jpnn.com, JAKARTA - Munculnya kasus penyalahgunaan data registrasi kartu prabayar sempat memicu keresahan masyarakat.
Sejumlah kalangan menilai celah dalam regulasi dapat memang bisa memicu penyalahgunaan data registrasi kartu prabayar.
BACA JUGA: Penjual Nomor Ponsel Masih Banyak yang Nakal
Hal itu diperparah dengan adanya oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan fasilitas di mitra operator yang tersebar di ratusan ribu outlet atau counter dan juga banyaknya data pribadi yang tersebar di dunia maya.
“Yang pertama perlu dipahami, apanya dulu yang bocor? Data yang beredar dan mengalir yang disimpan operator itu hanya nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK). Hanya berisi nomor saja, bisa apa orang dengan data NIK dan KK,” kata Merza Fachys, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) di Jakarta, Jumat (16/3).
BACA JUGA: DPR Bakal Garap Menkominfo Soal Registrasi Ulang Sim Card
Menurut Merza, operator hanya meneruskan dua nomor (NIK dan KK) itu ke database Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk mendapat jawaban bahwa NIK dan KK sesuai atau tidak.
“Kalau sesuai, nomor itu benar. Bukan abal-abal. Maka kita yakini orang ini orang yang benar,” ujarnya.
BACA JUGA: Partai Ini Tuding Rudiantara Bocorkan Data KK dan NIK
Terkait kasus penyalahgunaan data registrasi kartu prabayar, Merza menjelaskan, setelah ditelusuri ada ibu-ibu yang minta dibantu meregistrasi kartunya di outlet.
“Kemudian ada orang datang, minta didaftarkan juga, akhirnya menggunakan data ibu yang tadi. Kemudian begitu terus, berulang-ulang. Nah, kebocoran data hanya bisa terjadi jika nama-nama keluar dari database Dukcapil. Padahal Dukcapil bilang, proteksinya sudah setengah mati,” paparnya.
Dikatakan, sengaja atau tidak sengaja data-data pribadi masyarakat telah beredar luas di internet. Hal itu tak lain dari perilaku di dunia siber.
Berdasarkan data yang diimiliki ATSI, sebanyak 60 persen pengguna internet mengunggah fotonya di dunia maya.
Tak hanya itu, 50 persen dari pengguna internet juga memberikan data berupa tanggal lahir, lalu 46 persen memberikan informasi mengenai email pribadinya.
Lebih dari itu, 30 persen pengguna internet juga memberikan informasi alamat rumahnya dan bahkan 24 persennya menuliskan nomor handphone.
"Sengaja atau tidak, semua data-data pribadi kita di dunia maya itu ada. Kita sendirilah yang memberikan itu ke public domain. Di mana semua orang bisa melihat. Bahkan kita kadang dengan sengaja pernah bilang; kalau mau melihat email saya, lihat saja di Facebook," ujarnya.
Dengan banyaknya data-data yang dipublikasi di internet, sudah pasti sulit untuk dikontrol penggunaan data tersebut.
"Pengguna internet tak akan pernah tahu imbas dari data-data yang telah mereka publish melalui internet suatu hari nanti," lanjutnya.
Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Ahmad M. Ramli mengatakan yang terjadi adalah penyalahgunaan data kependudukan oleh oknum untuk melakukan registrasi ulang nomor seluler.
Seluruh data kependudukan aman karena Kementerian Dalam Negeri mempunyai SOP yang ketat untuk melindunginya, selain itu operator memiliki ISO 270001.
"Kemendagri SOP-nya ketat, operator seluler juga memiliki ISO 270001. Jadi kata-kata kebocoran itu terlalu tendensius, yang terjadi penyalahgunaan data untuk registrasi," tutur Ahmad Ramli.
Untuk mencegah kasus serupa, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menggandeng Bareskrim Polri untuk melakukan penelitian terhadap kasus yang terjadi di masyarakat.
Langkah itu dilakukan sejalan dengan upaya pembersihan (cleansing) data kartu prabayar yang sudah teregistrasi.
Dikatakan, penyalahgunaan data bisa saja terjadi karena banyak pihak yang memberikan data-data terkait dengan pembelian atau pengajuan kredit.
Dikatakan, langkah pertama pencegahan yang dilakukan BRTI adalah meng-unreg nomor yang diketahui tidak sesuai. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menkominfo Rudiantara Difitnah, Sungguh Keji!
Redaktur & Reporter : Soetomo