Cermati Calon DPD dari DPR

Rabu, 06 Agustus 2008 – 18:00 WIB

JAKARTA-Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumbar, Irman Gusman menilai sebagian calon Anggota DPD dari DPR tidak mendukung penguatan DPD"Sebagian mereka tidak mendukung penguatan DPD melalui amandemen kelima Undang-Undang Dasar 1945 dan kurang berkenan terhadap keberadaan DPD namun kini ingin bergabung dengan DPD," tegas Irman Gusman di komplek parlemen, Rabu (6/8).

Kenyataan ini lanjut Irman, bisa mengundang pro-kontra keberadaan orang-orang partai politik yang agendanya tidak sesuai dengan semangat kelahiran DPD

BACA JUGA: Enam Perusahaan Batubara Tunggak Rp7 T

"Kehadiran mereka harus dicermati
Sejauh mana teman-teman dari parpol itu bisa menanggalkan atribut partai politiknya

BACA JUGA: Al Amin Bantah Terima Suap

Publik harus mengawasinya secara ketat dan cerdas," usul Irman.

Dia mengkhawatirkan, kalau mereka tetap di parpol lalu terpilih sebagai anggota DPD maka aspirasi dan ideologi partai politiknya akan lebih kuat daripada aspirasi daerah yang diwakilinya
Untuk meminimalisir bias, secara moral Irman menghimbau untuk menanggalkan atribut partai politiknya

BACA JUGA: Hino Serahkan 34 Unit Busway

“Supaya mereka bisa menaungi aspirasi dari berbagai kelompok dan aliran yang berkembang di daerah masing-masingDengan itulah kita bisa mendapat jaminan.”
 
Diingatkan Irman, anggota DPD periode sekarang tetap bertekad menjadikan amandemen kelima UUD 1945 sebagai agenda utamaDiharapkan, anggota DPD periode mendatang juga sama berbekal dukungan kepada penguatan fungsi, tugas, dan wewenang DPD yang luar biasa“Persoalannya, bagaimana teman-teman di MPR dari DPR mendukungnya,” harap Irman Gusman 
 
Tanpa penguatan DPD, lanjutnya, maka jangka panjang akan terjadi kesia-siaanBiaya penyelenggaraan Pemilu 2004 untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD mencapai Rp 5 trilunHampir Rp 1,5 triliun digunakan untuk memilih anggota DPD“Jadi, biaya untuk seorang anggota DPD jauh lebih mahal daripada seorang anggota DPR.”
 
Hitung-hitungannya, jika anggota DPD berjumlah 128 orang berarti rata-rata seorang anggota DPD menghabiskan Rp12 miliar melalui Pemilu 2004Sedangkan, jika anggota DPR 550 orang dikali Rp1,5 triliun maka hanya Rp3 miliar yang dihabiskan“Empat kali lebih mahal,” tegas Irman.
 
Karena sudah terlanjur diputuskan MK, diharapkan keberadaan mereka betul-betul sesuai dengan keinginan masyarakat di daerah melalui penguatan DPD yang setara dengan DPR betul-betul terealisirTanpa penguatan tersebut maka keberadaan DPD hanyalah kesia-siaan.
 
“DPD memang bisa berbuat, tetapi tidak maksimalUndang-undang yang membatasi kami hanya sampai tahap untuk mengajukan pandangan dan pendapat serta pertimbangan, yang kadang kala dilaksanakan atau tidak dilaksanakan,” tukas Irman.
 
DPD, menurutnya, tidak boleh berhenti atau menyerah dengan keadaan DPD seperti sekarang“Kami tidak berhenti, menyerahAkan berusaha terusMakanya, kami selalu berkomunikasi dengan semua stakholder seperti kampus, provinsi, kabupaten, kota, mengenai betapa pentingnya amandemen kelima UUD 1945 dalam rangka memperbaiki sistem lembaga perwakilan kita.”
 
Dijelaskan Irman, sekarang DPR berada pada titik nadir karena skandal demi skandal yang mendera sebagian anggotanya“Bagaimana kita berharap kepada lembaga perwakilan yang sangat bermasalah seperti DPR,” tanyanya.
 
Karena itulah, betapa penting sistem perwakilan dua kamar (bikameral) dengan menyetarakan DPR dan DPD melalui amandemen kelima konstitusi ituHarapannya, anggota DPD tidak hanya membahas rancangan undang-undang tertentu kemudian diserahkan hasilnya kepada anggota DPR tetapi betul-betul menjadi senator seperti Senat di Amerika Serikat (AS).
 
Ia meyakini, kalau kedua lembaga perwakilan setara maka persoalan kesejahteraan keadilan akan lebih cepat tercapaiKalau tidak, yang terjadi adalah seperti kejadian terakhir di mana kebijakan Pemerintah atau Menteri Dalam Negeri (Mendagri) banyak yang tidak terlaksana karena berbeda dengan aspirasi daerah.

“Banyak kebijakan pusat tidak sesuai aspirasi daerah,” tegasnyaMalah, DPD banyak menemukan undang-undang sektoral yang tidak diselaraskan dengan perkembangan otonomi daerah sekarang sehingga pelaksanaan teknisnya kesulitan(fas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ade Daud : KPK Tidak Fair


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler