat kesulitan yang tinggi untuk memperolehnya, rempah merupakan komoditas yang sangat berharga. 

Keuntungan berdagang rempah-rempah, "bisa mencapai 1.000 persen dan kadang-kadang lebih dari itu," kata Singgih Tri Sulistiyono, sejarawan dari Universitas Diponegoro Semarang. 

Karena harganya yang mahal, rempah menimbulkan aura kemewahan dan keuntungan yang berlimpah. Inilah yang menginspirasi para petualang Eropa untuk berlayar ke Timur

"Tergerak oleh sahwat menguasai rempah-rempah yang menggiurkan itu, bangsa-bangsa Eropa--terutama Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda--pun menggelar ekspedisi-ekspedisi besar untuk menemukan cengkeh dan pala langsung di tanah asalnya," papar Roem.

Dalam Jalur Rempah: Pelayaran dan Perniagaan Di Nusantara Hingga Kedatangan Bangsa Barat, Singgih Tri Sulistiyono mengisahkan, seiring penemuan teknologi perkapalan dan persenjataan, orang-orang Eropa mencoba mencari sendiri sumber rempah di dunia Timur yang pada waktu itu masih sangat misterius. 

Ketika armada-armada Eropa mendapati harta karun rempah-rempah di Kepulauan Maluku pada abad 16, perang pun tak terhindarkan. Mereka silih berganti saling mengalahkan, tetapi pemenang terakhir adalah Belanda.

Pertengahan abad 20, rempah yang pernah membuat saudagar Arab, Cina, Eropa tergila-gila itu tergantikan perannya oleh penemuan mesin pendingin, kulkas. Revolusi industri yang dimulai Inggris pertengahan abad 18 membuat pasaran cengkeh di Eropa merosot tajam.

Dan di tanah koloninya, bangsa Eropa mulai melirik tumbuhan yang tumbuh di pulau Sumatera dan Jawa. Tembakau, lada, kopi, teh, jati dan lain sebagainya. 

Rokok Kretek

Apa kabar cengkeh? Puthut EA, penulis buku Ekspedisi Cengkeh menceritakan, cengkeh punya harga lagi gara-gara Hadji Djamhari dari Kudus, Jawa Tengah. 

Hadji Djamhari menderita sakit asma. Suatu hari pada 1880-an, dia coba-coba mencampur cengkeh ke lintingan tembakaunya. Dan ternyata asmanya pulih. Cerita ini beredar dari mulut ke mulut sehingga mulai banyak yang melakukannya juga. 

"Nah, karena ada suara kretek-kretek saat cengkeh terbakar bersama tembakau, maka disebutlah itu rokok kretek," kata Puthut, saat jadi pembicara di perhelatan Jalur Rempah, di Museum Nasional, Jakarta, pekan lalu. 

Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya juga menyinggung sedikit kisah Hadji Djamhari. Menurut dia, cerita berdasarkan tradisi lisan itu menyebut Hadji Djamhari atau Djamasri, sang penemu rokok kretek meninggal kira-kira tahun 1890. 

Mark Hanusz dalam Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes juga mencatat bahwa kata kretek berasal dari gemeretak cengkeh yang timbul ketika rokok dibakar. 

"Apa yang dimulai Djamhari ini diteruskan oleh Nitisemito. Ia mengubah industri rumah tersebut menjadi produksi massal melalui dua cara; menciptakan merknya sendiri yaitu Bal Tiga dan membangun citra merk tersebut."

Dan...meski tak lagi lebih mahal ketimbang emas, pesona aura cengkeh masih ada. Buktinya, Haji Agus Salim berhasil mempesona para pemimpin dunia di acara penobatan Ratu Elizabeth II dari Inggris di Gereja Westminster Abbey pada 1953, berkat rokok kreteknya. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketika Sumpah Pemuda Diikrarkan Bung Karno Sedang Apa?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler