Cara Danone Cegah Dampak Buruk Hoaks di Kalangan Karyawan

Kamis, 25 Februari 2021 – 22:06 WIB
Danone Indonesia mengedukasi karyawan di seluruh Indonesia dalam sesi Tangkas dan Cerdas Menumpas Hoaks. Foto: Dok Danone Indonesia

jpnn.com, JAKARTA - Laju perkembangan teknologi komunikasi yang terjadi saat ini berjalan beriringan dengan meningkatnya potensi timbulnya hoaks.

Kesalahan informasi ini harus dicegah di seluruh lapisan masyarakat karena dapat berdampak pada kesalahan persepsi hingga tindakan yang merugikan.

BACA JUGA: Iwan Muliawan Berbuat Nekat di Dapur Tetangga, Terdengar Suara Teriakan, Warga Langsung Heboh

Danone Indonesia pun mengedukasi karyawan di seluruh Indonesia dalam sesi Tangkas dan Cerdas Menumpas Hoaks.

Corporate Communication Director Danone Indonesia Arif Mujahidin menyampaikan Danone memiliki visi untuk membawa kesehatan sebanyak mungkin ke masyarakat.

BACA JUGA: Sebut Menantu Terlalu Cepat Melahirkan, Sulaiman Thaib Kritis Dibacok Besannya, Begini Ceritanya

“Selain melalui penyediaan akses produk bernutrisi dan program berkelanjutan, kami percaya bahwa informasi memegang peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Informasi yang salah berpotensi mengganggu kebiasaan pola makan, minum, hingga mempengaruhi kesehatan dalam jangka panjang. “Dengan edukasi literasi digital, kami dapat memproteksi masyarakat maupun karyawan kami dari dampak buruk hoaks,” ujarnya.

Data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi RI pada tahun 2017 mencatat terdapat sekitar 800.000 situs yang terindikasi sebagai penyebar informasi palsu.

BACA JUGA: Danone Indonesia dan INA Ajak Masyarakat Putus Rantai Anemia Lintas Generasi  

Selain itu, data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menunjukkan bahwa jumlah hoaks yang tersebar di Indonesia mencapai 2.298 di tahun 2020, naik dari 1.221 hoaks pada tahun sebelumnya.

Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Kemaritiman Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia Septriana Tangkary, SE, MM, memaparkan, tingginya angka pengguna internet ini ibarat dua mata pisau.

Di satu sisi, hal ini dapat meningkatkan kesetaraan informasi, namun di sisi lain informasi dapat berkembang dengan sangat cepat dan tidak terkontrol.

“Maka dari itu, literasi digital seperti yang diselenggarakan Danone Indonesia ini memang sangat dibutuhkan untuk mengimbangi laju informasi tersebut,” ungkapnya.

Secara garis besar, terdapat tiga jenis hoaks yang sering terjadi. Yang pertama adalah disinformasi, yaitu informasi yang tidak benar atau tidak akurat, namun orang yang menyebarkannya meyakini informasi tersebut sahih dan dapat dipercaya).

Kedua adalah disinformasi, di mana informasi tidak benar yang sengaja dibuat/direkayasa untuk membohongi masyarakat). Terakhir adalah malinformasi, yang berarti informasi yang benar, namun tujuan penyebarannya adalah untuk merugikan pihak lain.

Pada umumnya, hoaks banyak beredar luas melalui media sosial karena jarang terjadi pengecekan sumber fakta sebelum dibagikan antara satu pengguna ke pengguna lain. Perlu dilihat juga bahwa ciri-ciri hoaks adalah sumber berita yang tidak jelas, membangkitkan emosi, meminta agar disebarkan, dan artikel yang tidak menyebutkan fakta.

BACA JUGA: Linda Novita Sari Dibunuh Lalu Digantung, Rio Prasetya Terancam Hukuman Mati

“Di Indonesia perlu berhati-hati karena berdasarkan data Mafindo, tiga topik utama yang banyak di media sosial adalah terkait kesehatan, politik dan kriminalitas. Hoaks bisa tergolong jenis satire atau parodi, konten menyesatkan, konten tiruan, konten palsu, konten dengan koneksi yang salah, konten yang salah, maupun konten yang dimanipulasi,” terang Dewi Sari, Direktur Operasional Mafindo.(dkk/jpnn)


Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler