Catatan Utang Indonesia Menurun, Jadi Sebegini

Selasa, 14 Desember 2021 – 20:31 WIB
Bank Indonesia (BI) kembali merilis catatan utang Indonesia pada periode Oktober 2021. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) kembali merilis catatan utang Indonesia pada periode Oktober 2021.

BI mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia menurun dari September 2021 yang sebesar USD 423,8 miliar menjadi USD 422,3 miliar pada akhir Oktober 2021.

BACA JUGA: Enggak Perlu Panik soal Rasio Utang Indonesia, Begini Kata Kemenkeu

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyatakan posisi ULN Oktober 2021 tumbuh 2,2 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).

Kendati demikian, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan utang Indonesia September 2021 yang sebesar 3,8 persen (yoy).

BACA JUGA: Utang Indonesia ke ADB Cair Lagi, Kali Ini Buat Apa?

"Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan posisi ULN pemerintah dan sektor swasta," kata Erwin dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (14/12).

Posisi ULN pemerintah pada Oktober 2021 tercatat sebesar USD 204,9 miliar atau lebih rendah dari posisi bulan sebelumnya sebesar USD 205,5 miliar.

BACA JUGA: Ini Kriteria Debitur yang Menerima Keringanan Utang dari Kemenkeu

"Perlambatan pertumbuhan ULN pemerintah menjadi sebesar 2,5 persen (yoy) dibandingkan dengan 4,1 persen (yoy) pada September 2021," beber Erwin.

Menurut Erwin, penurunan posisi ULN terjadi karena beberapa seri Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman yang jatuh tempo.

Adapun penarikan ULN Oktober 2021 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah.

ULN tersebut termasuk upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Kebutuhan belanja prioritas antara lain mencakup sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 17,9 persen dari total ULN pemerintah," ucap Erwin.

Kemudian, lanjut Erwin, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 17,3 persen, jasa pendidikan 16,5 persen, konstruksi 15,5 persen, dan jasa keuangan dan asuransi 12 persen.

Erwin menyebut posisi ULN pemerintah tergolong aman dan terkendali jika dilihat dari sisi refinancing risk jangka pendek.

"Hampir seluruhnya merupakan ULN dalam jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah," ungkapnya.

Di sisi lain posisi ULN swasta tercatat menurun dari USD 209,2 miliar pada September 2021 menjadi sebesar USD 208,4 miliar pada Oktober 2021.

"ULN swasta terkontraksi sebesar satu persen (yoy) pada Oktober 2021, setelah pada periode sebelumnya tumbuh rendah sebesar 0,4 persen (yoy)," kata Erwin.

Erwin menjelaskan kontraksi ULN swasta tersebut disebabkan oleh perkembangan ULN lembaga keuangan yang terkontraksi 5,8 persen (yoy), lebih dalam dari kontraksi 2,7 persen (yoy) pada September 2021.

Adapun pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan melambat sebesar 0,3 persen (yoy) dari 1,3 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.

Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik, gas, uap atau air panas, dan udara dingin, industri pengolahan, serta pertambangan dan penggalian dengan pangsa mencapai 76,8 persen dari total ULN swasta.

"Tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,3 persen terhadap total ULN swasta," ujar Erwin.

Erwin menilai struktur ULN Indonesia tetap sehat didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

Hal itu terlihat dari angka ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh utang berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,3 persen dari total ULN.

"ULN Indonesia pada Oktober 2021 juga tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 36,1 persen, menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 37 persen," tuturnya.

BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

"Akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," tegas Erwin. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler