jpnn.com, BULELENG - Pemerintah Kabupaten Buleleng merancang kawasan heritage yang berkaitan dengan Presiden RI Pertama Ir Soekarno. Rencananya, kawasan heritage itu bukan hanya menjadi lokasi cagar budaya, namun juga sebagai destinasi wisata di wilayah perkotaan.
Laman Jawa Pos Radar Bali memberitakan, kawasan heritage bertema Bung Karno itu membentang dari Kelurahan Sukasada hingga Kantor Bupati Buleleng. Ada beberapa lokasi yang dianggap bersejarah dan berkaitan dengan sosok Soekarno.
BACA JUGA: Siapa Pimpinan DPR Waktu Presiden Soekarno Dilengserkan?
Lokasi pertama adalah ruang terbuka hijau (RTH) di Kelurahan Sukasada yang diusulkan bernama Taman Bung Karno. Rumah ibunda Bung Karno, Nyoman Rai Srimben yang ada di Lingkungan Bale Agung juga masuk dalam peta kawasan heritage.
Khusus untuk rumah Rai Srimben, belum lama ini Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Bali sudah melihatnya langsung. Selain itu Kantor Bupati Buleleng juga dirancang masuk dalam kawasan heritage ini.
BACA JUGA: Masjid Istiqlal dan Menara Bung Karno yang Tingginya Dua Kali Monas
Kantor Bupati Buleleng diyakini sempat disinggahi Soekarno ketika Proklamator RI itu datang ke Singaraja. Saat itu, Soekarno telah menyandang jabatan sebagai Presiden RI.
“Ini upaya melestarikan situs sejarah yang ada di Buleleng. Apalagi Buleleng ini kan tempat lahirnya Nyoman Rai Srimben, ibunda dari Bung Karno. Situs-situs ini akan terus dilestarikan di Buleleng,” kata Wakil Bupati Buleleng dr. Nyoman Sutjidra.
BACA JUGA: Bisa Bersuara Mirip Bung Karno? Silakan Ikut Lomba Baca Teks Proklamasi Ala PKS
Tokoh masyarakat di Bale Agung, Made Hardika mengaku mendukung rencana pemerintah. Hanya saja, Hardika meminta pemerintah agar melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat setempat, terutama mengenai hak dan kewajiban warga di Bale Agung bila nanti ditetapkan sebagai kawasan heritage.
Menurutnya, ada beberapa hal di Bale Agung yang mengalami perubahan seiring dengan perubahan sosial ekonomi masyarakat setempat. Namun, ada pula beberapa bagian yang belum mengalami perubahan. Di antaranya deretan lumbung padi, lokasi persembahyangan, serta beberapa pintu masuk.
“Ada yang berubah seiring perkembangan jaman dan perubahan sosial. Namun ada pula beberapa bagian yang masih seperti semula. Jika nantinya diajukan sebagai cagar budaya, kami perlu penjelasan detail apa yang boleh dan tidak boleh kami lakukan,” kata Hardika.(rb/eps/mus/JPR)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Benarkah Bung Karno Ingin Memindahkan Ibu Kota? Sepertinya Tidak
Redaktur : Tim Redaksi