jpnn.com, JAKARTA - Indonesia merdeka akan memasuki usia emas karena genap berusia 100 tahun pada 2045.
Pada tahun tersebut generasi saat ini akan menjadi pengambil keputusan strategis di berbagai level kepemimpinan dan berbagai sektor.
BACA JUGA: Pemuda Katolik Inisiasi Gerak Bersama dan Konsolidasi Menuju Indonesia Emas 2045
Mereka adalah generasi emas yang tengah dipersiapkan memimpin Indonesia Emas 2045.
Pemerhati lingkungan, Prof Emil Salim mengatakan Indonesia harus bisa memastikan pada 2045, lingkungan masih berkualitas untuk dihuni generasi mendatang meskipun terjadi perubahan iklim.
BACA JUGA: Alam Ganjar Ajak Pemuda Untuk Lebih Aktif Menyambut Indonesia Emas 2045
Dengan demikian generasi saat ini harus total football untuk bergerak mencegah dan beradaptasi dengan perubahan iklim melalui kolaborasi dengan berbagai bidang keahlian dan sektor kegiatan.
Emil Salim menyampaikan agar generasi saat ini untuk menjaga keberlanjutan Indonesia pada 2045 dan seterusnya.
BACA JUGA: KLHK Gelar Diskusi Pembaruan Metode Perhitungan Emisi dan Pengurangan GRK dari Lahan Gambut
Dia mengajak seluruh elemen untuk berkontribusi signifikan dalam komitmen Indonesia menjalankan program mitigasi dan adaptasi dengan berkolaborasi bersama pemerintah, dunia usaha, pendidikan dan civil society lainnya.
“Mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk dapat melakukan mitigasi dan adaptasi di tengah perubahan iklim menjadi tugas besar yang harus diselesaikan,” kata Prof Emil Salim.
Amelia Farina Salim, Ketua Yayasan Emil Salim Institute, menyampaikan fenomena perubahan iklim semakin menunjukkan bertambahnya tingkat keparahan dan perluasan kejadian ekstrem sebagai akibat dari pemanasan global.
Perubahan iklim yang terjadi saat ini merupakan suatu fenomena baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Selain itu, pada masa mendatang diprediksi bahwa fenomena perubahan iklim seperti gelombang panas, curah hujan yang berlebihan, kekeringan, dan badai akan semakin meningkat frekuensinya dan semakin meluas seiring dengan berjalannya waktu. Dunia dihadapkan pada tantangan untuk dapat mengurangi tingkat keparahan dan risiko perubahan iklim oleh berbagai sektor,” ujar Amelia Farina Salim.
President Director Emil Salim Institute, E Kurniawan Padma menambahkan bahwa energi sendiri memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengurangi emisi GRK sebagai penyebab perubahan iklim tersebut.
International Energy Agency (2020) melaporkan bahwa pada tahun 2019 sektor energi menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sekitar 37 GtCO2e secara global.
Dari jumlah tersebut, kata dia pembakaran bahan bakar menghasilkan sebesar 34 GtCO2e atau 40% dari total emisi GRK di seluruh dunia. Gangguan terhadap sektor energi tersebut tentu saja akan menurunkan tingkat ketahanan energi suatu negara.
“Di sisi lain, ketahanan energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan perwujudan Sustainable Development Goals (SDG) Tujuan 7 yaitu energi yang terjangkau dan bersih untuk semua generasi baik saat ini maupun akan datang. Pemanfaatan energi bersih berbasis sumber daya alam setempat akan menciptakan ketahanan ekonomi melalui ketersediaan energi yang berkelanjutan,” terangnya.
Akhir pekan ini telah diadakan Inddonesia Climate Change Forum 2023. Forum ini menjadi ruang yang strategis untuk memberikan pemahaman terkait isu-isu perubahan iklim dan akhirnya dari pemahaman bersama yang dimiliki akan dihasilkan kesepakatan bersama sebagai upaya nyata dalam melakukan pengurangan resiko perubahan iklim.
“Dalam tindakan pembangunan baik bersifat lokal maupun global, termasuk tentunya tindakan Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim yang saat ini dampaknya sudah sama-sama dirasakan,” kata Rosdinal Salim, selaku Panitia Pengarah ICCF #1 2023.
Kegiatan Inddonesia Climate Change Forum 2023 ini menghadirkan para narasumber yang berasal dari berbagai kalangan baik pemerintah, maupun praktisi penggiat.
Sementara peserta yang mengikuti kegiatan ini hadir dari berbagai kalangan, baik pemerintah, perguruan tinggi, korporasi dan civil society.
Indonesia Climate Change Forum #1 2023, dengan tema Transisi Energi dan Energi Baru Terbarukan, menghasilkan butir-butir resolusi sebagai kesepahaman dari forum yang dilaksanakan, meliputi:
1. Saat ini Indonesia dianugerahi bonus demografi, dimana jumlah penduduk yang berusia produktif lebih banyak dibandingkan penduduk non-produktif.
Namun demikian di sisi lain, kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Berdasarkan Pisa Literasi Sains, pada Tahun 2018 Indonesia berada pada peringkat 71 dari 79 negara.
Oleh karena itu, kamu harus serius dalam meningkatkan kualitas pendidikannya agar peringkat tersebut naik menjadi TOP 10.
2. Dunia dan Indonesia sedang mengalami perubahan iklim. Dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim antara lain suhu udara meningkat, bergesernya musim, permukaan air laut meningkat, krisis pangan, dan meningkatnya karbonisasi.
Oleh karena itu, diperlukan untuk menghadapi perubahan iklim tersebut dengan mengurangi emisi gas CO2 dengan cara beralih dari penggunaan bahan bakar fosil ke bahan bakar ramah lingkungan agar tercapai Indonesia Emas yang lestari pada tahun 2045, yang juga bertepatan dengan 100 tahun Indonesia Merdeka.
3. . Krisis lingkungan sedang di bumi ini akibat dampak dari perubahan iklim. Hadapi tantangan tersebut dengan penguatan kemampuan otak melalui keilmuan dan teknologi, yang mampu menjadi solusi dalam mengurangi emisi CO2. Upaya yang dilakukan berupa Green Transformation dan Accelerate Innovation.
4. Melakukan aksi kolaborasi seluruh stakeholder termasuk unsur masyarakat berbulat tenaga untuk membawa Tanah Air Indonesia agar selamat dari perubahan iklim. Sehingga, tercapai Indonesia yang makmur, sejahtera, dan mandiri. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi