jpnn.com - PALEMBANG - Tim penanggulangan Karhutla Sumsel berhasil menekan angka hot spot (titik panas) di wilayah Sumatera Selatan.
Hal itu terlihat dari jumlah titik panas yang terpantau satelit NOAA sampai pertengahan September ini turun signifikan dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 dan 2015 yang lalu.
BACA JUGA: Polisi Amankan 131 Kantong Captikus
Data Posko Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel jumlah hingga pertengahan September ini tercatat hanya 392 hot spot. Jauh dibadingkan dengan September 2015 yang lalu yang tercatat sebanyak 2.126 hot spot dan September 2014 sebanyak 544 hot spot.
Artinya bisa dikatakan kerja tim penanggulangan Karhutla Sumsel yang melibatkan sejumlah pihak sejauh ini bisa dikatakan berhasil karena mampu menekan jumlah titik api hingga lebih dari 90 persen.
BACA JUGA: PNS Bali Harus Ikut Go Digital demi Dongkrak Kunjungan Wisman
“Arahan Pak Gubernur untuk zero hot spot di Sumsel mendekati kenyataan,” ungkap staf khusus gubernur Sumsel bidang penanggulangan bencana alam, Yulizar Dinoto ketika memimpin rapat koordinasi percepatan penanggulangan Karhutla pada lahan mineral di wilayah Sumsel di kantor BPBD Sumsel Bandara SMB II, Selasa (20/9).
Dari angka tersebut, lanjut Yulizar saat ini hot spot terpantau pada lahan mineral sementara untuk hot spot di lahan gambut bisa dikatakan saat ini sudah tidak ada lagi.
BACA JUGA: The Light of Aceh Bakal Angkat NAD sebagai Destinasi Wisata Halal
“Di lahan mineral masih cukup banyak terdapat hot spot lantaran masih ada diantar masyarakat di sejumlah daerah yang membuka lahan dengan cara membakar. Terbanyak terpantau di Mura, Lahat, OKU, OKU Selatan,OKU Timur PALI, Muba dan Banyuasin,” ungkap Yulizar yang sebelumnya sempat pula menjabat sebagai Kepala BPBD Sumsel kurun beberapa waktu ini.
Dikatakannya, kultur budaya masyarakat di pedesaan yang masih perlu untuk dilakukan sosialisasi lebih intensif terkait larangan membakar lahan, tapi dilema yang kerap dihadapi petugas di lapangan masyarakat bilang mereka membakar lahan untuk makan. Sehingga banyak pandangan masyarakat yang keliru terkait pembakaran lahan ini,” tukasnya.
Di tempat yang sama, Plt.Kepala Dinas Pertanian Sumsel, Ir Erwin Noorwibowo mengaku selama ini pihaknya merasa terusik dengan tudingan segelintir pihak yang menyebut lahan pertanian menjadi salah satu penyumbang terbesar kebakaran lahan.
Menurut Erwin, tahun ini pihaknya telah melaksanakan percepatan tanam dimana ditarik di September tujuannya Februari mereka sudah bisa memulai masa tanam dua kali hingga tiga kali dalam setahun.
“Dengan penerapan pola tanam hingga tiga kali dalam setahun otomatis lahan eks-kebakaran tidak akan sempat ditumbuhi rumput yang dampaknya secara langsung akan dapat dirasakan oleh petani itu sendiri,” papar Erwin.
Pola tanam seperti ini, lanjut Erwin terutama sangat efektif diterapkan di daerah pasang surut seperti di Air Sugihan Kabupaten OKI serta di Banyuasin karena dalam fikirannya untuk mengatasi karhutla ini harus dicari soplusi terbaik untuk petani itu sendiri caranya dengan melibatkan mereka mempercepat tanam di September agar mereka dapat menanam lebih baik.
“ Untuk jenis tanaman yang bakal ditanam di lokasi diutamakan padi-padi dan palawija, dengan sosialisasi di lahan tadah hujan menjalin kerjasama dengan minta bantuan Kodam II/Sriwijaya dan Korem 044/Gapo. Dan ssaat ini kita juga mendapatkan bantuan sebanyak 266 personel TNI yang sudah 20 hari di lapangan,” ucapnya.(kms/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Transmigran Sukses Pikat Warga Gunungkidul Bertransmigrasi
Redaktur : Tim Redaksi