Catatan Kritis Fahri Hamzah untuk Setahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf

Kamis, 22 Oktober 2020 – 14:41 WIB
Fahri Hamzah saat bertemu Presiden Joko Widodo. Foto: BPMI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Partai Gelombang Rakyat (DPN Gelora) Indonesia Fahri Hamzah membeber hasil pengamatannya atas pemerintahan Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin yang sudah berjalan setahun.

Menurut Fahri, yang diperlukan saat ini ialah kearifan untuk berhenti meributkan cara berpikir yang terlalu diametral.

BACA JUGA: Fahri Hamzah & Fadli Zon Menjura ke Arah Presiden Jokowi sembari Matur Suwun

Fahri menilai pemerintah maupun pihak yang beroposisi mempersoalkan hal sama. Sebab, hal yang diperhatikan pemerintah juga menjadi perhatian pihak-pihak di luar pemerintahan.

"Hanya, sikap keras kepala dan ngotot di dua belah pihak, terutama di dalam pemerintahan yang menyebabkan semua itu menjadi tampak tidak terselesaikan," ujar Fahri, Kamis (22/10).

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Ini seperti Lingkaran Setan, Harus Dihentikan

Wakil ketua DPR 2014-2019 itu menambahkan, rakyat yang bertahan dalam kesabaran luar biasa sangat menantikan realisasi program-program pemerintah. Oleh karena itu Fahri mendorong Presiden Jokowi kembali memikirkan masa depani rekonsiliasi.

Menurut Fahri, Presiden Ketujuh RI itu harus lebih serius memikirkan rekonsiliasi di tengah rakyat yang mulai melemah dan  ancaman resesi yang makin mendekat.

BACA JUGA: Ini Bagian yang Terburuk Selama Setahun Jokowi di Periode Kedua

"Hentikan pejabat-pejabat yang  konfrontatif, yang sok jago, sok mengerti persoalan, menganggap rakyat kecil, menganggap oposisi remeh, bahkan membangun permusuhan kepada sikap-sikap kritis," kata Fahri.

Mantan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan, sikap bermusuhan itu jauh dari pikiran Presiden Jokowi tentang rekonsiliasi. 

Fahri menambahkan, saat ini Jokowi didampingi Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin yang sebelumnya menjadi bagian dari kelompok pengkritik pemerintah. Selain itu, di pemerintahan saat ini juga ada Prabowo Subianto yang notabene menjadi musuh Jokowi pada Pipres 2014 dan 2019.

Menurut Fahri, sebenarnya hal itu memperlihatkan pemerintahan Jokowi mengedepankan rekonsiliasi. Namun, katanya, masalahnya ada pada eksekusi lanjutannya.

"Pikiran-pikiran besar tentang rekonsiliasi itu tidak diterima. Menggunakan ideologi sebagai alat permusuhan, menggunakan Pancasila untuk menyalahkan orang lain itu masih sangat dominan. Karena itu, inilah yang harus dihentikan," jelas Fahri.

Politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu menegaskan, Jokowi tak akan bersaing lagi di pemilihan presiden mendatang. Oleh karena itu Fahri mengingatkan Presiden Jokowi tak memosisikan diri dalam persoalan konfrontatif.

"Dia tidak punya parpol, dia bukan pengurus bukan juga ketum parpol. Seharusnya dia tidak perlu menjadi bagian konfrontasi sengketa," kata Fahri seraya mengharapkan Jokowi bisa naik kelas menjadi negarawan yang memimpin dalam persatuan Indonesia dan mengajak masyarakat melangkah ke depan.(boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler