Buyung Cs Tetap Persoalkan RUU Intelijen Negara

Minggu, 10 Juli 2011 – 16:01 WIB

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil dan Tokoh Masyarakat mendesak DPR menunda pengesahan Rancangan Undang-undang Intelijen Negara yang kemungkinan akan dilakukan pada Rapat Paripurna penutupan masa sidang DPR pada 15 Juli 2011Menurut advokat Senior, Adnan Buyung Nasution, sudah seharusnya DPR dan pemerintah melakukan sosialisasi yang lebih luas kepada masyarakat sembari mengakomodasi masukan dan pandangan masyarakat dalam kerangka penyempurnaan RUU Intelejen.

"Sehingga UU Intelejen benar-benar dapat menjadi pintu masuk dalam melakukan reformasi intelejen," kata Buyung dalam pertemuan Koalisi Masyarakat Sipil di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Menteng, Jakarta, Minggu (10/7).

Buyung yang mewakili gabungan 72 koalisi masyarakat ini menilai, pengaturan intelejen dalam UU Intelejen Negara yang tengah itu dibahas masih banyak kelemahan

BACA JUGA: Ini Dia Foto Staf Ahli SBY yang Beraksi di Daerah

"Setidaknya lebih dari 30 pasal bermasalah dalam RUU Intelejenn apalagi pembahasan yang dilakukan Panitia Kerjanya belakangan ini terkesan tertutup," jelasnya.

Menurut Buyung lagi, sikap pemerintah dan parlemen yang bersikukuh memberi kewenangan penangkapan dan pemeriksaan intensif kepada Badan Intelejen Negara (BIN), dipastikan bakal merusak mekanisme Criminal Justice System dan dapat membajak sistem penegakan hukum
"Pemberian kewenangan menangkap sama saja melegalisasi kewenangan penculikan didalam Undang-Undang Intelejen, mengingat kerja intelejen yang rahasia dan tertutup," tegas Buyung.

Sedangkan praktisi hukum lainnya, Todung Mulya Lubis, mendesak DPR dan pemerintah merombak total RUU Keamanan Nasional

BACA JUGA: KAJS Sebut Ada BUMN Pemecah Gerakan Buruh

Sebab, materi RUU Kamnas setali tiga uang dengan RUU Intelejen. 

"Sebagaimana terlihat dari pemberian kuasa khusus kepada Badan Intelejen Negara dan TNI untuk melakukan pemeriksaan, penangkapan dan penyadapan," ujar Todung.

Disebutkannya, penjelasan pasal 17 ayat (3) RUU Kemanan Nasional tentang pengelompokan ancaman aktual, berpotensi menimbulkan multitafsir dan penyalahgunaan kekuasaan.

Karenanya, Presiden hendaknya dapat menentukan secara sepihak semua hal yang menurutnya mengancam kekuasanya sebagai ancaman keamanan nasional
"Itu artinya, bisa saja kelompok yang kritis terhadap negara, aksi mahasiswa, buruh, petani, pers yang kritis dapat dianggap sebagai ancaman aktual dan potensial oleh presiden," tandas Todung.(kyd/boy/jpnn)

BACA JUGA: KAJS : Transformasi Empat BUMN jadi Harga Mati

BACA ARTIKEL LAINNYA... Awas, Staf Ahli SBY Beraksi di Daerah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler