jpnn.com - DULU, berbarengan dengan pembangunan Masjid Istiqlal, ada rencana membangun Menara Bung Karno di daerah Ancol. Tingginya dua kali Monas. Kalangan pers menyebutnya Menabungka. Singkatan dari Menara Bung Karno.
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Bisa Bersuara Mirip Bung Karno? Silakan Ikut Lomba Baca Teks Proklamasi Ala PKS
Proyek pembangunan Masjid Istiqlal mangkrak. Pemerintah kekurangan dana.
"Pembangunan (Istiqlal--red) yang direncanakan berlangsung tak terlalu lama akan segera rampung itu, terbengkalai," sebagaimana dicuplik dari buku Kembali ke Pesantren--Kenangan 70 tahun K.H. Achmad Sjaichu, yang ditulis Gus Dur dkk pada 1991.
BACA JUGA: Benarkah Bung Karno Ingin Memindahkan Ibu Kota? Sepertinya Tidak
Saat itulah gagasan membangun Menabungka mengemuka. Dan langsung dikecam sejumlah pihak. Si Bung dituding menghambur-hamburkan uang negara dan segala macam.
Satu di antara yang bersuara keras menyoal Menabungka adalah Achmad Sjaichu, tokoh Nahdlatul Ulama (NU).
BACA JUGA: Rapat Rahasia di Markas PBNU Menghasilkan...
Itu tahun 1965, kenang Ahmad Sjaichu. Ia ceramah dalam perayaan Maulud Nabi di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Selain Sjaichu, yang juga diundang ceramah Jenderal AH Nasution (Ketua MPRS).
Dalam ceramahnya, Sjaichu mengkritik habis rencana Bung Karno yang akan membangun menara di Ancol itu.
"Berbagai alasan, oleh Sjaichu dikemukakan saat itu. Intinya pembangunan atau penyelesaian Masjid Istiqlal lebih penting dan lebih mendesak ketimbang membangun menara," tulis Gus Dur dan kawan-kawan.
Ke-esokan harinya, Sjaichu dipanggil ke Istana Negara. Ia dijemput Mualif Nasution, orang dekat Bung Karno.
"Bung Karno pasti marah soal kritikan semalam," pikir Sjaichu yang baru kali itu dipanggil ke Istana oleh Presiden.
Sampai di Istana, "dari luar Bung Karno nampak duduk santai bersama para menterinya. Antara lain, Chaerul Saleh yang duduk persis di samping Bung Karno."
Begitu sampai di pintu ruang tengah Istana, Bung Karno langsung berdiri. Seraya mengacungkan tinju ke arah Sjaichu, Bung Karno berkata dalam aksen Suroboyoan, "koen arek enom kok kurang ajar, ha!" (kamu anak muda kok kurang ajar, ha!).
Bung Karno kenal anak muda itu. Sjaichu anak tiri KH Abdul Wahab Chasbullah, kawan dekat Bung Karno.
"Karepmu iki yo opo? (maumu ini bagaimana?)" tanya Bung Karno.
Sjaichu lantas memberi penjelasan.
Jika pembangunan Masjid Istiqlal kekurangan dana, sebaiknya jangan dipikirkan Bung Karno seorang diri. Sebab, bukankah masih banyak orang lain yang bisa membantu.
"Siapa?" tanya Bung Karno.
"Ya, mereka orang-orang muslim yang kaya raya serta para ulama. Mereka kan masih bisa diajak urun rembug. Sehingga mereka bisa diajak turut serta menanggulangi kebutuhan proyek Masjid Istiqlal ini."
"Oh, begitu. Karepmu njaluk opo?" tanya Bung Karno lagi.
"Sebaiknya diadakan rapat dengan mengundang para ulama dan orang-orang kaya."
Dialog ini dicuplik dari buku Kembali Ke Pesantren.
Dan, benar. Sekitar sebulan kemudian, para ulama dan para tokoh lainnya diundang ke Istana Negara.
Mereka diundang makan dan mendengarkan pidato Bung Karno. Isinya, agar biaya pembangunan Masjid Istiqlal itu bisa dipikul bersama-sama.
Di samping itu, sebagaimana dikisahkan Sjaichu Bung Karno juga meluruskan ihwal rencana pembangunan Menara Bung Karno, Menabungka yang simpang siur di kalangan masyarakat.
Menurut Bung Karno, pembangunan Menabungka tidak satu sen pun dari uang negara.
"Boleh dikatakan seluruhnya adalah usaha swasta. Swasta hendak mendirikan Menabungka. Malahan menurut perhitungan swasta, dalam tempo enam tahun uang itu akan kembali. Karena Menabungka nanti, siapa yang naik, bayar, siapa yang ke restoran, bayar!"
Penjelasan Bung Karno tentang Menabungka termuat dalam buku Revolusi Belum Selesai, yang berisi kumpulan pidato Bung Karno, suntingan Budi Setyono dan Bonny Triyana.
"Lha ini, dalam enam tahun uang itu kembali. Jadi ditinjau dari sudut keswastaan, hah, lucratief bedrijf! Tapi, ada orang, huh, huh zaman begini kok Menabungka-Menabungka-an! Lo, wong saya tidak mempergunakan uang negara satu sen pun!" tandasnya.
Dalam perjalanannya, sebagaimana diketahui, Masjid Istiqlal pun rampung.
Bagaimana dengan Menabungka? Menara Bung Karno yang rencananya dibangun di Ancol, tingginya dua kali Monas? Kandas! Soekarno keburu lengser.
Nah, Achmad Sjaichu yang berani terbuka mengkritik Bung Karno, pada 1966 menjadi Ketua DPRGR. Dalam kepemimpinannya-lah, Bung Karno diturunkan. Dan Soeharto naik jadi Presiden Indonesia.
Pun punya andil sangat besar melengserkan Soekarno, menurut Sjaichu, "Bung Karno adalah seorang penyuluh dan bapaknya Indonesia yang sulit dicari bandingannya."
Setelah Bung Karno lengser, dan Soeharto berkuasa, Sjaichu baru menyadari…--bersambung (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ternyata, Walikota Perempuan Pertama di Indonesia Seorang Jurnalis
Redaktur & Reporter : Wenri