jpnn.com - Aksi Gus Miftah berdakwah di Boshe, kelab malam Bali, minggu lalu mendapat perhatian dari sejumlah kalangan. Ternyata dia sudah biasa berceramah di lokasi yang dianggap masyarakat sebagai sarang dosa.
Dwi Agus, Sleman
BACA JUGA: Reaksi Cak Imin Soal Video Viral Gus Miftah yang Berselawat
Video Gus Miftah yang mengajak para pekerja di Boshe Bali, dengan pakaian seksi, berselawat membuat geger. Dirinya pun mendapat beragam hujatan dia terima dari kalangan netizen.
Padahal dakwah di Boshe VVIP itu sudah kali kedelapan. Artinya bukan kali ini saja, pria berambut gondrong ini menggelar dakwah di sebuah kelab malam. Bahkan Boshe VVIP Jogjakarta secara rutin mengundang dirinya untuk memberikan siraman rohani.
BACA JUGA: Yakinlah, Berdakwah di Tempat Maksiat Justru Mulia
“Jangan menilai manusia dari tampilan luarnya, seburuk-buruknya manusia pasti tetap butuh siraman rohani,” katanya ditemui Radar Jogja (Jawa Pos Group) di kediamannya Ponpes Ora Aji, Kalasan, Rabu (12/9).
Pria dengan nama lengkap Miftah Maulana Habiburochman itu memang dikenal unik saat berdakwah. Dia memilih untuk berdakwah di tempat yang dianggap awam sebagai sarang maksiat. Mulai dari lokasi prostitusi, salon plus-plus, panti pijat hingga tempat hiburan malam.
BACA JUGA: Berdakwah di Kelab Malam, Gus Miftah: Mereka Butuh Tuhan
“Justru kita harus berani dakwah-dakwah ditempat yang dianggap kotor oleh orang lain,” tegasnya.
Pria kelahiran Lampung 5 Agustus 1981 itu kemudian menceritakan awal mula perjuangannya. Gus Miftah mengakui tidak mudah untuk berdakwah ditempat-tempat tersebut. Penolakan sudah menjadi makanannya sehari-hari.
Baginya kontroversi dan cibiran pasti ada. Namun dia lebih menyayangkan tidak adanya peran serta aktif mereka yang mencibir tersebut. Apalagi tidak semua orang mau menyeburkan diri ke tempat-tempat yang dianggap maksiat.
“Ini caraku, ini diriku, ini metodeku, boleh mencelaku tapi jangan menghalangi mereka kembali bermesraan dengan Tuhan,” tegasnya.
Niat kuatnya itu pernah mendapatkan ancaman. Tidak tanggung-tanggung, ancaman datang dari sosok almarhum Gunardi Joko Lupito. Pria ini adalah salah satu dedengkot dunia premanisme di Jogjakarta yang lebih dikenal dengan nama Gun Jack. Itu saat Gus Miftah pertama kali masuk ke Pasar Kembang atau Sarkem,
“Tapi akhirnya justru beliau yang sering menemani. Bahkan saya pernah ditemani salat tahajud setiap malam Jumat di Sarkem untuk melakukan pendekatan,” kenangnya.
Di tempat tersebut, Gus Miftah melakukan dakwah dengan ciri khasnya. Bukan menggurui namun memberikan secercah harapan melalui siraman rohani. Dalam pertemuan tersebut, terungkap pula para penghuninya merindukan siraman rohani.
Kala itu, kenangnya lagi, dia pernah mendengarkan keluh kesah salah seorang jamaahnya. Sebelum bertemu Gus Miftah, jamaah perempuan itu jika ikut pengajian diluar, mendapatkan penolakan dan cibiran. “Padahal dia tulus untuk menimba ilmu agama,” kisahnya.
Keluhan tersebut juga dia dapatkan dari pegawai hiburan malam. Atas dasar niat berdakwah, Gus Miftah memberanikan diri nembung ke pemilik usaha. Tujuannya bukan untuk mencari untung, namun murni berdakwah atas nama agama.
“Pengajian di luar, kadang dirasani apalagi kalau bertato. Akhirnya saya tembusi manjemennya, Alhamdulilah ada respons,” ungkapnya.
Dengan metodenya itu saat ini hampir seluruh tempat hiburan malam di Jogjakarta sudah menggelar pengajian untuk karyawannya.
Dengan dakwah yang dijalankanya itu, Gus Miftah sempat mendapatkan pertanyaan dari seorang sahabat. Apakah tujuan berdakwah untuk menobatkan para penggawa dunia hiburan plus? Menurut dia pintu pertobatan tidak bisa dipaksakan.
“Hidayah, kalau datang bukan karena saya tapi karena Allah menghendaki. Akan datang dengan sendirinya, jika individu tersebut benar-benar siap untuk bertaubat,” ujarnya.
Gus Miftah mengakui pasti ada pandangan negatif terhadap pekerja dunia hiburan malam. Namun dia selalu menanamkan, bahwa semua orang pasti memiliki cerita. Dia menekankan bahwa agama dan sang pencipta tidak pernah pilih-pilih umatnya.
Apakah ada dampak positif atas dakwah tersebut? Gus Miftah menjawab, “Ada, bahkan beberapa sudah mulai meninggalkan dunia tersebut.” Tidak sedikit pula yang mendalami ilmu di Pondok Pesantren Ora Aji milik Gus Miftah.
BACA JUGA: Konon, Gus Miftah Juga Digandrungi Emak-emak
Kini, ponpes miliknya telah memiliki sekitar 70 santri. Seluruhnya berasal dari berbagai latar belakang. Tidak hanya dari Jogjakarta, adapula santri yang berasal dari luar daerah. Menurut dia Ponpes selalu terbuka untuk siapapun yang ingin menimba ilmu agama bersama-sama.
“Tidak pengecualian, jika memang memiliki niat tulus untuk belajar tentang agama,” ujarnya. (pra)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Respons MUI soal Cewek Pakai Rok Mini Berselawat Nabi
Redaktur : Tim Redaksi