Catatan Dirjen PPKL Tentang Perjalanan 5 Dekade Pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia

Kamis, 16 Juni 2022 – 02:54 WIB
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Sigit Reliantoro dalam Media Briefing di Jakarta, Senin (13/6/2022). Foto: Dok. KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day) ditetapkan oleh Majelis Umum PBB dari peristiwa Konferensi Stockholm, Swedia pada tanggal 5-6 Juni tahun 1972 dengan tema “Only One Earth”.

Lima puluh tahun kemudian, pada tahun 2022, kembali diperingati dengan tema yang sama “Only One Earth”, dengan fokus “Living Sustainably in Harmony with Nature”.

BACA JUGA: KLHK Gagalkan Perdagangan Satwa Liar Dilindungi di Situbondo, Satu Pelaku Ditahan

Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, Indonesia mengambil tema yaitu, “Satu Bumi untuk Masa Depan”.

Mengisi peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan para pihak menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan mendorong tumbuhnya gerakan masyarakat untuk semakin cinta lingkungan.

BACA JUGA: KLHK Beberkan Lima Dekade Perjalanan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

“Kami mengadakan kegiatan seperti bersih sungai yang dipusatkan di Sungai Ciliwung, bike to work pada momen Car Free Day Jakarta, pameran lingkungan disertai rangkaian talkshow yang mengangkat tema menjaga lingkungan serta puncak peringtan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Persemaian Rumpin yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo,” ujar Sigit Reliantoro, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) dalam Media Briefing di Jakarta, Senin (13/6/2022).

Menurut Sigit, tahun 2022 juga menjadi momen penyelenggaraan pertemuan internasional Stockholm +50 di Swedia yang menandai 50 tahun Konferensi Stockholm.

BACA JUGA: KLHK Bakal Sulap Sungai Ciliwung Jadi Tempat Rekreasi

Pertemuan ini mengundang Kepala Negara dan Menteri Lingkungan Hidup sedunia untuk mengembalikan semangat Stockholm untuk di refleksikan relevansinya pada kondisi sekarang dan pada muatan berbagai perjanjian multilateral internasional.

Konferensi Stockholm tahun 1972 telah meletakkan dasar pengaturan global mengenai perlindungan lingkungan dan dalam hubungan pembangunan dengan alam dan manusia.

Hingga saat ini, perjalanan pembangunan lingkungan hidup di Indonesia selama 50 tahun dapat terlihat refleksinya dalam hal-hal antara lain: (1) catatan konvensi internasional; (2) regulasi dan kelembagaan nasional; serta (3) progres dan capaian kondisi pembangunan lingkungan pada setiap dekade di Indonesia.

Pada dekade pertama (1972-1982), Deklarasi Stockholm menandai dialog pertama negara industri dan negara berkembang yang membahas pertumbuhan ekonomi, pengendalian pencemaran, dan kelangsungan hidup manusia di seluruh dunia, sekaligus menandai ditetapkannya 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Pembentukan United Nations on Environment Programmes (UNEP).

 

Secara Nasional, Konvensi Stockholm menjadi dasar ditetapkannya: (1) Keppres 16 Tahun 1972 tentang Pembentukan Panitia Perumus dan Rencana Kerja Pemerintah di bidang pengembangan lingkungan hidup; (2) Konsensus politik bangsa dituangkan TAP MPR RI No. IV/MPR/1973 tentang GBHN, arah dan kebijakan pengelolaan lingkungan;

(3) Pembentukan Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (MENPPLH) di tahun 1978; serta (4) hadirnya UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Perlindungan Lingkungan Hidup.

Pada Dekade Kedua (1982-1992), diawali dengan berkumpulnya komunitas negara-negara dunia di Nairobi dari 10 – 18 Mei 1982 untuk memperingati ulang tahun kesepuluh the United Nations Conference on the Human Environment.

Pada dekade ini, di Indonesia lahir: (1) UU 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Perlindungan Lingkungan Hidup; (2) UU No. 17 tahun 1985 tentang Ratifikasi UN Convention on the Law of the Sea; (3) Keputusan Presiden No. 26 tahun 1989 tentang Ratifikasi Convention for the Protection of the World Cultural and National Heritage;

(4) Keputusan Presiden No. 49 tahun 1983 tentang Ratifikasi International Plant Protection Convention; (5) Keputusan Presiden No. 26 tahun 1986 tentang Ratifikasi ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources.

Kemudian, (6) Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Baku Mutu Limbah Cair; (7) Pembentukan Pusat Studi Lingkungan (PSL); (8) Pembentukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal); (9) Program Kalpataru; (10) Program AMDAL; (11) Program kali Bersih (Prokasih), dan (12) Program Adipura.

Selanjutnya Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 mengawali Dekade Ketiga (1992-2002), dengan lahirnya Deklarasi Rio de Janeiro yang terdiri dari 26 azas. Prinsip pembangunan berkelanjutan (forestry principle, agenda 21, framework convention on climate change, dan biological diversity) lahir pada dekade ini.

Beberapa perkembangan aspek regulasi, implementasi, dan capaian di Indonesia pada dekade ini antara lain: (1) Perubahan UU 4 Tahun 1982 menjadi UU 23 Tahun 1997; (2) UU 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE; (3) UU Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity; (4) UU Nomor 6 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change; (5) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; (6) Keputusan Presiden No. 48 tahun 1991 tentang Ratifikasi Convention of Wetlands; (7) Keputusan Presiden No. 135 tahun 1998 tentang Ratifikasi UN Convention to Comabt Desertification.

(8) Keputusan Presiden No. 4 tahun 1995 tentang Ratifikasi International Tropical Timber Agreement; (9) Terbitnya PP 19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut; (10) PP 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara; (11) PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa; (12) PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar; (13) Dileburnya Bapedal ke dalam Kementerian Lingkungan Hidup; serta (14) Diluncurkannya Program Langit Biru dan Program Pantai Lestari.

Dekade Keempat

Pada dekade keempat (2002-2012), ditandai dengan Deklarasi Johannesburg, yang merupakan hasil dari World Summit on Sustainable Development di Johannesburg, Afrika Selatan, diselenggarakan pada tanggal 2 – 11 September 2002.

Selain itu juga melahirkan Johannesburg Plan of Implementation yang merupakan cetak biru tindakan komprehensif yang akan diambil secara global, nasional dan regional oleh berbagai organisasi, aktor, kelompok besar dan komunitas lokal untuk melindungi lingkungan alam yang terkena dampak langsung oleh manusia.

Di Indonesia, secara nasional, dekade ini juga ditandai dengan terbitnya: (1) UU No. 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol On Biosafety; (2) UU No. 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan Basel Convention on Transboundary Movement on Hazardous Wastes and Their Disposal.

(3) UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; (4) UU No.19 Tahun 2009 tentang Pengesehan Stockholm Convention on Persisten Organic Pollutants; (5) Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; (6) Pembentukan Saka Kalpataru, dan (7) Pembentukan Hakim Lingkungan.

Dekade Kelima (2012-2022), era Presiden Joko Widodo (akhir 2014-hingga saat ini di tahun 2022) dalam kepemimpinan aspek pembangunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan aktualiasasi lebih mengemuka, didorong oleh tantangan global yang semakin besar dalam Paris Agreement, agenda perubahan iklim pada aspek-aspek kebijakan sector dan mobilisasi sumberdaya, keuangan, teknologi dan investasi dengan prinsip kemitraan dan berorientasi hijau.

Pada perjalanan pembangunan lingkungan hidup Dekade Kelima ini (Stockholm+50), tercatat beberapa kondisi yang semakin nyata mendekati sasaran pembangunan lingkungan hidup dengan ciri-ciri:

Pertama, kejelasan arah pembangunan lingkungan (Upaya memperbaiki kondisi lingkungan, orientasi green economy). Kedua, keberadaan instrumen yang jelas dan konkret. Ketiga, kebijakan tentang gambut dan mangrove. Keempat, upaya keterlibatan masyarakat; dan kelima, pola investasi pemulihan lingkungan dalam kerja sama pemerintah, badan usaha dan masyarakat.

Selain itu juga terlihat dari lahirnya berbagai kebijakan terkait lingkungan hidup, antara lain: (1) Undang-Undang 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change; (2)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention.

Selanjutnya, (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang di dalamnya juga menekankan pentingnya aspek kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan dalam proses kemudahan berusaha dan perluasan kesempatan kerja.

Media Briefing dengan tema Stockholm+50 and World Environment Day ini dimoderatori oleh Nunu Anugrah selaku Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, dan dihadiri oleh wartawan media cetak, online dan TV nasional.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler