jpnn.com - JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menggelar refleksi akhir tahun tentang DPR sepanjang 2016. Dalam catatan Formappi, pergantian posisi ketua DPR perlu jadi sorotan.
Dalam sepanjang sejarah Republik Indonesia, baru kali ini ketua lembaga legislatif itu dua kali berganti dalam kurun waktu kurang dari setahun. Yang pertama adalah pergantian dari Setya Novanto ke Ade Komarudin.
BACA JUGA: Jubir KPK: OTT di Tapanuli Utara Terkait Pemerasan
Setnov -sapaan Novanto- mulanya lengser dari posisi ketua DPR karena tersangkut kasus Papa Minta Saham. Ade pun dilantik menjadi ketua DPR pada 11 Januari 2016.
Namun, pada 30 November lalu, Papa Novanto kembali menduduki kursi ketua DPR. Hal itu sebagai kelanjutan putusan Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) yang menyatakan Ade melakukan dua pelanggaran ringan yang diakumulasikan.
BACA JUGA: Politikus Golkar Ini Terpilih Gantikan Idrus Marham Pimpin LPM
"Ini merupakan catatan baru dalam sejarah keparlemenan Indonesia sejak orde baru hingga era reformasi," ujar peneliti Formappi I Made Leo Wiratma dalam jumpa pers di Matraman, Jakarta, Kamis (22/12).
Menurutnya, kembalinya Setnov memang tidak menyalahi prosedur. Namun, secara fatsun politik dan moral jelas tak pantas.
BACA JUGA: KPK Perpanjang Penahanan Dua Penyuap Wali Kota Cimahi
"Peristiwa kembalinya Setya Novanto menduduki jabatan ketua DPR menyiratkan bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai rasa malu dan oportunis serta menganggap jabatan publik dapat dipermainkan semaunya," tutur Made.
Lebih lanjut dia mengatakan, pergantian ketua DPR juga mengakibatkan perubahan dalam pengambilan kebijakan.
Setnov membuat tradisi positif dengan membeberkan rencana-rencana DPR saat memulai masa sidang.
Selanjutnya, Setnov juga meyampaikan capaian-capaian DPR jelang penutupan masa sidang. Namun, hal itu tidak ada saat Akom -sapaan Ade Komarudin- memimpin DPR.
Hanya saja, Akom yang tak melanjutkan tradisi yang diawali Setnov justru membuat terobosan. Misalnya, memangkas masa reses dari satu bulan menjadi dua minggu sehingga masa sidang lebih panjang.
Selain itu Akom juga memperketat kunjungan DPR ke luar negeri, mengecek langsung daftar hadir anggota, serta menetapkan target penyelesaikan rancangan undang-undang (RUU). Akom menargetkan setiap komisi di DPR bisa menyelesaikan tiga RUU dalam satu tahun.
Tapi setelah Setnov kembali memimpin DPR, maka masa reses dikembalikan seperti semula, yakni satu bulan penuh. Setnov juga membuka kembali keran kunjungan ke luar negeri.
"Begitu menjabat sebagai ketua DPR, keduanya mengeluarkan kebijakan baru yang merupakan kebalikan dari kebijakan pejabat yang digantikan," sebut Made.
Karenanya Formappi menyebut sistem di DPR dibangun berdasar selera pimpinannya. "Jadi, DPR tidak memiliki sistem kebijakan yang kuat karena bisa diubah sewaktu-waktu sesuai dengan selera ketua DPR," pungkasnya.(dna/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesan Penting Pak Jokowi untuk Keamanan Natal dan Tahun Baru
Redaktur : Tim Redaksi