jpnn.com - JAKARTA - Pakar kelautan dari Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) Jakarta, Profesor Victor Nikijuluw mengatakan perlu waktu sekitar 100 tahun bagi Kawasan Timur Indonesia (KTI) untuk bisa sama dengan kemajuan yang saat ini dinikmati oleh Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Hal itu dikatakan Victor Nikijuluw, dalam diskusi "Kemandirian Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia", diselenggarakan oleh Archipelago Solidarity Foundation, di Jakarta, Kamis (13/11). "Jika tidak ada keberpihakan pemerintah terhadap proses pembangunan di KTI, butuh waktu sekitar 100 tahun untuk sama dengan KBI saat ini," kata Victor Nikijuluw.
BACA JUGA: MUI Tolak Aliran Kepercayaan di KTP
Oleh karena itu lanjut Dekan Fakultas Ekonomi Ukrida Jakarta itu, dalam kerangka penguatan NKRI menuju poros maritim dunia, patut bagi Presiden Joko Widodo untuk sedikit berpihak kepada KTI agar proses menuju standar hidup yang sama bisa berlangsung.
"Mestinya semakin lama, pemerataan penyebaran ekonomi makin membaik menuju standar hidup yang sama (konvergensi absolut) karena bangsa ini berbentuk NKRI. Faktanya, dalam banyak penelitian terungkap, selama 25 tahun belakangan 90 persen pembangun berada di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Sisanya Papua, Maluku dan NTT," ungkapnya.
BACA JUGA: BPJS Ketenagakerjaan Tak Siap Beroperasi
Untuk memacu ketertinggalan KTI tersebut, menurut Victor, harus terjadi pertumbuhan ekonomi dua digit di KTI. Kalau pertumbuhan hanya pada angka 6 persen, justru KTI semakin sulit mengejar kesetaraan ekonomi dengan KBI.
Selain itu, Infrastruktur harus sesegera mungkin dibangun dengan akumalasi jumlah sekitar lima kali dari jumlah yang ada sekarang. "Kalau itu bisa terpenuhi tentunya dengan cara keberpihakan pemerintah terhadap KTI, dibutuhkan waktu 25 tahun untuk sama dengan KBI. Ini sangat membutuhkan kebijakan khusus dari Presiden Joko Widodo. Kalau diberlakukan sama dengan KBI, sesungguhnya konsep NKRI dari pendekatan ekonomi tidak relevan lagi diletakan ke Kawasan Timur Indonesia karena tidak terjadinya proses konvergensi ekonomi," tegasnya.
BACA JUGA: Susi Belum Laporkan Pulau Sevelak ke KPK
Ditambahkannya, mengoptimalisasi sektor maritim sebagai solusi persoalan ketertinggalan KTI sesungguhnya tidak realistis juga. "Perlu perubahan struktur pembangunan secara fundamental, melalui investasi modal, sumber daya manusia secara massif pada sektor maritim agar sektor ini bisa menjadi handalan untuk pertumbuhan dan pemerataan. Kalau biasa-biasa saja, jangan harap perubahan terjadi di KTI," katanya.
Terakhir ditegaskannya, KTI sangat mengharapkan rentang waktu panjang untuk menyamakan KTI dengan KBI diperpendek oleh Presiden Jokowi. "Kalau biasa-biasa saja, jangan harap ketimpangan bisa diperkecil dan itu bikin NKRI cacat secara ekonomi," pungkasnya.
Di tempat yang sama, Director oh The Archipelago Solidarity Foundation, Engelina Pattisiana menyatakan hingga saat ini belum terlihat definisi kongrit dari poros maritim yang diwacanakan Presiden Jokowi.
"Dalam kampanyenya, salah satu misi Jokowi mewujudkan Indonesia jadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepenting nasional," ujarnya.
Hanya saja kata Angelina, publik belum mendapat elaborasi lebih lanjut mengenai konsep oros maritim dunia yang digagas Jokowi. "Padahal konsep tersebut mengandung dimensi internasional, regional dan domestik serta mencakup multisektor dan kepentingan," imbuhnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Artidjo Cs Vonis Mati 2 Warga Malaysia
Redaktur : Tim Redaksi