Cerita Pemilik Kedai Kopi saat Dihantam Kebijakan Pembatasan Jam Malam di Depok

Kamis, 10 September 2020 – 04:20 WIB
Salah satu pelanggan tengah menunggu pesanan kopinya di Mokuton Coffee & Co, Depok, Rabu (9/9). Foto: Dicky Prastya/JPNN

jpnn.com, DEPOK - Situasi berbeda terlihat di salah satu kedai kopi yang berada di wilayah Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/9).

Sejak siang, kedai ini terlihat sudah buka dan siap melayani pembeli.

BACA JUGA: Mulai Hari Ini, Kota Depok Terapkan Jam Malam

Padahal, jadwal operasional kedai tersebut dimulai pada pukul 18.00 WIB hingga tengah malam.

Di jendela pintu masuk, terdapat sebuah informasi yang ditulis oleh Gugus Tugas Covid-19 Kota Depok.

Dalam surat tersebut, ada poin yang menyatakan bahwa pembatasan operasional layanan secara langsung di toko, rumah makan, kafe, minimarket, midimarket, supermarket, dan mal dibuka sampai dengan pukul 18.00.

Pembatasan juga berlaku untuk layanan antar dan aktivitas warga Depok.

BACA JUGA: Sambangi Kabupaten Bekasi, Kang Emil Bicara soal Jam Malam

Teruntuk layanan antar, Gugus Tugas Depok membatasi hingga pukul 21.00 WIB.

Sedangkan untuk aktivitas warga dibatasi maksimal sampai 20.00 WIB.

Surat inilah yang menjadi alasan utama berubahnya jam operasional kedai kopi yang dikenal dengan nama Mokuton Coffee & Co. tersebut.

BACA JUGA: Kota Bogor Zona Merah Covid-19, Banyak Kafe Masih Buka Saat Jam Malam, Wawako Marah

Kebijakan pembatasan aktivitas malam hari ini sudah diterapkan oleh Pemerintah Kota Depok sejak Senin (31/8) lalu.

Nicko Alfian selaku pemilik kedai sempat panik saat mendapat berita ini lewat akun media sosial.

Saat berita diluncurkan, ia mengaku tengah asyik mempersiapkan rencana selanjutnya untuk bertahan di tengah situasi pandemi Covid-19.

“Ibaratnya kami digebukin sama kebijakan dari Wali kota Depok terkait adanya pembatasan jam malam ini. Drop sekali,” keluhnya saat ditemui JPNN, Rabu (9/9).

Akibat adanya pembatasan itu, Nicko mengaku pemasukan di kedainya turun 50 hingga 70 persen.

Bahkan, dalam sehari ia pernah mendapatkan pemasukan sebesar Rp 200 ribu saja per harinya.

“Sejak adanya jam malam ini, penghasilan turun sekitar 50-70 persen dibandingkan dengan keadaan new normal waktu itu. Kemarin, kami pernah mendapatkan pemasukan Rp 200 ribu doang per harinya,” ujarnya lesu.

Nicko bercerita, pandemi corona ini memang menjadi momok bagi bisnis food and beverage (FnB) miliknya. Sejak awal masuknya Covid-19 ke Indonesia, ia mengaku banyak dari pelangganya yang merasa takut untuk keluar rumah.

“Pemasukan acak-acakan sejak itu. Bahkan, kami sempat tutup karena kebingungan harus berbuat apa. Para pelanggan yang biasa datang memutuskan untuk berdiam diri di rumah, mereka ketakutan,” papar Nicko.

Ia mengaku, sebelum adanya pagebluk ini, pemasukan di kedai kopinya bisa mencapai Rp 1,2 hingga Rp 1,7 juta per hari.

Namun semenjak saat corona datang, pemasukan kedainya menurun tajam.

“Di awal corona, saya mengubah bisnis dari dine-in menuju take away. Namun, pemasukan saat itu hanya berkisar Rp 200 ribu per harinya. Drastis sekali,” kenang Nicko.

Momen ini membuat Nicko terpaksa merumahkan para karyawannya selama seminggu.

Sejak itu, ia sendiri yang melayani para pelanggan dengan metode take away ini.

Di sisi lain, harga bahan untuk membuat kopi juga justru mengalami kenaikan.

Padahal, Nicko mengaku keadaan ekonomi saat itu justru sedang lesu.

“Di saat harga-harga bahan pokok naik, saya memilih untuk menurunkan harga untuk menarik pelanggan,” jelasnya.

Harapan mulai datang saat kebijakan new normal diberlakukan di Depok.

Pemasukan yang awalnya hanya Rp200 ribu perlahan bangkit menjadi Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta per harinya.

Sayang, Nicko kecele. Momentum kebangkitan ini hancur lantaran adanya pembatasan jam malam.

Ia harus kembali memutar otak untuk mempertahankan bisnisnya di tengah kebijakan baru.

“Akhirnya saya hidupkan kembali metode take away mulai hari ini. Saya ajak teman-teman yang biasa datang untuk membeli produk kami dengan kemasan botolan. Pesanan itu nanti akan kami antar langsung secara gratis menuju rumah si konsumen,” katanya.

Salah satu pegawai Mokuton, Reza Fadil Mustofa, turut merasakan imbas pembatasan jam malam tersebut.

Di satu sisi, Fadil senang karena perubahan jadwal operasional ini tak membuat kerjanya berat.

Namun di sisi lain, pelanggan yang tak ramai membuatnya kebingungan karena minimnya pemasukan.

“Saat tidak ada pembatasan jam malam, saya lelah secara fisik. Namun, saat ini, justru saya lelah secara batin. Itu justru yang malah berat,” ujar Fadil. (mcr4/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Dicky Prastya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler