Cerita dari Jakarta, Skenario dari Kairo

Rabu, 16 Februari 2011 – 11:45 WIB

BOS besar Partai Demokrat Mesir (NDP) itu, seperti diharapkan banyak orang, akhirnya memang tumbangSetelah terjungkal, barulah topeng kebohongan Hosni Mubarak bisa sungguh-sungguh terkuak.

Semula orang hanya tahu Mubarak adalah orang yang pandai membungkus kekejiannya dengan kesantunan

BACA JUGA: Antara Cikeusik dan Cikeas

Ia juga selalu menampilkan diri sebagai tokoh demokrasi
Tapi kini media massa Mesir rajin membongkar kebohongan-kebohongan Mubarak dan kroninya, yang ternyata banyak yang korup

BACA JUGA: Musim Gugur Rezim Kebohongan

Keluarga Mubarak sendiri diprediksi memiliki kekayaan sekurang-kurangnya USD 70 milyar!

Banyak petinggi di Jakarta semula melihat drama sosial politik di Mesir yang dimulai sejak 25 Januari itu, tidak akan sanggup meruntuhkan kekuasaan rezim kebohongan
Sebab dalam pandangan mereka, Mubarak adalah figur pemimpin (militer) Timur Tengah yang disukai Barat

BACA JUGA: Gaji Naik dan Kebohongan Publik

Sikapnya yang keras kepada kelompok Islam radikal, dan persekutuannya dengan Israel, adalah kekuatan yang membentengi Istana.

Tapi sejarah politik Mesir akhirnya mencatat, Jumat, 11 Februrai 2011 itu, Kairo menjadi fotokopi Jakarta, 21 Mei 1998Cuma Kairo mengubah sedikit skenarionyaBila Pak Harto langsung menyatakan mundur dan menyerahkannya kepada Wapres BJ Habibie, Mubarak sempat mencoba bertahanNamun akhirnya mundur jugaPengumumannya disampaikan Wapres Omar Sulaeman.

Berbeda dengan para pejabat, kebanyakan rakyat Indonesia percaya Mubarak bakal tumbang, sambil diam-diam mengharap hal demikian terus merambatMerambat ke mana, hati kita sudah bisa menjawabnyaSebab meskipun cerita Jakarta 1998 sama dengan Kairo 2011 dengan skenario agak berbeda, tapi keadaan rakyat Mesir 2011 juga nyaris sama dengan kondisi rakyat Indonesia hari ini, dengan komposisi yang sedikit berbeda.
Di tengah isu “badai gurun pasir” yang tengah melanda kawasan Timur Tengah dan Afrika, Senin pekan lalu, di Bina Graha, tempat dulu Pak Harto biasa bekerja, Satgas Evakuasi WNI di Mesir Hassan Wirajuda menggelar pertemuan dengan wartawanBekas menlu yang juga pernah jadi dubes di Mesir itu cerita soal surat Presiden Yudhoyono untuk Mubarak.
Pada awal pekan di bulan Februari, Wirajuda mengaku diutus Presiden untuk menyampaikan surat buat MubarakSurat itu isinya kurang lebih menasihati Mubarak agar belajar pada Indonesia yang mengalami peristiwa sejenis pada 1998Jalan keluarnya, Soeharto lengser, dan diteruskan wakilnya.

Dengan nada bangga, Wirajuda merasa gara-gara nasihat Presiden Yudhoyono yang ia sampaikan via Menlu Mesir Ahmed Abdul Gheit itu, Mubarak kemudian mengundurkan diri“Faktanya [saya] sampaikan surat itu pada MenluSaya kembali Kamis sore, tiba [di Indonesia] Jumat, dan pada Jumat [saya] mendengar berita Presiden Mesir Hosni Mubarak mundurFaktanya itu,” katanya.

Bagi orang yang sedikit paham soal politik, apalagi paham politik di Timur Tengah, mendengar Presiden Yudhoyono menasihati Presiden Mesir Hosni Mubarak bisa terbahakLebih-lebih setelah menyimak pernyataan Hassan Wirajuda yang merasa yakin penuntasan revolusi Mesir barangkat dari surat itu.

Makanya, di kalangan mahasiswa dan aktivis pergerakan beredar anekdot begini: Surat Presiden Yudhoyono yang berisi nasihat agar Presiden Mesir Hosni Mubarak mundur dari jabatannya, ternyata tak pernah sampai kepada yang bersangkutan.

Oleh salah seorang pegawai Deparlu Mesir, yang menemukan surat itu setelah Mubarak mundur, dikirimkan ke kantor pos KairoLalu oleh tukang pos Mesir, surat berisi nasihat agar presiden mundur itu, dicap dengan huruf besar dan tinta merah:

“Alamat Tidak DikenalKembali Kepada Si Pengirim…!” [**]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bohong Itu Indah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler