jpnn.com, MAGETAN - Memasuki musim kemarau sekarang, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah agar tanaman padi tidak mengalami puso.
Salah satunya adalah upaya petani Magetan, Jawa Timur, yang patut dicontoh mengatasi masalah air. Mereka memanfatkan irigasi air tanah dangkal.
BACA JUGA: Kementan Dorong Ekspor Biji Pinang Asal Kalbar dalam Bentuk Olahan
Irigasi air tanah dangkal dapat digunakan untuk daerah yang tidak tercakup dalam sistem irigasi permukaan atau daerah pertanian lahan kering yang hanya bisa melakukan penanaman padi satu kali dalam setahun.
Musim kemarau tahun ini dirasakan cukup pelik bagi petani Magetan. Dari 18 kecamatan, 6 kecamatan di antaranya mengalami kekeringan.
BACA JUGA: Kartu Tani Bikin Distribusi Pupuk Subsidi Lebih Efisien
Mulai dari Kecamatan Karas, Kecamatan Sukomoro, Kecamatan Panekan, Kecamatan Magetan, Kecamatan Ngariboyo dan Kecamatan Parang, yang pada umumnya adalah sawah irigasi teknis.
Total luas lahan sawah yang terdampak kekeringan kurang lebih 195 hektare (ha) dengan umur tanaman bervariasi antara 40-85 hari setelah tanam (HST) dan tingkat kekeringan antara kering ringan, sedang, berat dan puso.
BACA JUGA: Realisasi KUR Sektor Peternakan 2019 Mencapai Rp 3,42 Triliun
Tim Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), dengan melibatkan Dinas Pertanian dan petani setempat, langsung melakukan monitoring dan mendapatkan beberapa faktor penyebab kekeringan tersebut.
“Adanya kerusakan pintu air Waduk Gonggang mengakibatkan turunnya debit air pasok irigasi semula 350 liter/detik menjadi 38 liter/detik. Sebagai akibatnya, diberlakukan sistem giliran air. Hanya saja, tetap tidak bisa mengairi sawah sesuai kebutuhan,” tutur Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen PSP, Rahmanto, Kamis (18/7).
Keadaan tersebut diperparah dengan curah hujan yang sudah tidak turun selama 20 hari, yang memperparah terjadinya kekeringan.
Termasuk terbatasnya sumber air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk penanganan kekeringan, sehingga alternatif penanganan jangka pendek dengan pompa air tidak dapat dilakukan.
Belum lagi, banyaknya petani yang tidak mengikuti pola tanam musim kering yang telah dibuat oleh Dinas Pertanian Kabupaten Magetan.
Rahmanto menuturkan, upaya juga sudah dilakukan agar mencegah puso yang meluas di Magetan. Salah satunya dengan mengusahakan irigasi air tanah dangkal yang kini banyak diterapkan di 10 kecamatan lainnya.
“Sudah ada 14 unit sebenarnya, tapi masih belum maksimal. Makanya, kemarin petani mengajukan lagi untuk bantuan irigasi air tanah dangkal dan irigasi air tanah dalam untuk mengurangi dampak kekeringan agar tidak terjadi puso,” katanya.
Untuk diketahui, irigasi air tanah dangkal bisa menjadi solusi lokal untuk daerah yang tidak tercakup dalam sistem irigasi permukaan atau daerah pertanian lahan kering yang hanya bisa melakukan penanaman padi satu kali dalam setahun.
Air tanah dangkal dengan kedalaman sekitar 4 meter merupakan sumber air yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, baik sebagai irigasi utama pada musim kemarau maupun untuk irigasi suplemen di musim gadu.
Irigasi menggunakan air tanah dangkal dapat dilakukan dengan mesin pompa air berbahan bakar bensin atau solar.
Berbagai upaya lainnya juga dilakukan, mulai dari koordinasi antara Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo.
Untuk perbaikan pintu Waduk Gonggang yang rusak akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2019.
Kemudian melakukan pengaturan dan penerapan pola tanam sesuai anjuran yang spesifik lokasi, yang berdasarkan kondisi agroklimat setempat serta menggunakan varietas berumur genjah serta tahan kekeringan.
"Termasuk juga sosialisasi dan penyuluhan tentang kondisi musim/iklim kepada para petani agar petani memperoleh informasi yang cepat dan akurat tentang fenomena iklim yang akan terjadi dan dapat berdampak kepada kekeringan," tambahnya.
Pemberdayaan kelembagaan Perkumpulan Petani Penggunaan Air (P3A) penting dilakukan agar organisasi ini mampu melakukan upaya-upaya antisipasi terhadap kekeringan.
Semua itu dilakukan agar lahan sawah di Kabupaten Magetan yang tersebar di 18 Kecamatan seluas 28.250 ha bisa menghasilkan dan menopang produksi nasional.
Sementara itu di Kabupaten Kebumen, Tim Identifikasi dan Mitigasi kekeringan Kementan menyebutkan, penyebab kekeringan yang terjadi di Kebumen ini antara lain musim kemarau datang lebih awal, sehingga menyebabkan curah hujan rendah.
Selain itu, berkurangnya elevasi muka air Waduk Wadaslintang yang berpengaruh terhadap pasok air waduk ke jaringan irigasi (debit berkurang ± 50%), hingga waktu musim tanam yang mundur.
Berbagai upaya pun telah dilakukan untuk menyelamatkan tanaman padi sawah yang terancam kekeringan. Seperti dilaksanakannya sistem gilir giring, di mana setiap 6 hari mendapatkan giliran air selama 1 hari.
Tak hanya itu, petani juga mulai menggunakan sumber air alternatif, dengan memanfaatkan air permukaan sungai Kedungbener dengan metode Jaringan Irigasi Air Permukaan (JIAP) untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren.
Selain itu juga memanfaatkan saluran pembuangan sungai Rama/Glonggong di Desa Kaleng dan Desa Purwoharjo, Kecamatan Puring dengan cara membuat bendung tidak permanen dan memompanya ke lahan sawah.
Termasuk pemanfaatan 15 unit pompa air ukuran 3 inchi untuk pompanisasi sumber-sumber air permukaan yang masih tersedia. Luas pertanaman padi di Kabupaten Kebumen 39.886 ha.
Hingga 2 Juni 2019, tanaman padi yang terkena kekeringan tercatat seluas 2.952 ha. Lokasi terdampak kekeringan terletak di beberapa kecamatan.
Antara lain Kecamatan Buluspesantren seluas 213 ha dengan umur tanaman 30 HST, Kecamatan Petanahan luas 20 ha dengan umur tanaman 12 HST, dan Kecamatan Puring luas 547 ha dengan umur tanaman 40 HST. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hadiri Pertemuan di Malaysia, Kementan Perjuangkan Kesejahteraan Petani
Redaktur : Tim Redaksi