jpnn.com - jpnn.com - Sitti Khadijah kini menjabat sebagai kepala sekolah (Kepsek) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Berkat kemauannya untuk terus belajar, dia berhasil meraih banyak prestasi, bahkan menjadi kepsek PAUD termuda di Kota Bontang, Kaltim.
BACA JUGA: Kasek Harus Penuhi Standar Kompetensi
Muhammad Zulfikar Akbar, Bontang
PERJALANAN Dijah –sapaan akrabnya- di dunia PAUD cukup panjang. Awal mula ketertarikannya menjadi guru PAUD karena seringnya Dijah mengasuh beberapa keponakannya yang masih kecil.
BACA JUGA: Ogah Ikut Diklat, Kasek Bakal Dicopot
Terlebih, putri bungsu dari lima bersaudara ini memang gemar mendongeng. Walhasil, selepas lulus dari SMAN 1 Bontang, Dijah memutuskan bergabung menjadi guru di TK Al-Kautsar PT Badak NGL, Bontang, Kaltim “Modal sering jagain keponakan saja,” katanya.
Pertama kali menjadi guru PAUD merupakan tantangan bagi putri dari pasangan H Ridwan Sila dan Hj Zaenab Duri.
BACA JUGA: Fokus Ciptakan Sekolah Unggul dan Berkualitas
Pasalnya, dia sama sekali belum mengetahui ilmu mendidik anak usia dini. Namun ketidaktahuan tersebut tidak dibiarkan begitu saja.
Dijah mencoba belajar dari guru-guru lain bagaimana teknik mengajar kepada anak usia dini.
Ternyata, ibu satu anak ini punya kelebihan yang membantunya beradaptasi dengan para siswanya.
“Saya kan orangnya cerewet, suka ngomong. Jadi anak-anak di kelas itu ikutan ramai kalau saya yang mengajar,” ungkap Dijah.
Tak lama Dijah bisa beradaptasi di lingkungan baru. Agar dapat meningkatkan kompetensi dirinya dalam mengajar, dia juga beberapa kali dikirim ke pelatihan-pelatihan yang ada di luar kota.
Usia yang masih sangat muda, membuat beberapa peserta pelatihan yang dijumpainya begitu terkejut. Terang saja. Rerata para guru PAUD berusia sekitar 30-40 tahun ke atas dan sudah sarjana.
Sedangkan usia Dijah saat itu, masih di kisaran 20 tahun dan hanyalah lulusan SMA. “Pernah ketemu dengan peserta yang umurnya dua kali lipat dari umur saya, saya sampai cium tangannya sambil dia bilang, oalah kamu ini anakku,” katanya sambil menirukan percakapan saat Dijah pelatihan.
Di 2012, Dijah mencoba peruntungan dengan mengikuti lomba yang digelar ditingkat provinsi.
Secara mengejutkan, dia berhasil menggondol Juara II Lomba Karya Tulis Pendidik PAUD berjudul “Strategi Pengembangan Kecerdasan Jamak AUD”.
Penghargaan tersebut pun diberikan saat Apresiasi PAUDNI Provinsi Kaltim. Di tahun berikutnya, Dijah juga berhasil membawa pulang Juara II dalam Lomba Bercerita dengan Alat saat gelaran Apresiasi PAUDNI Tingkat Provinsi Kaltim 2013.
Kala itu, Dijah pun sudah memutuskan untuk kuliah di jurusan PAUD Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda pada 2012.
“Di 2013 saya diangkat menjadi kepsek TK Al Kautsar ini,” ujarnya.
Menjadi kepsek mengharuskan Dijah untuk terus berinovasi dalam mengelola TK Al Kautsar.
Salah satu terobosan yang dibuatnya, yakni menggabungkan Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan TK Al Kautsar menjadi satu.
Dengan memanfaatkan lokasi TK Vidatra yang tak digunakan lagi, Dijah memindahkan lokasi TK Al Kautsar yang semula berada dalam komplek Masjid Al Kautsar PT Badak NGL, menuju lokasi baru yang kini persis di depan SMP Vidatra.
“Setelah TPA, KB, dan TK digabung, sistemnya pun menjadi terpadu. Makanya kini namanya menjadi PAUD Terpadu Al Kautsar,” jelas Dijah.
Gampang-gampang susah, kata Dijah untuk mendidik anak usia dini. Diperlukan kesabaran dan ketekunan ekstra dalam mendidik mereka.
Terlebih, usia mereka merupakan alas atau pondasi menuju jenjang-jenjang kehidupan mereka selanjutnya.
“Anak usia dini itu harus diasah karakternya, dicari potensi dirinya, agar tidak salah jalan saat sudah dewasa,” katanya.
Kepribadian anak usia dini yang beragam juga menjadi tantangan Dijah dalam mengajar. Dia bercerita, suatu ketika pernah menangani seorang anak yang sejak awal masuk tidak mau berbicara, nyaris selama tiga bulan.
Beragam taktik dan strategi coba dijalankan Dijah agar sang anak mau bersosialisasi dengan teman-teman sebaya dan gurunya.
“Pernah saya coba telpon ke rumah, anaknya sendiri yang kebetulan mengangkat. Awalnya dia sempat mengeluarkan suaranya. Namun begitu tahu kalau yang menelpon dari gurunya, seketika dia tak mau bicara lagi,” ceritanya.
Sempat nyaris putus asa, Dijah ternyata tak menyerah begitu saja. Setelah beberapa kali penelusuran, ternyata dia menemukan jika sang anak menyukai salahsatu figur tokoh kartun.
Dijah pun mencoba mengajak salahsatu murid lain yang menyukai hobi serupa, untuk diajak bermain dengan sang anak.
Keajaiban pun terjadi. Sang anak yang dulunya diam, akhirnya mampu mengeluarkan suara aslinya.
“Di momen itulah, saya akhirnya merasa berhasil dalam mendidik anak. Setelah itu pun saya pancing dengan berbagai hadiah, agar anak tersebut mau bersosialisasi dan aktif dalam kelas. Sekarang anak tersebut sudah kelas 6 SD,” kenangnya.
Cerita unik lain Dijah, yakni saat harus bolak-balik Bontang-Samarinda selepas bekerja menjadi guru untuk kuliah setiap akhir pekan.
Rerata, beberapa guru PAUD Terpadu Al Kautsar selain menjadi guru, juga menyambi berkuliah di Sabtu-Minggu.
Dijah dan beberapa rekannya pun sering berkendara ke Samarinda pada Jumat siang usai mengajar, dan kembali ke Bontang pada Minggunya.
“Itu semua demi meningkatkan keilmuan saat mendidik anak-anak di sekolah,” ujarnya.
Dijah pun masih punya mimpi untuk mengembangkan PAUD Terpadu Al Kautsar menjadi lebih baik.
Mimpi tersebut bukan tanpa alasan. Bontang, menurutnya kerap kali diperhitungkan dalam berbagai lomba terutama di level provinsi.
Namun secara spesifik, Dijah ingin membentuk PAUD Terpadu Al Kautsar menjadi sekolah yang berdasarkan minat dan bakat.
“Ini supaya tidak ada salah kaprah dari orangtua kalau kewajiban anak-anak harus bisa membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Harus ada guru yang bisa mengenal bakat anak sejak dini, ada alat dan bahan sesuai minat bakat anak-anak, sehingga bisa menemukan bakat anak sejak dini dan sekolah juga menjadi fasilitatornya,” pungkasnya. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Subang dan Jember, Pilot Project Kerja Sama RI-Belanda
Redaktur & Reporter : Soetomo