Chandra Menilai Mahkamah Konstitusi Melampaui Kewenangan, Diskriminatif

Selasa, 17 Oktober 2023 – 09:28 WIB
Ketua Hakim MK Anwar Usman saat memimpin sidang putusan gugatan uji materi UU Pemilu terkait syarat capres dan cawapres di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan angkat bicara merespons putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi mengenai norma batas usia capres-cawapres.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya dalam gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) itu mengubah batas usia capres-cawapres menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

BACA JUGA: Putusan MK Berbeda setelah Makan Siang, Ini yang Terjadi

Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif BPH KSHUMI Chandra Purna Irawan. Ilustrasi Foto: dokpri Chandra

Putusan itu dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan pada Senin (16/10).

BACA JUGA: Hakim MK Saldi Isra Mengalami Peristiwa Aneh, Ada Misteri soal Gugatan Usia Capres-Cawapres

Chandra dalam pendapat hukumnya menyatakan putusan MK itu membuka peluang terjadi politik dinasti, yaitu dengan hanya dikabulkannya klausul minimal pernah berpengalaman menjadi kepala daerah.

"Itu hanya mengakomodasi pihak yang ada di kekuasaan atau hanya diperuntukkan bagi yang sudah berada di kekuasaan," kata Chandra dalam keterangan tertulis, Selasa (17/10).

BACA JUGA: GM Kecewa Banget soal Jokowi, Butet Masih Pilih Cara Halus

Selain itu, dia memandang putusan MK tersebut tampak sangat diskriminatif, yaitu menutup peluang rakyat di bawah batas usia yang tidak pernah memiliki kekuasaan tidak dapat mengikuti kontestasi capres-cawapres.

"Kenapa MK tidak mengabulkan saja gugatan terkait batas usia minimal capres. Sebab, jika putusan batas usia dikabulkan maka semua warga negara bisa maju tanpa terkecuali," tuturnya.

Chandra juga melihat ada kejanggalan. Di lain pihak MK menolak permohonan Judicial Review Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 , Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023.

Di sisi lain, MK menerima 90/PUU-XXI/2023, padahal yang menjadi objek permohonan sama yaitu pemohon ingin MK mengubah batas minimal usia capres-cawapres atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

Dia mengingatkan bahwa kewenangan MK adalah untuk menyatakan sebuah peraturan perundang-undangan bertentangan atau tidak dengan UUD 1945. Namun, materi pokok terkait capres-cawapres sudah melampaui kewenangannya.

"Ketika MK mengambil materi muatan baru yang tidak tercantum dalam materi pokok undang-undang yang diuji, yaitu ketentuan baru pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah, maka MK melampaui kewenangannya," kata Chandra.

Pria yang berprofesi sebagai advokat itu juga menilai putusan MK terlalu vulgar menunjukkan sarat kepentingan politik. Dia menyebut hukum seharusnya tidak boleh dijadikan 'alat meraih kekuasaan.

Menurut Chandra, MK harus berjalan sesuai dengan koridor hukum dan amanah konstitusi agar produk yang terbentuk adalah hukum responsif bukan yang ortodok yang tidak mampu memberi rasa keadilan.

"Hukum haruslah mempertimbangan keinginan-keingan rakyat, tidak hanya mengikuti hawa nafsu saja supaya kepentingan tercapai dan kekuasaan bertahan," ucap Chandra.(fat/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sikap Tenang Megawati Akan Membuat Jokowi Terlihat Buruk Sekali


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler