Cekcok Jelang Hari Pernikahan Itu Biasa, Tidak Perlu Panik

Rabu, 26 April 2017 – 19:52 WIB
Inilah 11 Pernikahan yang Bikin Heboh. Ilustrasi

jpnn.com - Pernikahan bukan sekadar hari H upacara ikat janji secara agama dan hukum, lalu dilanjutkan pesta resepsi. Yang jauh lebih penting adalah kesiapan mental menjalani kehidupan setelah pernikahan.

Panduannya diulas lengkap dalam buku Anti Panik Mempersiapkan Pernikahan karya TigaGenerasi. Itulah buku kedua rumah konsultasi dan pusat informasi keluarga tersebut setelah Anti Panik Mengasuh Bayi 0–3 Tahun.

BACA JUGA: Dua Tahun Menabung, Gadis Italia ke Batang Demi Pemuda Pujaan

Saskhya Aulia Prima MPsi, psikolog TigaGenerasi, mengungkapkan, berdasar data yang terkumpul, kecenderungan yang kerap dipusingkan calon mempelai adalah hari H pesta.

’’Padahal, sebelum sampai ke sana, kesiapan mental yang utama. Nanti, setelah menikah, ada perubahan-perubahan yang dialami,’’ ujarnya.

BACA JUGA: Kebanyakan Sudah Hamil Duluan

Sebelum masuk ke sisi teknis seperti gedung, undangan, konsep acara, katering, gaun, dan lainnya, kenalilah pasangan. ’’Emosinya seperti apa, bagaimana dia meng-handle konflik, dan bahasa cintanya seperti apa,’’ paparnya.

Tidak bisa dimungkiri, soal teknis memang menguras pikiran, waktu, tenaga, dan biaya. Sangat wajar bila calon mempelai lebih sensitif, cemas, dan mudah tersinggung. Membahas warna bunga dekorasi antara biru dan biru muda saja bisa menyulut pertengkaran.

BACA JUGA: Ketua DPRD dan Wabup Tenggak Miras di Pesta Pernikahan

Terlebih harus menyatukan banyak kepala. Bukan hanya pasangan yang bakal menikah, tetapi juga keluarga besar kedua belah pihak. Alangkah indahnya jika masa persiapan pernikahan itu bisa dijalani dengan rileks dan fun.

Nah, bagaimana untuk menurunkan tensi dan meminimalkan konflik? Pertama, tutur Saskhya, harus satu tim dengan pasangan. Saling menjadi alarm.

’’Bila salah satu sampai di titik lelah, ambil satu waktu untuk quality time, take a break dari segala persiapan teknis,’’ tuturnya.

Psikolog lulusan Universitas Indonesia (UI) tersebut menyarankan untuk melihat kembali hal yang menjadi topik perdebatan.

’’Ada hal krusial yang perlu banget untuk fight. Itu pun cara menyampaikannya harus diatur. Namun, ada yang tidak urgen untuk diperdebatkan, jadi ambil titik tengah yang menyamankan semua pihak,’’ katanya.

Buku yang diluncurkan pada Kamis (13/4) di Taman Kajoe, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tersebut disusun 16 penulis dari beragam latar.

Selain psikolog, ada financial planner, wedding organizer, party decor, dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter kulit, serta banyak lainnya.

Pembuatan buku memakan waktu sekitar tiga bulan, sejak Desember 2016 hingga Februari lalu. Kebetulan, Saskhya dan Fathya Artha yang juga psikolog TigaGenerasi ketika menyusun buku itu sedang menyiapkan pernikahan.

Founder TigaGenerasi Ui Birowo menambahkan berdasar pengalamannya saat menjelang pernikahan dengan aktor Indra Birowo.

’’Biar nggak panik, harus punya knowledge yang cukup. Sebab, pernikahan itu kan memulai hidup baru, harus komunikasi sama pasangan,’’ papar Ui yang kini sudah dikaruniai dua putra.

Konflik tidak selamanya buruk. Justru bagus untuk lebih mengenal satu sama lain dan memahami cara untuk mencari solusinya. Dari sisi kesiapan fisik, ada bahasan dari dokter spesialis kandungan.

Ada pula dokter spesialis kulit yang memberikan panduan agar tampil cerah pada hari H dan dari sisi gizi agar tetap fit dan ideal.

Financial planner berbicara tentang pengaturan keuangan pasangan hingga notaris yang mengulas prenuptial agreement atau perjanjian pranikah.

’’Buku ini bisa dibaca siapa saja, calon mempelai perempuan atau pria. Yang sudah menikah pun juga bisa,’’ tandasnya. (nor/c14/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda tak Anggarkan Isbat Nikah? Selowww....


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler