Contek Massal Bukti ada Krisis Moral

Rabu, 15 Juni 2011 – 20:54 WIB

JAKARTA--Wakil Ketua Komisi X DPR Rully Chairul Azwar menegaskan, terjadinya contek massal hingga pengintimidasian kepala pelapor kasus tersebut akibat hilangnya karakter bangsa dan krisis moralMenurutnya, kasus yang menimpa Siami Pembongkar Contek Massal sewaktu Ujian Nasional Sekolah Dasar di SDN Gadel II, Surabaya, Jawa Timur pastinya juga banyak terjadi di daerah lain hanya untuk mencari kelulusan dengan menggadaikan kejujuran dan sudah menajdi hal yang lumrah

BACA JUGA: Muqowam Klaim Pendukungnya Diancam



“Ini sudah terjadi krisis moral
Guru itu kan harusnya jadi contoh teladan moral justru menyuruh mencontek karena dianggap sudah menjadi hal yang lumrah, dan si anak yang melaporkan, ustru disalahkan

BACA JUGA: Lukman Hakim: Jangan Paksa Aklamasi

Orang tuanya juga diintimidasi oleh masyarkat
Ini aneh,” ungkap Rully di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (15/6)."
Politisi dari fraksi partai Golkar tersebut menilai, ada semacam kebiasaan di masyarakat dimana mencontek adalah wajar demi prestasi

BACA JUGA: UU Parpol Dinilai Langgar Kebebasan Berserikat

Ini menandakan terjadinya krisis moralSeharusnya, peristiwa di Surabaya ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk menata kembali karakter bangsa"Ada gejala yang menganggap kecurangan harus terjadiNilai kejujuran tidak pentingIni semua masalah karakter," tegas mantan Ketua Panja Ujian Nasional (UN)  ini.
 
Dengan kondisi tersebut, Rully menyampaikan bahwa Komisi X memberikan dukungan penuh kepada anak dan orang tua pelapor kecurangan massal di SurabayaBahkan, Rully juga mengimbau kepada Walikota Surabaya untuk memberikan perlindungan terhadap keluarga Saimi"Ini gejala pembentukan karakter yang salahSekolah selama ini diberikan otonomi, kalau pimpinan menganjurkan boleh nyontek bagaimana mutu sekolah," tanya Rully.
 
Senada dengan Rully,  Anggota Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengatakan, pada dasarnya persoalan ini jelas bukan semata-mata dipandang sebagai hanya konflik horizontal dalam masyarakat melainkan merupakan keadaan yang diakibatkan dari sistem sosial kita yang sudah memudarSistem sosial ini dijabarkan secara sistematis dengan sistem pendidikan yang berlangsung selama ini.“Sistem pendidikan yang berlangsung selama ini mengakibatkan terjadinya ambiguitas nilai pada masyarakat dan pejabat publik, seperti kejujuran dan solidaritasSolidaritas dibangun justru untuk menutupi ketidakbenaranMasyarakat semakin permisif terhadap perilaku koruptif,” tandasnya.
 
Menurutnya, sistem pendidikan di Indonesia saat ini sebaiknya tidak melulu berorientasi pada nilai-nilai dan parameter yang bersifat kuantitatif, namun juga mempertimbangkan keberagaman, keunikan, dan kualitas karakter murid“Sistem penilaian kita hanya bersifat kognitif semata, tanpa adanya pendidikan mental dan penghargaan atas keunikan anak, sehingga pendidikan diorientasikan untuk mendapatkan nilai sebaik-baiknya dengan berbagai caraSementara, pendidikan karakter yang menjadi program Kemdiknas hanya terkesan formalitasSehingga belum menyentuh pada substansi pendidikan karakter itu sendiri,” tegasnya.
 
Lebih lanjut Hetifah menambahkan, pihaknya juga turut mendesak Kemdiknas agar memberikan perlindungan kepada siswa, orang tua, guru dan anggota masyarakat yang mengungkapkan praktek-praktek kecurangan, penyimpangan serta berbagai persoalan yang terjadi di dunia pendidikan“Selain itu, Kemdiknas juga sebaiknya membuat mekanisme pengaduan masyarakat yang handal dan dapat diakses publik,” tambahnya(cha/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar Sudah Punya Peta Tempur 2014


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler