Christina Sunardi, Dosen Gamelan di University of Washington, Seattle, AS

Beli Gender dari Klaten, Kangen Makan Soto

Kamis, 19 Mei 2011 – 08:08 WIB
Christina Sunardi (dua dari kiri) bersama mahasiswi pemenang Her View Jawa Pos di University of Washington, Seattle, AS. Foto : Candra Wahyudi/Jawa Pos

Tidak banyak orang yang mau belajar alat musik Jawa alias gamelanLebih-lebih di Negeri Paman Sam

BACA JUGA: Dodong Kodir, 15 Tahun Menekuni dan Menciptakan Alat-Alat Musik dari Limbah

Namun, Christina Sunardi berbeda
Selain lihai memainkan gamelan, dia mengajarkannya kepada para mahasiswanya.
 
 CANDRA WAHYUDI-Seattle
 
IBUNYA berdarah Jerman

BACA JUGA: Ke Ground Zero Pascatewasnya Osama bin Laden

Sang ayah adalah keturunan negro Amerika
Lahirnya pun di California

BACA JUGA: Agustinus Wibowo dan Petualangan Bertahun-tahun di Afghanistan

Sama sekali tidak ada "warna" Indonesia dalam tubuh Christina Sunardi.
 
Namun, jangan tanya tentang kecintaan Christina kepada IndonesiaTak hanya piawai berbahasa Indonesia, perempuan 34 tahun itu juga gandrung serta mahir memainkan gamelan, perangkat musik khas Jawa yang bahkan tidak banyak digemari warga pribumi.

Nuansa Indonesia sangat terasa di ruangan kerja ChristinaBeberapa lembar kain batik menempel di dindingReplika wayang kulit Gatotkaca bertengger kukuh di salah satu rak mejaBeberapa topeng menghiasi bagian meja lainnya

Christina juga memajang sejumlah ornamen wayang potehiSementara itu, di sudut yang lain, dia menempatkan gender, salah satu peranti gamelan"Ini saya beli dari Klaten," kata Christina

Semua berawal pada 1997Saat itu Christina berstatus mahasiswi di University of California, BerkeleyDia mengambil jurusan musikDalam sebuah kesempatan, dia mengikuti program pertukaran mahasiswa dengan IndonesiaJadilah dia menapakkan kakinya di Jogjakarta.

Kecintaannya akan musik-musik etnik semakin membahana selama dirinya tinggal di Kota Gudeg ituDia seakan berada di tempat yang pas untuk belajar gamelanMaklum, Jogjakarta adalah salah satu daerah di mana gamelan masih sangat eksis"Saya suka suaranyaSangat lembut," ungkap Christina tentang latar belakang kecintaannya pada gamelan.

Dasar pencinta musik, Christina tak hanya belajar gamelanDia juga mempelajari ragam musik lain di NusantaraMulai Bali sampai SundaTak hanya musik, dia juga mendalami seni tari dari daerah-daerah tersebutAlhasil, perempuan yang mengaku lahir pada Selasa Pahing itu menguasai beberapa jenis tarianSebut saja kecak, remo, dan jaipong.

Semangat belajar Christina sungguh besarTak hanya di Jogjakarta, dia juga menjelajah beberapa kota di Jawa Tengah serta Jawa Timur untuk menambah ilmuLambat laun, pengetahuannya pun meningkatDia tak hanya menguasai musik dan tari, tapi juga mulai memahami budaya IndonesiaHal itu sedikit banyak memengaruhi gaya hidupnya

Selain bahasa Indonesia, dia menguasai sejumlah kosakata bahasa JawaChristina bahkan sangat medok saat berbicara dalam bahasa Indonesia"Kalau musik, saya banyak dipengaruhi JogjaNamun, kalau bahasa, saya lebih dekat dengan Jawa Timur," ujarnya.
 
Sayangnya, petualangan Christina di Indonesia tidak berlangsung lamaKrisis ekonomi dan politik yang terjadi di Indonesia memaksanya pulang kampung ke AmerikaProgram yang diikutinya berakhir lebih cepatNamun, kondisi itu tak melunturkan rasa cinta Christina pada IndonesiaTerlebih, hatinya pun sudah tertambat pada seorang pria lokal bernama SunardiJalinan asmara keduanya tumbuh karena sama-sama menggeluti kesenian Jawa.

Setelah krisis berlalu, Christina mendapat kesempatan kembali ke IndonesiaPetualangannya pun berlanjutDia memperdalam ilmu gamelan dan menari di sebuah sanggar di Tumpang, Kabupaten MalangDia juga sempat belajar menyanyi lagu-lagu Jawa serta beberapa kali tampil sebagai sinden.

Dia juga meleburkan diri dalam aneka budaya lokalSuatu ketika, Christina tampil sebagai salah seorang pendukung dalam perhelatan budaya bantengan yang sangat khas di MalangDia juga mempelajari tari kuda lumping"Hanya sebatas penari, tidak sampai makan kaca," selorohnya.

Christina juga terus mendekatkan diri dengan warga lokalSalah satunya dengan tampil dalam panggung kesenian saat perayaan AgustusanDalam sebuah kesempatan setelah menghibur penonton di panggung, Christina mendapat bayaran Rp 5 ribuHal itu membuatnya terkejut"Sebenarnya saya tidak mau dibayarUang itu akhirnya saya simpan," ungkapnya.

Pada 2002, hubungan Christina dengan Indonesia semakin lengkapSetelah melewati masa pacaran cukup lama, dia akhirnya menikah dengan SunardiSejak itu pula Christina menambahkan kata Sunardi di belakang namanyaPasangan tersebut kini menetap di SeattleHal itu tak lepas dari posisi Christina sebagai dosen di University of Washington di kota tersebut.

Christina kini menyandang status asisten profesor ethnomusicology, bidang studi yang mempelajari musik dari ragam budaya yang berbedaTerutama dari luar BaratSelain musik Jawa alias gamelan, di University of Washington juga diajarkan musik dari negara-negara Asia lainnya.

Tugas Christina tidak mudahMahasiswanya pun tidak banyakHanya 14 orangNamun, hal itu tidak mengurangi semangatnya untuk menularkan seni gamelan kepada mahasiswa Amerika"Saya ingin orang Amerika tahu bahwa Indonesia memiliki kesenian yang hebatSaya ingin orang Amerika tahu lebih banyak tentang Indonesia," tuturnya.

Butuh ketelatenan dan kesabaran ekstra bagi Christina untuk mengajarkan gamelan kepada mahasiswanyaSalah satu yang paling sulit adalah "memaksa" mahasiswanya untuk berkonsentrasi"Harus fokus," tegasnyaLantunan suara gamelan keluar lewat pukulan yang teraturTidak boleh asal pukul

Christina juga harus sangat bersabarDia mengajak mahasiswanya mengenal satu demi satu peranti gamelanMulai gong, gambang, gender, bonang, kenong, kendang, sampai pekikJuga, alat-alat musik pendukung lain seperti seruling, siter, serat rebab"Kalau mereka sudah bosan dengan alat musik yang satu, saya hentikan dan ganti dengan yang lain," ujarnya.

Tantangan lainnya adalah menyelaraskan budaya Amerika dengan falsafah gamelanChristina pun harus berkali-kali mengingatkan mahasiswanya agar melepas sepatu ketika memasuki arena panggung tempat gamelanDia juga meminta mahasiswanya untuk "menghormati" gamelan dengan tidak duduk seenaknya kala memainkan alat musik tersebutDalam sebuah kesempatan, Christina hanya bisa geleng-geleng kepala ketika menyaksikan mahasiswanya menabuh gong sambil mendengarkan musik lewat earphone.

Beragam masalah dan tantangan itu tak membuat dirinya ciut nyaliDia justru semakin bersemangat untuk menularkan ilmu kepada mahasiswanyaChristina beruntung karena para mahasiswa sangat antusias belajar gamelanLebih dari itu, dukungan dari universitas pun begitu besarUntuk kelengkapan gamelan, dia mendapatkan bantuan dari Seattle Surabaya Sister City Association (SSSCA)

Bagi Christina, Indonesia sudah seperti negeri keduanyaSelain karena suaminya berasal dari Indonesia, dia sangat mencintai budaya NusantaraPengalaman tinggal dan kecintaan pada budaya membuat dirinya tidak bisa lepas dari IndonesiaSebagai dosen, dia ingin mahasiswanya mengenal lebih banyak tentang Indonesia

Christina juga aktif terlibat dalam beberapa pertunjukan budaya Indonesia di AmerikaBeberapa waktu lalu, misalnya, dia ikut meramaikan pertunjukan penari Didik Nini Thowok di Seattle.

Dalam waktu dekat, dia berencana kembali ke IndonesiaAda banyak hal yang membuat dirinya kangen IndonesiaBukan hanya seni budayanya, tapi juga masakanNah, untuk yang satu ini, Christina punya keinginan khusus"Saya ingin makan soto," ungkapnya(c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aparat Pergi, di TKP Hanya Ada Gerobak Nur yang Penuh Darah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler