Cegah Pendanaan Teroris, OJK Wajibkan Penyelenggara Fintech Melapor

Cegah Pendanaan Terorisme, OJK Wajibkan Penyelenggara Fintech Melapor

Kamis, 18 Februari 2021 – 03:01 WIB
Ilustrasi Fintech. Foto: Google

jpnn.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan pelaku di industri teknologi finansial (fintech) peer to peer lending (P2P lending) untuk melapor mulai 1 April 2021.

Langkah tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme atau APU PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme).

BACA JUGA: Mengenal Bisnis Skema Piramida, Jeratan TikTok Cash, Kini Diblokir OJK

"Tahun ini juga per 1 April 2021, ada kewajiban pelaporan atau penerapan APU PPT di industri fintech atau P2P lending, itu tantangan juga, bagaimana industri ini tidak dijadikan media untuk pencucian uang, media untuk pendanaan teroris," ujar Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK Munawar dalam diskusi virtual, Rabu.

Selain tantangan untuk memastikan lingkungan fintech aman bagi pengguna, OJK juga melihat COVID-19 masih menjadi tantangan.

BACA JUGA: Fokus Tingkatkan Layanan Fintech, GoPay Saingi OVO dan ShopeePay

Pasalnya, menurut Munawar, COVID-19 sangat berpengaruh pada penyaluran di P2P lending.

Penyaluran pinjaman di P2P lending sempat mengalami penurunan pada awal pandemi, tepatnya April dan Mei 2020 tetapi kembali pulih mulai Agustus.

BACA JUGA: Neobank Diyakini Bisa Bersaing dengan Fintech di Masa Depan

"Artinya kami optimistis ke depan, di Januari, Februari dan seterusnya ini seiring dengan perekonomian nasional yang makin membaik, maka industri P2P lending, pinjamannya juga makin tinggi," kata Munawar.

"Tentu saja kemudian tidak 100 persen bisa sama dengan tahun-tahun sebelumnya dari sisi deretan pertumbuhannya, tetapi kami optimistis bahwa ini terus bertambah penyalurannya atau terus tumbuh."

Bukan hanya soal pertumbuhan industri, menurut Munawar, peningkatan kualitas juga menjadi tantangan ke depan, salah satunya credit scoring.

"Data di kami, pinjaman yang berhasil di-collect, tingkat keberhasilan pengembalian itu masih 95,22 persen. Hal ini masih ada 4 persenan ini yang masih macet. Langkah ke depan supaya tingkat kemacetannya ini makin ditekan," ujar dia.

Terlepas dari tantangan yang dihadapi, industri fintech mengalami pertumbuhan di tengah tekanan pandemi COVID-19.

Meski pertumbuhan tidak setinggi pada tahun-tahun sebelumnya, dari sisi penyaluran pinjaman pada 2020, industri fintech berhasil menyalurkan Rp74,41 triliun, artinya naik 26,47 persen year-on-year.

"Dari sisi pertumbuhannya memang menurun, tapi itu tentu saja pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, atau pertumbuhan industri lainnya," kata Munawar.

Sementara itu, dari sisi jumlah pengguna, hingga saat ini, Munawar mengatakan, terdapat 45 juta rekening pengguna dan 717 ribu rekening orang yang memberikan pinjaman atau lender.

"Jadi, memang sangat banyak, dan kami optimistis ke depan juga akan bertambah lebih banyak lagi. Fintech ini hadir dalam rangka untuk memberikan pendanaan dan tentu saja untuk membangun perekonomian nasional," pungkasnya. (ant/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Investor Pemula yang Buntung, Reaksi Fatchan DPR Menohok OJK dan BEI


Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler