jpnn.com - Budayawan Muhammad Ainun Nadjib, atau yang lebih dikenal sebagai Emha Ainun Nadjib, dan lebih akrab dipanggil Cak Nun, menjadi trending topic di media sosial hari ini.
Sebuah video yang diunggah netizen menggambarkan Cak Nun sedang menjadi pembicara dalam sebuah forum pengajian. Dan di forum itu Cak Nun menyebut Presiden Jokowi adalah Firaun.
BACA JUGA: Heboh Cak Nun Menyamakan Jokowi dengan Firaun, Begini Reaksi Luqman PKB
Bukan hanya Jokowi yang dimiripkan dengan Firaun, Luhut Binsar Panjaitan, orang kepercayaan Jokowi disebut mirip dengan Haman, menteri kepercayaan Firaun yang diangkat sebagai menteri segala urusan yang serbabisa.
Haman menangani semua urusan dari mulai peribadatan sampai infrastruktur.
BACA JUGA: Di Hadapan Kada dan Ratusan Jenderal, Jokowi: Kristen, Hindu, Konghucu Punya Hak yang Sama
Selain duet maut itu, ada satu lagi tokoh yang menjadi penyangga kekuasaan Firaun.
Dialah Qarun, konglomerat crazy rich yang hartanya tidak terhitung saking banyaknya.
BACA JUGA: Sejarawan Sebut Sulaiman Bukan Raja Israel, tetapi Firaun Mesir
Cak Nun menyamakan tokoh Qarun ini dengan Anthony Salim, satu dari konglomerat yang sering disebut sebagai ‘’sembilan naga’’.
Kali ini Cak Nun menyebut bahwa 9 naga sudah bertambah satu menjadi 10 naga, tetapi tidak disebutkan siapa satu naga baru tambahan itu.
Para naga itu selama ini disebut-sebut sebagai bagian dari oligarki yang menopang kekuasaan Jokowi.
Bagi yang sudah terbiasa mengikuti ceramah-ceramah Cak Nun ungkapan-ungkapan itu biasa-biasa saja.
Artinya, bagi seorang Cak Nun mengritik kekuasaan dengan cara yang tajam sudah menjadi bagian dari perjalanan karirnya.
Selain tajam, Cak Nun sangat sering memakai narasi-narasi kocak yang memancing gelak tawa.
Akan tetapi, bagi yang tidak biasa mendengarkan Cak Nun, dan tidak mengikuti perjalanan kariernya, kritikan terhadap Jokowi itu ditafsirkan sebagai penghinaan. Karena itu kemudian ada yang berinisiatif melaporkan Cak Nun ke polisi.
Cak Nun dikenal mempunyai referensi yang luas terhadap berbagai khazanah keilmuan. Menyamakan Jokowi dengan Firaun ala Cak Nun harus dilihat dalam konteks yang utuh, tidak sepotong-potong.
Dalam Al-Qur'an, kekuasaan Firaun yang despotis itu ditopang oleh beberapa kekuatan, yaitu kaum intelektual, birokrat, militer, tokoh agama, paranormal, dan pengusaha.
Kekuatan yang lengkap ini menghasilkan kekuasaan yang sangat otoritarian seolah tidak ada yang bisa menumbangkan.
Mereka yang mewakili kaum intelektual-birokrat ada di lingkaran yang dikomandoi oleh Haman.
Haman disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 6 kali.
Sumber-sumber dalam Al-Qur'an menyebutkan kisah Haman terjadi setelah kembalinya Musa dari Madyan.
Dalam kerajaan Firaun, Haman menempati beberapa posisi strategis kerajaan sebagai menteri, penasihat raja di bidang keagamaan, dan sebagai pelaksana proyek pembangunan menara.
Posisi ini oleh Cak Nun disamakan dengan Luhut Panjaitan dalam pemerintahan Jokowi.
Haman diperintah oleh Firaun untuk membuat menara yang akan digunakan Firaun untuk melihat “Tuhan Musa”.
Pembuatan menara itu membutuhkan 50.000 pekerja dan belum termasuk tukang untuk membuat kuil-kuil.
Setelah pembangunan menara selesai, Firaun menembakkan anak panah dari puncak menara untuk memerangi dan mengalahkan Tuhan Musa.
Haman jugalah yang menasihati Firaun untuk menolak misi keagamaan Musa. Pada peristiwa pengejaran Bani Israil dari Mesir yang dikomandoi Musa, Haman ikut tenggelam bersama Firaun dan tentaranya.
Sementara, Qarun mewakili kaum kapitalis disebut dalam Al-Qur'an sebanyak empat kali.
Dikisahkan pula dia juga sering mengambil harta rakyat secara tidak sah, meskipun dia sudah memiliki ribuan gudang harta melimpah ruah, penuh berisikan emas dan perak.
Begitu kayanya Qarun, sehingga kunci-kunci harta bendanya harus dipikul oleh beberapa orang yang kekar, terlalu berat untuk dibawa oleh satu orang.
Banyak yang iri dengan kekayaan Firaun dan ingin memiliki apa yang dimiliki Qarun. Akan tetapi Qarun tidak mau berbagi.
Pada akhirnya, dia tertimbun oleh gempa bersama seluruh harta bendanya ke dalam tanah dalam waktu semalam.
Kisah mengenai Firaun modern pernah terjadi di Mesir modern, ketika Presiden Anwar Sadat terbunuh oleh Khalid Islambouli dalam sebuah parade militer.
Setelah membunuh Sadat, Khalid mengatakan, ‘’Saya telah membunuh Firaun’’.
Pada 6 Oktober 1981, pemerintah Mesir menggelar parade militer di Kairo untuk memperingati keberhasilan pasukan negara itu dalam menyeberangi Terusan Suez di Operasi Badr.
Operasi yang dilakukan pada 1973 itu kemudian berdampak pada kemenangan atas Israel di Perang Yom Kippur.
Anwar Sadat duduk di tribun khusus dengan dikawal empat lapis pengamanan plus delapan pengawal pribadi—kondisi yang seharusnya cukup aman untuk sang presiden.
Ketika jet-jet Mirage milik Angkatan Udara Mesir terbang di atas kepala peserta dan penonton, tentara angkatan darat dan truk-truk pengangkut artileri mulai melewati jalur parade.
Tanpa disadari oleh Sadat, di dalam regu itu juga terdapat Letnan Khalid Islambouli, anggota organisasi militan Jihad Islam Mesir yang menyusup di tubuh militer dan punya rencana untuk membunuh Sadat.
Perdamaian dengan Israel dianggap sebagai pengkhiatan terhadap Islam. Karena itu, organisasi Islam garis keras menyusun perlawanan terhadap Sadat.
Sisa-sia perlawanan Ikhwanul Muslimin yang sudah dihabiskan secara represif oleh rezim Sadat ternyata bisa menyusup ke kalangan tentara, dan membawa akibat fatal bagi Sadat.
Tepat di depan tribun tempat Sadat, Islambouli meloncat ke arah tribun kehormatan.
Islambouli mendekati Sadat sambil membawa tiga buah granat tangan. Dia kemudian memberi salam ala militer. Sadat, yang tak menaruh kecurigaan berdiri dan membalas hormat. Secepat kilat Islambouli melempar tiga granatnya ke arah Sadat.
Hanya satu yang meledak. Pasukan Islambouli menembaki tribun dengan senapan otomatis AK-47 sampai amunisinya habis. Beberapa peluiru menembus tubuh Sadat. Pengawal Sadat melempar kursi-kursi ke sekeliling Sadat untuk melindunginya dari hujan peluru susulan.
Serangan berlangsung selama dua menit. Pasukan keamanan yang tertegun dengan serangan tak terduga Islambouli kemudian melancarkan serangan balasan dan berhasil menangkap Islambouli.
Selain Sadat, ada sekitar sepuluh orang lain yang menderita luka parah, antara lain, duta besar Kuba untuk Mesir, Jederal Oman, dan Uskup Ortodoks Koptik. Dua puluh lainnya luka-luka ringan, termasuk Wakil Presiden Hosni Mubarak, Menteri Pertahanan Irlandia James Tully, dan empat perwira militer Amerika Serikat.
Sadat kemudian diterbangkan ke sebuah rumah sakit militer dan menjalani operasi oleh 11 dokter.
Nyawanya tak dapat diselamatkan karena mengalami pendarahan parah di internal rongga dada dan perobekan paru-paru sebelah kiri serta pembuluh darah di bawahnya.
Dua jam berselang, Sadat meninggal di usia 62. Firaun menjadi simbolisasi penguasa diktator dan otoriter sekaligus zalim. Membunuh Firaun berarti peruwujudan jihad melawan kezaliman.
Cak Nun tentu tidak menyamakan Jokowi dengan Anwar Sadat yang difiraunkan oleh Khalid Islambouli.
Cak Nun menyamakan Jokowi dengan Firaun dalam konteks kedewasaan berdemokrasi.
Kalau demokrasi masih dirusuhi oleh kepentingan kekuatan oligarki, maka demokrasi tidak akan menjadi dewasa.
Mungkin itu message Cak Nun ketika menyebut Jokowi adalah Firaun. (**)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror