Bursa Capres-Cawapres, Emrus: Dikotomi Tua-Muda Tak Relevan

Kamis, 03 Mei 2018 – 14:55 WIB
Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Dr. Emrus Sihombing. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tampilnya para tokoh dari kalangan usia relatif muda dan senior dalam bursa capres-cawapres pada sejumlah survei, mencerminkan gairah masyarakat untuk memiliki figur yang mereka dambakan sebagai calon pemimpin masa depan. Kemunculan para tokoh baik muda maupun tua tersebut harus disambut gembira karena alternatif pilihan menjadi beragam. Dalam konteks ini, maka dikotomi tokoh tua dan muda tidak relevan lagi.

“Munculnya nama-nama yang disebut bakal menjadi capres atau cawapres, hendaknya tidak dilihat dari perbedaan usia tua dan muda. Kita harus melihat kemunculan para tokoh-tokoh itu dalam kerangka kompetensi leadership. Jadi apakah dia tokoh yang disebut muda atau tua ataupun senior, bukan masalah,” kata pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Dr. Emrus Sihombing, Kamis (3/5) menanggapi semakin banyaknya tokoh yang muncul dalam bursa capres-cawapres.

BACA JUGA: Masyarakat Sudah Terbelah Sejak Pilpres 2014 dan Pilkada DKI

Emrus mempertanyakan, kepada tokoh muda, apakah sudah punya pengalaman manajerial, skill, leadership skill? Jika semua terpenuhi, tak masalah. Meski demikian, bukan berarti tokoh tua juga tak boleh muncul dalam bursa capres-cawapres.

“Yang kita butuhkan adalah tokoh yang memiliki keahlian, kepemimpinan, dan mereka yang mampu merekatkan elemen bangsa yang mulai dicabik-cabik oleh sekelompok masyarakat. Ini yang sangat penting, bukan soal tua atau muda,” tandas Emrus yang juga pengajar pascasarjana Universitas Pelita Harapan ini.

BACA JUGA: Sebagian Masyarakat Mulai Liar Jelang Pilpres 2019

Sederet tokoh yang masuk klasifikasi tua atau senior, kata Emrus antara lain Ketau PBNU Said Aqil Siradj, mantan Ketua Mahkamah Kontitusi, Machfud MD, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan juga Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar, Akbar Tandjung. Sedangkan tokoh yang disebut muda antara lain Ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PPP, Romahurmuzy, Gubernur NTB, Zainul Madjdi atau Tuan Guru Bajang, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) untuk Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 dari Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Figur Tepat

BACA JUGA: Jokowi Boleh Menghadiri Deklarasi Capres dengan Syarat

Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner ini menyatakan, partai politik yang akan mengusung capres-cawapres, tinggal melakukan komunikasi politik untuk mencari dan memilih figur yang tepat yang akan diputuskan baik sebagai capres maupun cawapres.

“Dalam politik, komunikasi, bargaining, dan tawar menawar untuk mendapatkan posisi apa dan mendukung siapa, itu kan hal wajar. Kita harus tumbuhkan smenagat demokrasi yang sudah kita bangun,” ujar Emrus.

Dalam konteks kontestasi pemilihan, Emrus lebih menyarankan agar Pilpres 2019 menampilkan dua pasangan capres-cawapres sehingga demokrasi bisa dilaksanakan dengan baik.

”Jangan dengan satu pasangan saja yang berarti akan melawan kotak kosong, itu tak elok selain itu saya jugamenilai, jika ada tiga pasang atau tiga poros, hanya akan menghabiskan energi dan biaya. Jadi idealnya dua pasang sudah sangat ideal. Tinggal rakyat yang memilih dan menantukan siapa pemimpin yang diinginkan,” katanya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar Serahkan ke Jokowi, Pilih Pak JK atau Airlangga


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler