jpnn.com, JAKARTA - Sejak awal berdiri pada 2017, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) hingga saat ini telah menjangkau lebih dari 50 ribu masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke mengedukasi masyarakat perihal gizi anak dan pola konsumsi keluarga sebagai upaya pencegahan stunting dan gizi buruk.
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan organisasinya yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberikan bekal berupa edukasi gizi dan kesehatan anak.
BACA JUGA: YAICI Edukasi 10 Ribu Masyarakat Indonesia Tentang Gizi
“Dasar dari generasi yang produktif itu adalah anak yang secara fisik sehat dan tumbuh kembang optimal. Caranya adalah dengan memberi anak gizi yang cukup dan menghindarkan anak dari asupan yang tinggi kandungan gula garam lemak. Anak-anak yang cukup gizi, fisiknya akan sehat, tumbuh kembang otak optimal dan saat usia dewasa nanti akan menjadi generasi yang unggul,” jelas Arif lewat keterangannya.
Arif mengatakan mempersiapkan generasi masa depan yang unggul adalah cara permanen untuk memutus rantai kemiskinan di Indonesia.
BACA JUGA: Pengakuan Pencabul Anak Sungguh Mencengangkan, Sontoloyo
“Selama ini kita selalu beralasan kemiskinan, lalu di beri bantuan sosial, isinya beras, minyak, mi instan, gula, kopi dan susu kental manis. Kalau saya bilang ini enggak akan mengubah keadaan, anak-anak dari keluarga miskin yang mengonsumsi bansos-bansos seperti ini di masa depannya besar kemungkinan akan tetap berada di lingkaran kemiskinan. Sebab, intervensi seperti ini hanya untuk menghilangkan lapar, tapi tidak memberi asupan pada otak, tidak mempengaruhi perkembangan otak. Maka tidak heran mereka tidak akan pernah bersaing di pasar global, mereka akan sulit memasuki dunia white collar,” kata Arif.
YAICI dengan dukungan mitra kerja seperti PP Aisyiyah, PP Muslimat NU dan HIMPAUDI, Arif menggagas model edukasi yang tidak hanya sekedar memberikan informasi, namun juga membiasakan masyarakat melakukan hal-hal baik yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
BACA JUGA: Guru di Sumut Peluk Paksa dan Cium Muridnya di Ruangan, Setelah Itu
“Sejak akhir 2021, kami mulai menggagas program Gerakan 21 Hari (G21H) untuk membiasakan anak mengkonsumsi makanan bergizi. Hasilnya, dari 30 peserta (ibu dan anak), hanya dua anak yang gagal. Sisanya, sebanyak 28 peserta akhirnya bisa terlepas dari kebiasaan makan yang buruk. Kini anak dengan sadar menghindari asupan makanan yang tinggi gula garam lemak, dan mau mengkonsumsi makanan minuman yang kaya akan protein, serat dan vitamin,” kata Arif.
Tahun ini, YAICI akan melanjutkan program pendampingan G21H agar dapat memberi dampak yang lebih luas lagi bagi masyarakat dan masa depan anak-anak.
Melly Amaya Kiong, Founder Komunitas Menata Keluarga sekaligus praktisi mindful parenting yang mendampingi pelaksanaan program memberikan apresisasi atas program G21H .
“Kolaborasi konsep Mindful Parenting dengan pendampingan oleh kader selama 21 hari, memonitoring perubahan-perubahan anak, ini ternyata bisa mewujudkan kebiasaan makan yang baik pada balita adalah sesuatu yang baru. Ke depannya, metode ini dapat diterapkan untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan baik pada anak dan keluarga,” jelas Melly.
Nyai, orang tua dari Arka (usia dua tahun) mengaku keluarganya mengalami banyak perubahan sejak mengikuti program pendampingan G21H ini.
“Arka dulu mengkonsumsi susu kental manis tiga kali sehari, sekarang sudah lepas dari kebiasaan konsumsi susu kental manis. Arka juga terlihat lebih sehat dan ceria, makan lebih teratur dan banyak minum air putih. Di awal program memang terasa sulit, tapi lama-kelamaan aktivitas ini jadi menyenangkan. Semoga ibu-ibu lain yang mengalami problem seperti saya dapat berkesempatan mengikuti program ini,” harap Nyai. (rhs/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti