Capaian Penerimaan Pajak 2021 Diyakini Bisa Menekan Defisit APBN

Jumat, 31 Desember 2021 – 10:02 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan meyakini capaian penerimaan pajak 2021 bisa menekan defisit APBN. Ilustrasi Foto: dokumentasi Fraksi Gerindra DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai capaian penerimaan pajak 2021 yang bahkan telah melebihi target diharapkan memberikan dampak positif terhadap APBN.

Politikus yang beken disapa dengan panggilan Hergun itu bahkan meyakini capaian penerimaan pajak 2021 ini bisa menjadi modal untuk mengejar target defisit fiskal.

BACA JUGA: Hergun: Target Pajak 2021 Tercapai Berkat Kenaikan Harga Komoditas & Energi

"Capaian pajak 2021 diharapkan bisa mengurangi defisit APBN 2021 yang dirancang sebesar 5,7 persen menjadi di bawah 5 persen," ucap Hergun dalam keterangan di Jakarta, Kamis (30/12).

Sementara pada 2022, defisit APBN yang dirancang sebesar 4,8 persen dari PDB juga masih dapat ditekan dengan capaian pajak 2021 dan adanya UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan).

BACA JUGA: Perwira Berpangkat AKBP yang Berselingkuh Sesama Anggota Polri Itu Dipecat

"Bisa ditekan hingga 3,5 persen. Semoga," ucap wakil ketua Fraksi Gerindra DPR RI itu.

Legislator dari Dapil IV Jawa Barat itu juga mengingatkan terlampauinya target penerimaan pajak 2021 tidak serta-merta menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi sudah pulih ke level sebelum pandemi.

BACA JUGA: Ini Lho Sejumlah Nama Penerima Uang Korupsi di Bintan, Alamak

"Pertumbuhan ekonomi pada 2021 diprediksi akan tercapai pada rentang 3,5 persen hingga 4 persen. Angka itu masih di bawah sebelum adanya Covid-19, yakni pada 2019 yang mampu tumbuh 5,02 persen, sedangkan pada 2018 tumbuh 5,17 persen," tutur Hergun.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak per 26 Desember mencapai Rp 1.231,87 triliun (100,19 persen) dari target sebesar Rp 1.229,6 triliun di APBN 2021.

Capaian itu menurut Hergun terdongkrak berkat kenaikan harga komoditas dan energi yang mendongkrak aktivitas perdagangan internasional.

Namun, dia menyebut pemerintah tidak bisa selalu bergantung kepada kenaikan harga komoditas dan energi. Ini pernah kejadian pada 2008 silam.

Ketika itu, penerimaan pajak bisa mencapai target sebesar 106,8 persen yang di antaranya disebabkan adanya kenaikan harga komoditas dan energi.

Akan tetapi, setelah 2008 dan bahkan hingga selama 12 tahun kemudian selalu terjadi shortfall pajak. "Kasus 2008 bisa menjadi pembelajaran," ucapnya.

BACA JUGA: 5 Anggota Geng Motor KPN Pembacok Warga Ini Sudah Ditangkap

Untuk itu, Kapoksi Gerindra di Komisi XI tersebut mendorong pemerintah menjadikan UU HPP sebagai katalisator menaikkan penerimaan perpajakan, rasio perpajakan, tingkat kepatuhan dan juga jumlah wajib pajak.

Sejumlah aturan dalam UU HPP dinilai berpotensi menjadi sumber penerimaan perpajakan, di antaranya implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Kemudian, kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025, sistem multitarif PPN dengan rentang 5 persen hingga 15 persen.

BACA JUGA: Irjen Djoko Poerwanto Singgung Kasus Korupsi Mangkrak

"Lalu, orang kaya dengan penghasilan di atas Rp 35 miliar akan dikenakan tarif PPh 35 persen, program pengungkapan sukarela (PPS), serta pajak karbon," ujar Heri Gunawan. (fat/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler